ISI BUKU
PENGANTAR PENERJEMAH
BAB : I
TENTANG HARI SABTU
Tipu Daya Kaum Nabi Nuh
Tipu Daya Kaum Nabi Saleh
Tipu Daya Saudara-Saudara Nabi
Yusuf
Penghianatan Kaum Nabi Musa
Tipu Daya Kaum Nabi Isa
Tipu Daya Tokoh-tokoh Wuraisyi di
Darun Nadwah
Tipu Daya Bani Israil Terhadap
Larangan Allah
Kisah Tentang Uthbah
al-Ghulam
BAB : II
TENTANG HARI AHAD
Allah Menciptakan Alam Falak yang
selalu berputar
Allah menciptakan Bintang-Bintang
yang Senantiasa beredar
Allah Menciptakan Neraka yang
Memiliki Tujuh Lapis Pintu
Allah Menciptakan Laut dan
Samudra-samudra
Allah Menciptkan Tujuh Anggota
Badan Manusia
Penciptaan Tujuh Rangkain Hari
BAB : III
TENTANG HARI SENIN
Kenaikan Nabi Idris a.s. ke Langit
Kenaikan Musa a.s. ke Bukit
Thursina
Turunnya Ayat Tentang Ke-Esaan
Allah pada Hari Senin
Kelahiran Rasulullah
Malaikat Jibril Turun Pertama Kali
Kepada Rasulullah
Pemaparan Amal-amal Kaum Mukminin
Kepada Rasulullah saw.
Wafatnya Rasulullah
BAB : IV
TENTANG HARI SELASA
Terbunuhnya Nabi Jirjis
Terbunuhnya Nabi Yahya a.s.
Terbunuhnya Nabi Zakariya
Terbunuhnya Para Ahli Sihir Fir’aun
Terbunuhnya Asiah binti Muzahim
Istri Fir’aun
Terbunuhnya Seorang Bani Israil
Terbunuhnya Habil
BAB : V
TENTANG HARI RABU
Iwaj bin Aniq Binasa
Qarun Ditelan Bumi
Tenggelamnya Fir’aun dan Tentaranya
Kematian Namrud bin Kan’an
Kebinasaan Kaum Nabi Saleh
Kebinasaan Syaddad bin Adi
Kebinasaan Kaum ‘Ad
BAB : VI
TENTANG HARI KAMIS
Nabi Ibrahm Menghrap Raja Mesir
Keluarnya Pelayan Minum Raja Dari
Penjara
Saudara-saudara Yusuf menghadap
Yusuf
Bunyamin Masuk dan Bertemu Yusuf
Nabi Ya’kub Datang ke Mesir dan
Berjumpa Yusuf
Nabi Musa Kembali ke Negeri Mesir
Nabi Muhammad masuk ke Kota Makkah
BAB : VII
Pernikahan Nabi Adam dengan Ibu
Hawa
Pernikahan Nabi Yusuf dengan
Permaisuri Zulaikha
Pernikahan Nabi Musa dengan Puteri
Syafura
Pernikahan Rasulullah saw. dengan
Ummul Mukminin Khadijah
Pernikahan Imam Ali dengan Fatimah,
puteri Rasulullah
MUKADIMAH
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala
Puji bagi Allah, Maha Suci dari sekutu dan sahabat, Yang tak beristri dan tak
beranak, dan tak pula beranak kerabat.
Dia-lah
yang menciptakan tujuh langit dan bumi. Pencipta manusia dari tanah dan
mengembang-biakannya dari air mani yang amat hina. Betapa Maha Kuasa Tuhan alam
semesta, sebaik-baik pencipta segala kejadian dan peristiwa.
Saya
bersaksi, Tiada Tuhan selain Allah, yang menunjuki kita ke jalan Islam, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul pilihan-Nya. Semoga Ia senantiasa
mencurahkan salam sejahtera kepadanya sepanjang rangkaian hari dan kurun.
Kemudian,
berkatalah Asy-Syeikh Abu Nashr Muhammad Ibnu Abdurrahman al-Hamddani (Semoga
Allah merahmatinya) : “Ketahuilah bahwa Allah swt. Mahakuasa, yang tiada
terhingga karunianya, yang telah menghiasi tujuh makhluk-Nya dengan tujuh macam
hiasan. Yang demikian itu sebagai suatu tambahan ilmu bagi bani insan, bahwa di
Mata Tuhan, di balik bilangan tujuh terselip perkara agung yang sarat dengan
hikmah penuh rahasia.
Pertama,
Allah menghiasi cakrawala raya dengan tujuh lapis langit yang ditaburi bintang
gemintang.
“Dan
kami bina di atas kalian tujuh langit yang kukuh.” (Qs. 78:12).
“....
dan Kami hias langit itu bagi orang yang memandangnya.” (Qs. 15:15).
Kedua,
Allah menghias halaman luas dunia dengan tujuh aneka bumi yang dilengkapi
dengan tujuh ragam lautan.
“Allah-lah
yang menciptakan tujuh langit dan bumi sepertinya pula.” (Qs. 65:12).
“....
dan laut, ditambahkan kepadanya tujuh buah lautan.” (Qs. 31:27).
Ketiga
: Allah menciptakan tujuh tingkat neraka : Jahanam; Sa’ir, Saqar; Jahiem;
Huthamag; Ladza dan Hawiyah, dilengkapi dengan tujuh pintu masuk.
“.....
baginya tujuh pintu. Bagi setiap pintu tujuh bagian tertentu.” (Qs. 15:44).
Keempat,
Allah menghiasi Al-Qur’an dengan tujuh asba’ (sepertujuan), yang dipercantik
dengan tujuh ayat Surat al-Fatihah.
“Dan
sesungguhnya telah Kami datangkan kepadamu untuk ayat yang dibaca
berulang-ulang dan al-Qur’an yang mulia.” (Qs. 15:87).
Kelima,
Allah melengkapi kejadian manusia, dengan tujuh anggota badan yang paling
banyak bergerak dalam ibadah; dua tangan untuk menadah dalam berdoa; sepasang
kaki untuk berkhidmat dalam berlutut; dan lutut untuk bersimpuh tunduk; dan
wajah untuk bersujud bertaqarrub.
“......
dan sujud dan mendekatlah (dirimu kepada Allah).” (Qs. 96:19).
Keenam,
Allah membagi tujuh tahap masa usia manusia :
1.
Masa menyusui (radhi).
2.
Masa disapih dari menyusu (fathim)
3.
Masa kanak-kanak (shabi)
4.
Masa pancaroba (ghulam)
5.
Masa muda atau remaja (syab)
6.
Masa tua (kahl), dan
7.
Masa tua renta kakek – nenek
(Syeikh), yang dipercantik dengan tujuh kata : La ilaha illa Allah, Muhammad
Rasul Allah.
“......
dan Allah mewajibkan kepada mereka (orang-orang mukmin) kalimat takwa (kalimat
tauhid), dan mereka berhak dan patutu memilikinya......” (Qs. 48:26).
Ketujuh,
Allah melengkapi alam dunia dengan tujuh rangkaian hari : Sabtu, Ahad, Senin,
Selasa, Rabu, Kamis dan Jum’at. Dengan tujuh hari inilah, Allah kemudian
mengisitimewakan tujuh orang nabi-Nya :
1.
Allah mengisitmewakan Nabi Musa
a.s. dengan hari Sabtu;
2.
Allah mengisitmewakan Nabi Isa,
a.s. dengna hari Ahad.
3.
Allah mengisitmewakan Nabi Daud,
a.s. dengan hari Senin.
4.
Allah mengisitmewakan Nabi Sulaiman
a.s. dengan hari Selasa.
5.
Allah mengisitmewakan Nabi Ya’qub
a.s. dengan hari Rabu.
6.
Allah mengisitmewakan Nabi Adam
a.s. dengan hari Kamis.
7.
Allah mengisitmewakan Nabi Muhammad
saw. dan ummatnya dengan hari Jum’at.
Maka
tatkala kurenungi perkara ini, mekarlah hasratku untuk mengarang kitab yang
kuberi nama “KITABUS-SAB’IYYAT FI MAWA’IZHIL BARRIYAT”, berisikan tujuh bab
yang akan menyingkap makna dan rahasia yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa
di balik tujuh rangkaian hari itu (dalam rangka memberikan pitutur dan nasihat
kepada ummat), dan sebagai tambahan pelajaran bagi mereka yang dahaga ilmu, dan
sebagai peringatan untuk memetik hikmahnya.
Akhirnya,
aku memohon kepada Allah Ta’ala akan taufik hidayah-Nya demi selesainya kitab
ini. Semoga Allah swt. mengilhamiku sesuatu untuk dapat menyempurnakannya.
Dia-lah zat yang sebaik-baik diminta, dan dari-Nya-lah terpancar segala
kekuatan dan daya.
BAB I.
TENTANG HARI SABTU
“Dan
tanyakanlah kepada mereka (Bani Israil) tentang negeri (Eylah) yang didekat
laut ketika mereka melanggar anturan pada hari Sabtu.......” (Qs. 7:163).
Dari
Muslim bin Abdillah, dari Sa’id bin Jubair, dari Anas bin Malik (semoga Allah
meridhai mereka), diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya tentang
hari yang tujuh, beliau menjawab : “Hari sabtu adalah hari makar dan tipu
daya.”
“Mengapa
demikian, ya Rasulullah...?”
“Karena
pada hari Sabtu, kaum Quraisy membuat tipu daya di Darun-Nadwah.”
“.....
dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir menipumu .....1” (Qs. 8:30).
Bahwa
Rasulullah saw. pemimpin dunia dan akhirat, menamakan hari Sabru sebagai hari
tipu daya, lantaran pada hari itu tujuh golongan ummat manusia pernah membuat
makar kepada tujuh tokoh mereka, masing-masing :
1.
Tipu daya kaum Nabi Nuh a.s.
terhadap Nabi Nuh a.s. “........ dan mereka telah membuat tipu daya yang
besar.” (Qs. 71:22). Akhirnya mereka dilanda banjir dan bencana alam. “Maka
Kami bukakan pintu-pintu langit, dengan air deras mengalir.” (Qs. 54:11).
2.
Ummat Nabi Saleh a.s. telah membuat
makar terhadap Nabi Saleh a.s. “Dan mereka membuat makar dengan
sesungguhnya, dan Kami balas tipu daya mereka, sedang mereka tak menyadari.”
(Akhirnya mereka binasa). “Sesungguhnya telah kami musnahkan mereka dan
pengikut mereka semua.” (Qs. 27:50).
3.
Tipu daya saudara-saudara Nabi
Yusuf a.s. terhadap Nabi Yusuf, a.s. “Maka mereka menipu dengan sebuah tipuan.”
(Qs. 12:5). Mereka berusaha mencelakakan Yusuf a.s. karena iri dan dengki
setelah mengetahui impiannya, namun akibatnya mereka menerima cercaan dan cela.
“Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap
Yusuf.......?” (Qs. 12:89).
4.
Pengikut Nabi Musa a.s. telah
berkhianat kepada Nabi Musa a.s. “Maka himpunlah segala daya (sihir) kalian,
kemudian datanglah dengan berbaris-baris.” (Qs.20:63). Akhirnya mereka ditimpa
kenestapaan dan hina dina. “...... dan jadilah mereka orang-orang yang hina.”
(Qs.7:119).
5.
Makar kaum Nabi Isa a.s. “Dan
orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalasnya. Dan Dia
sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Qs. 3:54).
6.
Makar pembesar Quraisy terhadap
Rasulullah saw. “.........Dan (ingatlah) saat mereka (orang-orang kafir)
melakukan tipu daya terhadapmu.” (Qs. 8:30). Akibatnya mereka tertimpa azab
siksa. “Dan sesungguhnya Kami meresakan kepada mereka siksa yang dekat ( di
dunia) sebelum azab yang lebih besar.” (Qs. 32:21).
7.
Tipu muslihat keji Kaum Bani Israil
terhadap larangan Allah, pada hari Sabtu. “Dan tanyakanlah kepada mereka (Bani
Israil) tentang negeri (Eylah) yang terletak di dekat laut ketika mereka
melanggar aturan pada hari sabtu ........” (Qs. 7:163). Akhirnya mereka dikutuk
oleh Allah dengan disulap menjadi kera. “.........atau Kami kutuk mereka
sebagaimana Kami mengutuk Ashabus Sabti, yang berbuat maksiat pada hari Sabtu.”
(Qs. 4:47).
8.
Kisah tentang Uthbah al-Ghulam.
a.
TIPU DAYA KAUM NABI NUH
Mereka
berupaya membinasakannya. Namun mereka gagal, bahkan Allah terlebih dahulu
menyapu bersih mereka semua dengan banjir besar.
“.....maka
Kami selamatkan dia (Nuh a.s.) dan pengikutnya (yang beriman) di atas biduk
yang sarat dengan muatan.” (Qs. 26:119).
Dalam
kisah ini, terdapat isyarat seakan-akan Allah berfirman : “Abdi-Ku, jika kau
ingin selamat dari cengkeraman kuku setan, dan tidak tergelincir ke lembah
kemaksiatan, maka pandanglah ciptaan-Ku sebagai bukti kebenaran-Ku. Lewat
telingamu kau peroleh ilmu dan hikmah. Dengan lisanmu kau ikrarkan tauhid dan
syahadat. Dengan kedua kakimu, melangkah menuju shalat. Dan dengan segenap
anggota badanmu, kau beribadah dan berlaku taat. Sedang dari lubuk kalbumu
hendaklah kau tumpahkan segala penyesalan dan taubat. Niscaya engkau ‘kan lepas
dari penjara kerugian dan derita. Engkau juga akan Ku-muliakan denegan tempat
penuh damai dan selamat.”
Renungkanlah
ayat ini : “...... dan mereka telah membuat tipu daya yang besr.” (Qs. 71:22).
Mereka hendak menipu dan mengusir Nuh a.s., namun apa yang terjadi?” Ternyata
Allah terlebih dahulu membalas kebiadaban mereka, bahkan mencampakkan mereka
dari persada bumi.
“......
maka Kami deraikan hujan sangat deras melalui pintu pintu langit. Dan dari
Bumi, mataair pun Kami pancarkan.......” (Qs. 54:11-12).
Peristiwa
tersebut mengingatkan kita kepada kejadian yang lebih dahsyat pada hari kiamat,
saat Allah berseru : “Wahai Israfil, tiuplah sangkakala! Bangkitkanlah ahli
kubur hari ini.....! Pada hari itu langit terbelah, bintang-bintang rontok
pecah, matahari hancur, dan gunung-gunung berhamburan.
“Apabila
matahari hancur, apabila bintang-bintang berhanburan......, apabila gunung-gunung
bertaburan......” (Qs. 81:1-3).
Sebelum
banjir besar itu melanda, Jibril a.s. datang mengajari Nabi Nuh a.s. cara
memahat kayu, dan menitahkan untuk membuat perahu. “Dan buatlah perahu dengan
pengawasan dan wahyu-Ku, dan janganlah kamu bicarakan dengan-Ku orang-orang
zalim itu.” (Qs. 11-37).
Nuh
a.s. bertanya : “Wahai Jibril, bagaimana cara membuat perahu?” Aku tak bisa.”
“Pahatlah
124.000 lembar papan, yang bertuliskan nama-nama para Nabi.” Jawab Jibril.
“Tapi
aku tidak tahu nama-nama itu......” ujar Nuh.
Maka
turunlah wahyu : “Hai Nuh! Engkau memahat kayu itu, sedang Aku yang mengukirkan
nama-namanya.” Lalu mulailah Nuh memahat papan-papan itu satu persatu. Setiap
selesai satu papan, terukirlah nama seorang Nabi Adam a.s. papan pertama, Syits
a.s. di papan kedua, Idris a.s. di papan ketiga, dan seterusnya, hingga Nabi
Muhammad saw. penutup sekalian Nabi.
Selesai
Nuh a.s. memahat papan-papan tersebut, ia diperintah oleh Allah membuat paku
yang berukir nama Nabi.
Di
kala membuat perahu itulah kaumnya yang kafir berlalulalang memperolok-olokkan
dan menghina.
“Dan
mulailah Nuh membuat perahu. Dan setiap kali pembesar kaumnya berjalan melewati
Nuh, mereka mengejeknya.......” (Qs. 11:38).
Mnurut
sumber lain, pada saat Nabi Nuh a.s. memerlukan empat lembar papan lagi,
datanglah Malaiakat Jibril a.s. menyampaikan wahyu bahwa Allah menyuruhnya
merampungkan empat papan itu, dan Ia akan menampakkan di sana nama empat orang
sahabat kekasih-Nya, Muhammad saw. Karena kedudukan mereka di sisi Allah
sebanding dengan para Nabi-Nya.
Dalam
kisah ini terdapat isyarat yang menunjukkan seakan-akan Allah berfirman :
“Setelah nama kekasih-Ku, Muhammad, dan empat orang sahabtnya terukir di papan
itu, maka berarti engkau menyelamatkan penumpangnya dari banjir besar, sama halnya
ketika telah tergores di lembaran hati seorang mukmin rasa cinta kepada Nabi
(Muhammad saw.) dan para sahabtnya, sehingga Allah selamatkan (sang mukmin itu)
dari azab dan sengsara.
Dalam
suatu keterangan (khabar), dikatakan bahwa Abdullah bin Abbas r.a. pernah
diminta keterangan : “Ajarilah kami ilmu yang dapat menyelamatkan diri dari
jilatan api neraka dan dapat memasukan kami ke desa abadi (surga).” Ibnu Abbas
r.a. menjawab :
“Berpegang
teguhlah pada lima belas perkara berikut ini : Lima yang pertama adalah lima
kalimat suci Subhanallah (Maha Suci Allah), Alhamdulillah (segala puji milik
Allah). La ilaha ilallah (tiada Tuhan selain Allah) Allahuakbar (Allah Maha
Besar), la hawla wa laquwwata Illabillahil ‘alliyil’azhim (Tidak ada daya upaya
kecuali dengan kekuatan Allah, yang Mahaluhur lagi Mahaagung). Kalimat suci ini
harus senantiasa membasahi lisanmu.
“Sedang
lima macam yang kedua adalah shalat lima waktu (Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya,
dan Subuh), yang wajib kamu tunaikan sebagai amaliah anggota badan.
“Dan
lima hal terakhir ialah rasa cinta kepada lima manusia Utama,
Nabi Muhammad saw. Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali (semoga Allah meridhai
mereka). Perasaan ini harus terpatri dan berurat akan dilubuk hatimu.”
b.
TIPU DAYA KAUM NABI SALEH
“..........
dan mereka telah membuat tipuan, dan Kami membalas tipu daya mereka.” (Qs.
27:5).
Kami
ubah warna wajah mereka. Pada hari pertama berwarna merah, hari kedua menjadi
kuning dan ketiga menjadi hitam. Sedang gapda ahari keempat, yakni pada hari Sabtu
sesudah Ashar, Kami hancurkan mereka lewat jerit keras Jibril a.s.
Di
kala mereka menyembelih unta Nabi Saleh as, anak unta itu berpaling
menghadapkan mukanya ke arah batu (gunung), tempat persembunyian induknya. Lalu
ia menjerit tiga kali dengan jeritan yang dapat memecahkan batu, dan
selanjutnya ia masuk ke dalamnya, tak seorang pun melihatnya.
Peristiwa
tersebut menunjukkan bahwa :
1.
Seolah-olah Allah berfirman : “Aku
adalah Raja Mahakuasa, Makaperkasa, mampu mengeluarkan dan memasukkan sesuatu
ke dalam batu (gunung) dan menghancurkannya dengan “batu”.
2.
Keluar unta Saleh dari “batu” dan
Kumasukkan anaknya ke dalam “batu”, juga kuhancurkan kaum Luth dengan “batu”.
3.
Kuciptkan iblis dari api,
Kupelihara Ibrahim dari lalapan api, begitu pun akan Kusiksa manusia kafir
dengan neraka.
4.
Kuciptakan Adam dari tanah,
Kulelapkan para Pemuda Gua di dalam tanah, juga Kubinasakan kaum’Ad dengan
tanah.
5.
Kujadikan kuda dari angin pula
Kuberi kabar gembira Ya’qub.
6.
Kuciptakan manusia dari air, dan
Kuselamatkan Musa beserta pendukungnya dengan air (laut), dan Kuberi rizki ikan
dan hewan laut di dalam air.
Maka
segala seuatu di dalam alam semesta ini merupakan dalil, bukti dan petunjuk
tentang keberadaan Allah Maha Pencipta, MahaEsa dan Mahaperkasa. )Kisah tentang
Kaum Nabi Saleh ini dapat di baca pada bab hari Rabu – Pen).
c.
TIPU DAYA Saudara-Saudara Nabi
Yusuf
“......mereka telah menipumu dengan sebuah
tipuan.” (Qs. 12:5).
Mereka
memperdayakan Yusuf a.s. dan saudara kandungnya (memisashkannya) dari ayahnya,
supaya sang ayah mencurahkan kasih sepenuhnya kepada mereka.
“Ketika
mereka berkata : “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih
dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita adalah segolongan (yang
kuat). Sesungguhnya kita berada pada kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf.
Atau buanglah ia ke suatu daerah (yang asing) supaya perhatian ayahmu tertumpah
kepada kamu. Sesudah itu hendaklah menjadi orang-orang baik.” (Qs. 12:8-9).
Namun
Allah ‘Azza wa Jalla menakdirkan lain. Dia swt. menegaskan : “Wahai
saudara-saudara Yusuf, Aku telah menjadikan mata, ayahmu putih lantaran
derasnya air mata, dan telah Kutorehkan di kalbunya rasa rindu kepada Yusuf,
saudaramu, sehingga ia tak mampu melupakannya sesaat pun. Akhirnya, ayahmu
malah melalaikanmu.”
Kezaliman
saudara-saudara Yusuf tersebut, dengan membuang Yusuf agar mereka mendapatkan
kasih sayang penuh sang ayah, adalah seperti kejahatan iblis ketika menipu Adam
a.s. Iblis terkutuk berkata : “Keluarkan Adam dari surga (tempat yang dekat
dengan Tuhannya) ke dunia (tempat yang dekat denganku) agar ia dan anak cucunya
berubah dari menaati dan takut kepada-Nya, menjadi menaati bujuk rayuku.”
Tetapi
Allah berseru : “Hai iblis, anak cucu Adam dapat melihatmu di dunia dan akan
menaatimu? Demi keagunganKu, Kututup mata mereka dari melihatmu, dan akan
kutanam di taman kalbu mereka rasa rindu dan mencintai-Ku, hingga mereka selalu
mengingat-Ku setiap saat. Dan akan kusingkap tirai hati mereka untuk Kupandangi
jiwa mereka tigaratus kelai setiap hati. Dengan demikian, mereka akan
memperhatikan Aku sepenuh hati dan akan menaati-Ku dan berpaling darimu. Hai
iblis, bahkan akan mengutukmu!” (Kisah ini dapat dibaca selengkapnya pada bab
Hari Kamis – Pen).
d.
TIPU DAYA SAUDARA-SAUDARA NABI
YUSUF
“Maka
himpunkanlah segenap daya (sihir) kalian, lalu datanglah dengan berbaris!.”
(Qs. 20:64).
Fir’aun
dan Haman berkilah lantang : “Hai Musa kau pergi dari sisi kami untuk belajar
sihir. Sekarang kau pulang untuk menghancurkan kami dengan ilmumu. Sungguh kami
akan kumpulkan para tukang sihir untuk menandingimu.” Berkumpullah para tukang
sihir dengan 7000 perangkat yang menakutkan orang yang menyaksikannya, dan
membuat Musa gentar, seperti gentarnya seorang Muslim tatkala meliaht malaikat
maut hendak mencabut nyawanya, karena saat itu iblis berusaha menyerobot
imannya. Pada detik-detik tersbut malaikat datang melipur dukanya. : “Janganlah
engkau takut dan bersedih hati. Giranglah dengan surga untukmu!.”
Maka
datanglah wahyu Allah kepada Musa pada saat gundah gulana itu : “Wahai Musa
janganlah gentar dan takut! Janganlah gentar! Engkau pasti akan menang!.”
“Dan
lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang
telah mereka buat.” (Qs. 20:69).
Musa
melihat tukang-tukang sihir itu melempar tali temali dan tongkat hingga
menjelma menjadi ribuan ular. Namun Musa yakin pada ke-Mahakuasaan Allah
Ta’ala. Saat itu, ia melemparkan tongkat, dan jadilah seekor ular yang luar
biasa besarnya, menyerang orang-orang kafir, para tukang sihir dan ular-ular
buatan mereka. Mereka berhamburan menyelamatkan diri. Dan tiba-tiba menjertilah
Fir’aun sejadi-jadinya saat ular besar itu mendekatinya.
“Musa,
tolonglah aku!.” Teriaknya.
“Kami
beriman kepada Allah, Tuhan alam semesta. Tuhan Harun dan Musa!” ikrar para
tukang sihir beramai-ramai sambil bersembah sujud di hadapan Musa yang baru
saja mengambil tongkatnya. Ketika mereka bersujud, Allah menyingkapkan tabir,
lapisan bumi, sehingga mereka dapat memandang lapis bumi yang ketujuh. Dan
ketika mengangkatkan kepala mendongak ke langit, Allah bukakan pula tabir
hingga menampaklah di mata meraka Arasy, yang menjadikan mereka kian rindu
kepada Allah swt.
“Mengapa
kalian beriman tanpa swizinku. Sesungguhnya ia (Musa0 adalah guru sihirmu yang
terbesar. Niscaya akan kupotong tangan dan kaki kalian dan akan kusalib di
batang-batang kurma!” seru Fir’aun sembari mengancam.
“Engkau
tak akan mampu memutuskan tali ma’rifat kami dengan Allah, yang telah kokoh
terjalin di kalbu ini, kendati engkau memotong tangan dan kaki kami
sekalipun!.” Sahut mereka.
Kisah
ini menunjukkan bahwa para tukang sihir dan orang-orang kafir berkhianat dan
merintangi kebenaran dan mu’jizat Musa as. Namun setelah mereka pasrah dan
bertobat dari dosa-dosa, maka Allah menyibakkan tabir langit dan bumi bagi
mereka, dan Allah memuliakan mereka denegan iman dan menjadikan mereka sebagai
kekasih dan kesayangan-Nya.
Demikian
juga ummat Nabi Muhammad saw. Tatkala mereka menuju rumah Allah dengan pasrah,
serta dengan rasa sesasl dan tobat, suci dari najis, berniat ibadah penuh
ikhlas, bagaimana mungkin tidak akan mendapatkan anugerah dari-Nya, dan tak
memperoleh tempat abadi, yaitu surga?” Kisa itu juga menunjukkan bahwa Allah
swt. memberikan tiga nama kepada tongkat Musa as. :
1. Hayyat
: “....maka tiba-tiba jadilah ia ular besar yang berjalan.” (Qs. 20:20).
2. Jan
: “Ia seperti ular yang sangat besar.” (Qs. 27:10).
3. Tsu’ban
: “Maka tiba-tiba ia berupa ular yang nyata.” (Qs. 26:32).
Sedangkan
Allah swt. memberi nama kalimat tauhid dengan tujuh puluh nama. Maka ketahuilah,
andai tongkat itu adalah mu’jizat Musa a.s., maka kalimat tauhid adalah mujizat
Allah al-Maula. “........... dan kalimat Allah itu tinggi ........ (Qs. 9:40).
Dan
bila tongkat Musa a.s. mampu mengalahkan tujuh ribu sihir, apalagi
kalimat Allah, yang mampu melebur dosa-dosa tujuh puluh tahun yang
lewat dan yang akan datang.
e.
TIPU DAYA KAUM NABI ISA.
“.........
mereka telah membuat tipu daya, dan Allah telah membalas tipu daya mereka. Dan
Allah itu sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Qs. 3:54).
Orang-orang
Yahudi menuduh Isa a.s. tukang sihir. Karena kemampuannya menghidupkan orang
mati, dan karena memiliki mu’jizat lainya. Nabi Isa a.s. menjadi gundah dan
duka mendengar dan menerima fitnah keji kaumnya. Ia berdoa kepada Allah :
“Ilahi, Engkau Mahatahu tentang kedustaan mereka. Maka ubahlah mereka.”
Kemudian
mereka pun berubah menjadi kera dan babi. Mendengar kejadian ini, raja Yahudi
ketakutan. Ia segera mengumpulkan kaumnya untuk memilih seorang di antara
mereka yang akan diutus untuk membunuh Isa di rumahnya.
Tapi
Allah Mahakuasa. Di kala utusan raja, Asy-yu’ membunuh Isa. Jibril menolong dan
mengangkat Isa ke Langit. Dan Allah swt. mengubah rupa Asy-yu” menjadi rupa
Nabi Isa, hingga orang Yahudi mengeroyok dan membunuhnya dengan rasa puas dan bangga.
“.....Mereka
membunuhnya (Isa as.) tetappi sebenarnya Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya
.... (Qs. 4:157 – 158).
Dalam
hal ini seakan Allah menegaskan : “Kukaruniai Asy-yu’ kesempatan hidup di dunia
selam lima tahun hanya untuk menjadi tebusan Isa dari pembunuhnya. Dan
Kubiarkan Fir’aun mereguk madu kesenangan hidup di dunia empat ratus tahun
lamanya untuk menjadi tumbal Nabi Musa dengan karam di lautan. Juga Kupelihara
kambing kibasy Habil di surga Firdaus selama empat ribu tahun guna mengganti Ismail
dari penyembelihan. Demikian pun orang-orang Yahudi, Nasrani, kafir dan
musyrik. Kubiarkan mereka bebas mengecap aneka kesenangan hidup duniawi, untuk
akhirnya menjadi penebus ummat Muhammad dari siksa neraka.”
Isyarat
lain dari kisah tentang Nabi Isa adalah bahwa Isa diangkat oleh Allah ke tempat
yang tinggi, setelah ia dikhianati kaumnya. Begitu juga Yusuf, yang menjadi
raja di negeri Mesir setelah terlebih dahulu menjadi sasaran tipu daya
saudara-saudaranya. Dan begitu pula ummat Muhammad saw. Mereka mendapat ampunan
dari Allah setelah berbuat maksiat lalu benar-benar bertobat. Sebabnya adalah
mereka terkena bujuk dan bisik muslihat iblis. Bila tak orang mukmin, tentu tak
ada surga Na’im. Jika tiada orang kafir dan lalim, taka ada neraka Jahim.
Andai
tak ada orang yang berbuat maksiat, maka tak mungkin pula ada rahmat Allah
ar-Rahim bagi yang bertobat.
f.
TIPU DAYA TOKOH-TOKOH QURAISY DI
DARUN-NADWAH
“Dan
ingatlah ketika orang-orang kafir (Quraisy) membuat muslihat untuk menangkap
atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah
mengggagalkannya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Qs.8:30).
Darun-Nadwah,
yang terletak di Makkah, adalah sebuah tempat pertemuan orang-orang Quraisy
untuk menangani berbagai persoalan dan urusan. Menurut riwayat, di tempat ini
berkumpul lima pembesar Quraisy. Uthbah, Syaibah, Abu Jahal, Abu Bathuri dan
al-‘Ash bin Wa’il. Mereke berembug menyusun siasat untuk membuat tipu daya
terhadap Rasulullah saw.
Menurut
Tsalabi, mereka terdiri atas duabelas orang dan seorang iblis (terkutuk) yang
menjelma dalam wujud seorang kakek bertongkat. Sebelum rapat dimulai, Abu Jahal
berkata kepada si iblis alias sang kakek : “Kami berkumpul untuk suatu rahasia.
Mengapa engkau di sini?” Lebih baik pulanglah, wahai kakek tua.”
“Aku
seorang kakek dari negeri Nejed. Aku lebih lama menelusuri hidup ini daripada
kalian, dan telah banyak makan asam garam dalam berbagai urusan. Menurut
pengetahuanku, suatu rencana yang paling baik adalah rencana yang sudah matang
dan berdasarkan kesepakatan bersama. Maka izinkanlah aku bersamamu, mungkin aku
dapat menyumbangkan pikiranku dan menilai gagasan kalian.” Jawab sang kakek.
Mereka pun mengizinkannya, dan segera dimulailah musyawarah.
Uthbah
tampil sebagai pembicara pertama : “Sesungguhnya mati itu telah pasti!
Bagaimanakah kalau kita lebih baik bersabar saja? Kita biarkan Muhammad sampai
ajalnya. Kalau sudah mati, kita pun selamat dari gangguan dan kejahatannya.”
“Tunggu.........
apa-apaan ini?” tukas sang kakek, “Gagasanmu tak lebih sekedar buah pikiran
bocah ingusan. Ingat, andai kalian bersabar sampai Muhammad menemui ajalnya,
pasti akan tersebarluaslah agamanya menyapu jagad raya dan akan bertambahlah
pengikutnya, yang akhirnya akan mematahkan sendi-sendi kekuatan kita.”
“Engkau
benar, kek!” sambut mereka.
“Bagaimana
andai Muhammad kita tahan sampai mati kelaparan?” ujar Syaibah.
“Ini
pun suatu pendapat yang salah1” jawab si kakek segera. “Karena Bani Hasyim akan
berhimpun kompak untuk membelanya. Dan akan terjadi pertumpahan darah yang tak
terkendalikan antara mereka dan kita.”
“Kau
betul kek.” Jawab mereka serentak.
“Kalau
begitu, lebih baik Muhammad kita ikat. Kita suruh seekor unta berkeliling
menyeretnya di atas debu dan pasir sampai ia mati, sambung Ash bin Wa’il.”
“Pemikiran
apa pula ini? Suatu gagasan yang picik! Ini tak mungkin, karena Muhammad amat
kuat badannya, tampan wajahnya dan penuh simpatik, fasih lisannya lagi mansi
tuturnya. Tidak mustahil, bila ada orang yang melihat dan bertemu dengannya
lalu bercakap-cakap dan menanyakan keadaan yang sebenarnya, orang tersebut
pasti akan tertarik dan membenarkan ceritanya. Akhirnya ia akan mengumpulkan
orang. Mereka akan beriman dan mendukung Muhammad dan akan menjadi pembelanya.”
Sergah sang kakek.
“Betul
kek.” Ujar mereka.
“Hendaknya
dari masing-masing kabilah memilih seorang pemuda. Mereka kita persenjatai
untuk membunuh Muhammad pada malam yang telah kita tentukan. Dengan begitu, tak
dapat diketahui siapa pembunuhnya. Bila keluarga Muhammad minta tebusan atau
ganti rugi, kita beri. Barulah kita aman dari kekuarangajarannya!” ujar Abu
Jahal.
Setelah
sepakat, mereka berangkat. Kemudian turunlah Jibril a.s. dengan membawa ayat (
“...... dan ingatlah ketika orang-orang kafir melakukan tipudaya
terhadapmu.....” (Qs.8:30) sambil berkata : “Wahai Muhammad. Allah swt.
memerintahkanmu hijrah ke Madinah secara semmbunyi-sembunyi, dan aku akan
menyertaimu.”
Sore
itu, Rasulullah saw. bermusyawarah dengan para sahabatnya. Beliau menawarkan,
siapakah yang bersedia menemani dalam hijrahnya ke Madinah. Dengan segera
tampillah Abu Bakar menyatakan keasnggupannya mendampingi beliau.
“Siapakah
di antara kalian yang siap menggantikanku tidur di rumah? Dan jaminannya adalah
surga.” Kata Rasul.
“Hamba,
Ya Rasulullah. Saudaramu, Putera pamanmu. Kuserahkan seluruh jiwa ragaku
sebagai tebusanmu.” Sambut Ali bin Abi Thalib.
Dari
Jabir bin Abdillah diriwayatkan bahwa ia pernah mendengar Ali bin Abi Thalib
(semoga Allah meridhainya) merangkum bait syair di hadapan Rasulullah saw. :
Akulah
saudara al-Musthafa
Aku
dan dia berkakek satu
Dia
kubenarkan di kala insan-insan tenggelam
Kupersembahkan
syukur puji
Ke
hadirat Ilahi Mahasuci
Mahawelas
terhadap abdi
Yang
langgeng nan abadi.
Tersenyum
Rasulullah saw. mendengar senandung itu, seraya berkata : “Benar engkau, wahai
Ali!..”
Setelah
malam tiba, berkumpul pemuda-pemuda Quraisy dengan persentaan lengkap –
mengepung rumah Rasul, menanti beliau keluar. Kemudian beliau keluar dari
rumahnya bersma Abu Bakar r.a. tanpa diketahui oleh mereka. Berkat kemahakuasaan
Allah, pada detik itu, mereka tertidur lelap. Sementara itu, Ali bin Abi Thalib
tidur di kamar Rasul.
Dalam
suatu riwayat, disebutkan bahwa ketika akan melangkah keluar, Rasulullah
membaca surat Yasin sembari menaburkan debu di atas kepala mereka, membuat
mereka terlelap. Setelah bangun, mereka menggedor rumah Rasulullah, namun Ali
yang mereka temui.
“Mana
Muhammad?” mereka bertanya kepada Ali dengan garang.
“Muhammad
(al-Musthafa) telah pergi dengan Tuhannya yang Mahatinggi, menuju tempat yang
Ia Kehendaki. Dia (Allah) mampu menggerakkan hamba-Nya ke tempat yang jauh dan
dekat. Dia Mahatau segala sesuatu, dan tidak pernah lupa. Janganlah kalian
mencari dia, karena dia kiranya tengah berada di tempat paling tinggi di
sisi-Nya.” Jawab Ali tenang dan lantang.
Dalam
suatu riwayat, disebutkan Nabi saw. bersabda bahwa Allah pernah mewahyukan
kepada Jibril dan Mikail a.s. : “Sesungguhnya kalian berdua (Nabi dan Ali bin
Abi Thalib. Pen), telah Kupersaudarakan dan Kujadikan umur yang satu
diperpanjang demi memperpanjang umur yang satunya lagi, namun keduanya memilih
hidup bersama-sama.”
Kemudian
turun wahyu : “Mengapa kaliant idak menjadi laksana Ali, yang Kupersaudarakan
dengan Muhammad. Ali memilih mati (pendek usia) sebagai korban dan rela menjadi
tebusan bagi keselamatan jiwa saudaranya, Muhammad, dengan berani tidur di
rumahnya pada detik-detik yang mendebarkan? Sekarang turunlah kalian, kawal dan
lindungi Ali.”
Turunlah
Jibril berjaga di kepala Ali, sedang Mikail di kaki Ali.
“Bagus,
bagus!” ujar Malaikat Jibril as. Kepada Mikail a.s.
“Siapa
lagi orang yang semisalmu, wahai putera Abu Thalib, Allah telah membanggakan
dan memujimu di hadapan para malaikat langit dan bumi!” Kata Jibril a.s. kepada
Sayidina Ali r.a.
Pada
saat itu, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad saw. yang tengah menuju
Madinah, yaitu sebuah ayat tentang keperwiraan Imam Ali r.a. :
“Dan
di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah,
dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-Nya.” (Qs. 2:207).
Bersamaan
dengan itu, Ali ra. Sedang berbaring di atas tikar Rasulullah saw., sembari
menyusun bait syair :
Kutebus
dengan jiwa ini
Dia
sebaik-baik makhluk di bumi
Yang
tawaf di Baitul ‘Atiq dan Hijir Ismail
Rasulullah
.... pribadi yang di segani
Yang
selalu dijaga Maha Pemberi
Dari
muslihat keji musuh dan kaum tirani
Semalaman,
Ia
sembunyi dalam gua bersemayam
Berpeluk
damai ketenangan
Di
dalam kehangatan selimut Maha Pengaman
Sedang,
di sini aku
Menjaga
musuh-musuh
Sungguh,
Yang
menempa rasa beraniku ini
Hanya
kesigapan diri
Ditawan
an mati syahid suci
Setelah
orang-orang kafir Quraisy berhasil mencium jejak Rasulullah saw., mereka
bermusyawarah selama tiga hari untuk mencari langkah-langkah baru. Lalu
diutuslah Saraqah bin Malik untuk mengejar Rasulullah dan membunuh Rasulullah.
“Ya
Rasul, Suraqah menyusul kita. Upaya apa untuk menghadapi pendekar Arab yang
amat pemberani itu?” Tanaya Abu Bakar dengan penuh rasa khawatir kepada
Rasulullah, ketika melihat Suraqah di belakang mereka.
“Saudaraku,
tenanglah!” Kata Rasulullah menenangkan.
Tatkala
Suraqah, dengan pedang terhunus, hampir mendekati Nabi, ia berteriak :
“Muhammad, Siapakah yang akan melindungimu? Hari ini adalah detik-detik
kematianmu.”
“Allah
Mahakuasa lag Maha Perkasa pelindungku.” Jawab Rasul tenang.
Pada
saat itu, Jibril turun.
“Muhammad,
Allah telah menjadikan bumi ini tunduk kepadamu, perintahlah ia sesuka hatimu!”
Ucapannya.
“Hai
bumi, telanlah Suraqah,” perintah Nabi.
Seusai
Rasul mengucapkan itu, Suraqah amblas bersama kudanya sedalam lutut tanpa daya.
“Muhammad,
demi tuhanku al-‘Uzza, aku bertobat. Tolonglah aku. Kau akan bebas dan aman.”
Teriaknya minta tolong.
Mendengar
ucapan pasrah Suraqah, terbukalah pintu maaf Rasulullah saw. Suraqah kembali
seperti sedia kala, lalu pergi ke kaumnya.
Dalam
sebagian kitab tafsir, tercatat bahwa ia sampai tujuh kali amblas di telan
bumi. Karena acapkali permohonan tobatnya dikabulkan Rasulullah, ia ingkar dan
mencoba kembali mengayunkan pedangnya kepada Rasulullah.
Baru
pada amblasnya yang ke delapan kali, ia benar-benar psrah, lalu bertobat dan
beriman.
Katanya
: “Muhammad, aku memiliki banyak unta dan ternak sepanjang jalan ini. Ambillah
sesukamu!.”
“Aku
tak menginginkan harta bendamu.”
Suraqah
melanjutkan : “Sungguh Muhammad, risalahmu akan bersinar di seluruh penjuru
bumi dan akan merasuki urat nadi insan. Jika ini terjadi, berjanjilah bahwa
engkau akan memberi hadiah kepadaku!.”
“Inilah
perjanjian kita.” Jawab Rasulullah seraya memberi kan barang tembikar dan
menerangkan kegunaannya.
“Sekarang
apa keinginanmu, ya Muhammad?” Tanya suraqah.
“Aku
hanya ingin kau kembali kepada pasukanmu, Quraisy.” Jawab Nabi.
Kembalilah
Suraqah kepada mereka. Di tengah erjalanan puang menuju Makkah, kepada Abu
Jahal, ia menceritakan pengalamannya.
“Ya
Abal Hakam (Abu Jahal – Pen), Muhammad tak pernah melalui jalan ini.”
“Tapi
aku yakin engkau telah menemuinya. Ceritakanlah hal yang sebenarnya,” timpal
Abu Jahal.
Suraqah
melantunkan syair :
Abu
Hakam
Demi
Latta
Andai
engkau menjadi saksi
Ketika
kudaku amblas ditelan bumi
Engkau
pasti tak ragu lagi
Ia
seorang Rasul sejati
Mengapa
kita tak menghormat
Semestinya
kita mencegah ummat
Dari
menghina Muhammad
Kulihat
suatu saat
Ia
akan beroleh pangkat
Dan
‘kan berkibar benderanya
Menaungi
jagat
g.
TIPU DAYA BANI ISRAIL TERHADAP LARANGAN
ALLAH
Allah
swt. menjadikan Hari Sabtu sebagai hari raya dan hari besar bagi Musa dan
ummatnya, oleh karena itu, pada hari itu Allah melarang mereka melakukan
kegiatan dan kesibukkan duniawi seperti berjual-beli dan sebagainya.
Di
sebuah negeri yang bernama Eylah, Allah mengutus seorang Rasul (Nabi Daud a.s.)
untuk menyampaikan Risalah Ilahiah dan melarang kaumnya sibuk dengan mata
pencaharian mereka, yakni menangkap ikan pada hari sabtu. Tetapi mereka tidak
menggubrisnya, sehingga Allah menguji mereka dengan mendatangkan ikan-ikan dari
berbagai lautan ke perairan mereka, setiap hari Sabtu.
Musim
kering dan paceklik pun melanda mereka sampai terjadi kelaparan dan penderitaan
yang amat sangat, hingga memaksa mereka mencari ikan pada hari Sabtu. Maka digalilah
parit-parit dan empang-empang untuk dialiri air dari sungai-sungai. Setelah
parit-parit dan empang-empang itu penuh dengan aneka ragam ikan, pada
ujung-ujungnya, mereka pasang papan dan kayu.
Tersebut
dalam riwayat lain, bahwa mereka memasang jala dan jaring pada hari Jum’at
setelah Ashar, lalu mengangkat dan menjual ikannya pada hari Ahad.
Menyaksikan
praktek buruk ini, para ulama dan orang bijak negeri itu, tak bosan-bosannya
mengingatkan dan menasihati mereka. Tapi mereka semakin menjadi-jadi sampai-sampai
para ulama memutuskan untuk ber-Uzlah ke temepat-tempat yang jauh agar
terhindar dari murka Allah.
Allah
lalu memberi tenggang waktu kepada kaum itu dengan mendatangkan ulama-ulama
lain yang bertugas mengembalikan kesadaran kaum itu, dalam dua tahun.
Pada
suatu hari, setelah tenggang masa itu berlalu, para ulama dan orang-orang bijak
yang ber-uzlah itu, kembali kepada kaumnya. Sungguh heran mereka menyaksikan
negerinya yang menjadi lenggang. Tak seorang penduduk pun mereka temui. Mereka
mencoba mengetuk hampir setiap piintu-pintu rumah. Tercenganglah ketika melihat
apa yang nampak di hadapan mereka : monyet-monyet jantan dan betina dalam
jumlah yang banyak.
“Maka
tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka. Kami selamatkan
orang-orang yang melarang perbuatan jahat, dan kami timpakan kepada orang-orang
yang zalim siksa yang keras akibat kefasikan mereka. Maka ketika mereka
bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan
kepada mereka : “Jadilah kalian kera-kera yang hina.” (Qs. 7 : 165:166).
Bila
balasan orang yang berbuat maksiat (menangkap ikan pada hari yang dilarang
Allah. Pen), ialah diazab menjadi kera hina, maka balasan apa gerangan bagi
orang yang menghalalkan riba dan khamr (minuman keras) yang keduanya
nyata-nyata diharamkan Allah swt.
Diriwayatkan
bahwa para pembuat tipu daya dan mencari ikan pada hari Sabtu, yang kemudian
dikutuk menjadi kera, berjumlah tujuh orang. Pelanggaran peraturan pada hari
Sabtu ini dipaparkan oleh Allah kepada Muhammad saw. seperti yang kita ketahui
dari tujuh tempat dalam Qur’an :
“Sesungguhnya
diwajibkan menghormati hari Sabtu atas mereka (orang-orang Yahudi) yang
memperselisihkannya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberikan
putusan di antara mereka, pada hari kiamat tentang apa yang telah mereka
perselisihkan.” (Qs.16-24).
“Dan
sesungguhnya kalian telah mengetahui orang-orang yang melanggar di antaramu
pada hari Sabtu, maka Kami berfirman kepada mereka : “Jadilah kalian kera yang
hina.” (Qs. 2:65).
“.......
atau Kami kutuk mereka (yang telah diberi al-Kitab) sebagaimana Kami mengutuk
Ashabus Sabtu (mereka yang bermaksiat pada hari Sabtu).” (Qs.4:154).
“Dan
tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri (Eylah) yang terletak di dekat
laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu.” (Qs.7:163).
“.......
di kala datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka
terapung-apung di permukaan air pada hari Sabtii.” (Qs. 7:163).
“...........dan
pada hari selain Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka
..................” (Qs.7:163).
Mahasuci
Allah yang ciptaan-Nya tak pernah menyerupai ciptaan para makhluk-Nya. Tiada
yang dapat menemukan hakikat hikmahnya selain orang-orang yang merenung dan
menelitinya.
Renungankanlah!
Ikan yang diambil oleh orang (Yahudi) tanpa ridha Allah menyebabkan menjadi
kera. Sedangkan seekor ikan lain yang diambil oleh seorang Nabi pada zaman
dahulu dengan ridha Allah membuatnya menjadi pemimpin dan ketua semua pemilik
ikan.
Begitu
pula yang dialami iblis. Ia terkutuk dan terusir dari surga dengan hina
lantaran sombong dan takabur kepada Allah, padahal sebelum itu ia menjadikan
arasy sebagai kiblatnya. Sedangkan Umar bin Khaththab menjadi pribadi utama dan
dicintai manusia karena ia berbalik dari berkiblat kepada patung sesembahan ke
jalan ridha Allah.
Demikianlah,
bila Allah menghendaki, seorang munafik dapat saja melaksanakan itikad buruk
kemunafikannya, tetapi bila Ia berkehendak lain, maka sang munafik pun dapat
berbuat munafik terhadap niat busuk kemunafikannya. Tak ada sesuatu pun yang
dapat menghalangai ketentuan-Nya dan menetang hukum-Nya.
Tentang
hari Sabtu, para ulama berbeda pendapat. Sebagian berkata bahwa Sabtu itu
agung, karena orang-orang Yahudi menjadikannya sebagi hari besar. Sebagian lain
lagi berkata bahwa Sabtu artinya istirahat, seperti firman-Nya :
“Dan
Kami jadikan tidurmu untuk istirahat (subata). (Qs. 78:9).
Dinamakan
hari Sabtu karena pada hari itulah orang-orang Yahudi beristirahat darii
aktivvitas duniawi. Malah mereka beranggapan keliru dengan mengatakan Allah pun
pada hari Sabtu berhenti (beristirahat.Pen) dari menciptakan sesuatu.
Diriwayatka
bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya oleh orang-orang Yahudi : “Wahai Muhammad,
terangkan kepada kami tentang apa-apa yang diciptakan Allah dalam seminggu!.”
“Pada
hari Ahad, A;;ah swt. menciptakan langit dan bumi, Pada hari Senin, Ia
menciptakan gunung-gunung; Pada hari Selasa, Ia menciptakan bintang-bintang,
sedang pada hari Rabu, Ia menciptakan Cahaya; Pada hari Kamis, Ia ciptakan
surga dan neraka, sedang pada hari Jum’at, Allah menciptakan Adam dan Hawa
(manusia)........”
“Andai
kau lanjutkan penjelasan itu, pasti kau benar dan alangkah baiknya itu.” Kata
mereka memotong pembicaraan Nabi.
“Bagaimana?”
Tanya beliau.
“Setelah
Allah selesai menciptakan langit, bumi dan isinya, Ia beristirahat pada hari
Sabtu. Itulah sebabnya kami menjadikan hari Sabtu sebagai hari besar dan hari
libur.”
Mendengar
ucapan yang amat buruk itu, wajah Rasul merah padam berbaur duka, menahan marah
dan kekecewaan. Maka turunlah wahyu :
“Dan
sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak mengalami keletihan.” (Qs.
50:38).
Hanya
yang bekerja dengan menggunakan alat-alat dan anggota badan saja-lah yang akan
merasakan penat. Sedangkan Allah, bila ingin menciptakan sesuatu cukup berkata
:
“Kun!
(jadilah), maka jadilah ia.” “Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan
laksana sekejap mata.” (Qs. 54:50).
“Sesungguhnya
keadaan-Nya, jika Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya :
“Jadilah!”, Maka jadilah ia.” (Qs. 36:82).
Manusia-manusia
durjana Yahudi menganggap hari Sabtu sebagai hari libur dan hari istirahat
mereka, padahal Allah menjadikannya sebagai hari ujian bagi mereka.
Rasulullah
saw. melukiskan hari Sabtu sebagai hari milik orang-orang Yahudi, dan hari
Jum’at untuk kaum Muslimin. Dan orang-orang diingatkan untuk tidak menyalahi
perintah Allah dalam mengagungkannya seperti mereka (kaum Yahudi) dan
orang-orang Nasrani, sehingga mereka terkena bencana dengan menjadi kera dan
babi.
Orang-orang
mukmin yang menaati perintah Allah pun akan diubah, tetapi bukan bentuk jasad
mereka, melainkan amalan mereka dari dosa dan kejahatan menjala pahala dan
kebajikan, bila ia bertobat kepada Allah.
“......maka
kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan.” (Qs. 25:70).
Ingatlah,
ketika Adam dan Hawa makan bebuahan surga, sedang lebah memakan dedaunannya.
Tetapi apa yag masing-masing mereka alami? Pakaian Adam dan Hawa a.s. tanggal
hingga nampaklah aurat dan aib mereka, karena apa yang mereka lakukan itu tidak
berdasarkan perintah Allah, sementara sang lebah mendapat ridha Allah karena ia
melakukan apa yang diperkenankan-Nya. Maka dedaunan yang dilalapnya itu pun
menjadi madu. Inilah keistimewaan yang dimiliki lebah.
Ada
yang lebih unik lagi. Seekor ulat yang menggerogoti daging Nabi Ayub as. Dengan
perkenan Allah, menghasilkan sutera ibraisim yang mahal, sementara manusia yang
makan daging ikan dengan melanggar larangan Allah diubah-Nya menjadi kera
(lihat tentang tipu daya Bani Israil pada hari Sabtu, di muka. Pen). Karena
itu, bagaimana mungkin seorang mukmin yang ikhlas dan taat kepada Allah tidak
mendapat rahmat dan karunia-Nya.
h.
KISAH TENTANG UTHBAH AL-GHULAM
Ia
termasyhur sebagai orang yang paling durhaka dan durjana pada zamannya. Setiap
orang pasti mengenal namanya. Sepanjang hari ia lumuri dirinya dengan lumpur
dosa dan kemaksiatan dengan bermabuk-mabukan dan melakukan kejahatan-kejahatan
lain.
Suatu
hari, ketika hadir di Majelis ilmu Syeikh Hasan al-Barsry, ia mendengar
seseorang membaca ayat :
“Belumkah
datang waktu bagai orang-orang beriman untuk menundukkan hati mengingat Allah
dan kepada kebenran yang telah turun (kepada mereka)........” (Qs.57:16).
Kemudian,
Syeikh Hasan menerangkan sifat ayat tersebut sedemikian rupa sehingga membuat
hadirin menumpahkan air mata.
Tiba-tiba
berdirilah seorang pemuda seraya bertanya : “Ya Syeikh, apakah Allah menerima
tobat seseorang yang paling durhaka dan berlumur dosa seperti diriku?”
“Tentu
saja Allah menerima tobatmu, kendati kesalahan dan dosamu sebanyak yang dipikul
Uthbah al-Ghulam.” Jawab Hasan al-Basry.
Maka
pucat pasilah wajah sang pemuda yang tidak lain al-Ghulam itu. Tubuhnya
bergetar hebat mendengar jawaban itu. Ia lalu menjerit dan jatuh pingsan.
Ketika
ia siuman, Hasan menyambutnya dengan untaian syair yang membuatnya pingsan
kembali :
“Wahai
pemuda
Yang
maksiat kepada Pemelihara Arasy
Tahukah
dengan apa ia dibalas
Di
neraka Sa’ir ia binasa
Pada
hari ubun-ubun diremas
Bermaksiatlah
Bila
kau sanggup dilalap api
Jika
tidak
Jauhilah
Ingatlah
Bila
melangkah menuju dosa.
Berarti
lumuri diri dengan nista
Maka
sungguh-sungguhlah
Mencari
selamat jiwa raga”
“Ya
Syeikh .....” Katanya setelah sadar, “adakah Allah yang Mahamulia menerima tobat
seorang yang paling nista seperti aku?”
“Adakah
selain Allah yang Maha Pemaaf yang dapat mengampuni seorang hamba yang selalu
menetang dan menjauhi Nya?” Sang Syeikh menanggapi.
Lalu
Uthbah al-Ghulam menengadahkan kepala seraya mengangkat tangannya, berdoa :
“Ilahi, jika engkau menerima tobatku dan mengampuni dosa-dosaku, maka ilhamkan
kepadaku kemampuan memahami dan menghafal, sehingga aku cept mengerti dan
selalu ingat serta dapat memelihara al-Qur’an dan setia ilmu yang aku dapat.
“Rabbi,
anugerahilah hamba kemerdduan suara dan lembutnya senandung agar siapa saja
yang mendengar bacaanku, bertambah sadar dan lembut hatinya, walau ia orang
paling sesat sekalipun.
“Ilahi,
karuniailah hamba rizki yang halal, yang kedatangannya tidak terduga, dari
sisi-Mu.”
Allah
Ta’ala akhirnya mengabulkan doanya. Kini setiap kali ia menyampaikan ayat-ayat
Qur’an, siapa saja yang mendengarnya menjadi insaf dan bertobat kepada Allah.
Tiada pula seorang yang tahu dari mana atau siapa yang memberikan makanan yang
selalu terhidang kepadanya, setiap hari.
Ia
habiskan sisa umurnya dengan melakukan amal-saleh hingga berpisah dengan dunia
fana.
Begitulah
keadaan orang yang benarbenar insaf dan kembali kepada Allah.
“Sesungguhnya
Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat ihsan (kebajikan).” (Qs.
9:120).
BAB II.
TENTANG HARI AHAD
“Katakanllah!
Dia-lah Allah yang Mahaesa, Allah tempat bergantung dan meminta, Ia tidak
beranak dan tidak diperanakkan, Dan tidak ada bagi-Nya sekutu.” (Qs. 112: 1-4).
Sahabat
Anas bin Malik r.a. meriwayatkan bahwa, ketika ditanya tentang hari Ahad,
Rasulullah saw. berkata :
“Hari
Ahad adalah hari untuk menanam dan membangun.”
“Mengapa
hari Ahad dinamakan hari untuk menanam dan membangun, Ya Rasulullah?”
“Karena
pada hari Ahad, Allah memulai menciptakan dunia dan meramaikannya.” Jwab
Rasulullah saw.
Sebgian
ulama mengatakan bahwa pada hari Ahad Allah yang Mahaagung, yang tiada
terbilang karunia-Nya, telah menciptakan tujuh macam makhluk, yang
masing-masing terdiri atas tujuh bagian :
1.
Allah menciptakan alam falak (jagad
raya) yang selalu berputar;
2.
Alla menciptakan bintang-bintang
yang senantiasa beredar;
3.
Allah menciptakan neraka yang
berlapis-lapis.
4.
Allah menciptakan bumi yang kukuh;
5.
Allah mencitakan laut dan
samudera-samudera;
6.
Allah menciptakan tujuh anggota
badan yang paling banyak bergerak (berperan) dalam ibadah;
7.
Allah mencitakan tujuh rangkaian
hari pada hari Ahad.
a.
ALLAH MENCITAKAN ALAM FALAK YANG SELALU BERPUTAR
“Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis......” (Qs. 67:3).
“Kemudian
Dia menuju penciptaan langit, dan Ia itu merupakan asap.” (Qs. 41:11).
Ayat-ayat
di atas menunjukkan betapa Allah Yang Mahakuasa mampu menciptakan tujuh lapis
langit yang berbeda-beda dari bahan yang satu : asap. Perhatikan pula suatu
kejadian amat unik sebagai salah satu tanda kemahakuasaan-Nya : Dari bahan yang
satu (hujan) yang Dia turunkan dari langit, hidup suburlah bumi yang kerontang
dan tumbuhlah pepohonan, buah-buahan dan bebungaan puspa ragam, yang merah,
putih, kuning dan hitam, yang rasanya manis, pahit dan masam.
“Dan
Kami lebihkan sebagaian atas sebagian yang lain dalam rasa.” (Qs. :
13:4).
Sungguh
menarik ciptaan Tuhan. Bermula dari pancaran air mani seorang lelaki yang
menitik di rahim perempuan. Dia himpun menjadi segmpal darah, dan Dia proses
menjadi sekepal daging, lalu berkembang membentuk tulang belulang, Lewat air
mani pulalah berkemebangbiak laki-laki dan perempuan yang Mukmin, yang kafir,
yang shaleh dan yang zalim, yang taat dan yang maksiat, yang hidup bahagia dan
celaka. Maahsuci Allah, sebai-baik pencipta.
b.
ALLAH MENCITAKAN BINTANG-BINTANG
YANG SENANTIASA BEREDAR
“Dan
Dia (Allah) telah menjadikan untukmu bintang-bintang guna kamu jadikan petunjuk
di dalam kelamnya daratan dan lautan.” (Qs. 6.97).
Allah
membagi bintang-bintang menjadi tiga macam :
1.
Binang yang selalu nampak pada
wakttu-waktu tertentu, yang disebut “Tsawabit.”
2.
Bintang-bintang yang timbul
tenggelam.
3.
Bintang-bintang yang selalu
berputar pada garis edar mengitari jagat raya.
Terdapat
petunjuk bahwa di antara bintang-bintang pun ada tujuh bintang paling besar dan
utama. Begitu pula di antara para Nabi, ada tujuh Nabi Utama (pilihan) : Nabi
Syits a.s.; yang dikaruniai oleh Allah limapuluh shahifah (lembar kitab Pen);
Nabi Idris a.s. yang ddianugerahi oleh Allah tigapuluh Shahifah; Nabi Ibrahim
a.s. yang dikaruniai oleh Allah duapuluh Shahifah; Nabi Daud a.s. yang
dikaruniai oleh Allah Zabur; Nabi Musa a.s. yang dikaruniai oleh Allah Taurat;
Nabi Isa a.s. yang dikaruniai oleh Allah Injil; nabi Muhammad saw. yang
dikaruniai oleh Allah al-Qur’an.
Hal
itu menunjukan bahwa Umat Rasulullah saw. terbagi menjadi tujuh kelompok :
Orang-orang yang jujur dan lurus; mereka akan melalui suatu jalan penyeberangan
(shirat) pada hari kiamat laksana kilat; orang yang suka beramal, mereka akan
melewati jalan penyeberangan bagaikan tiuan angin; Para Wali Abdal yang akan
melalui jalan penyeberangan bagai burung terbang; Para Mujahid yang syahid,
kelompok ini akan menempuh jalan penyeberangan pada hari kiamat secepat
kuda-kuda peperangan yang binal, yakni setengah hari; Para Haji, mereka akan
melaluinya sehari; Orang-orang yang taat, mereka akan pada hari kiamat akan
meniti jalan penyeberangan selama sebulan; Orang-orang Mukmin yang berbuat
maksiat dan dosa, mereka akan terpeleset dan jatuh ke jurang Jahanam tatkala
tumit kaki mereka dijejakkan di ujung jalan, karena dosa-dosa dan kesalahan
yang berat. Namun mereka masih beruntung. Neraka (Jahanam) mengurunkang niatnya
untuk menyantapnya, karena ia menyaksikan cahaya iman di dalam kalbu mereka.
c.
ALLAH MENCITAKAN NERAKA
YANG MEMILIKI TUJUH LAPIS PINTU
“Baginya
(neraka) tujuh pintu, yang pada setiap pintu ada bagian-bagian tertentu.” (Qs.
15:44).
Bagian-bagian
tersebut adalah tingkat-tingkat yang berbeda-beda :
1.
Jahanam : (“Dan sesungguhnya
Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (para
pengikut setan) semua.” (Qs. 15:43).
2.
Sair : (....... dan ia masuk ke
dalam neraka Sa’ir.” ((Qs.84:12)).
3.
Saqar : (“Apa yang menjadikanmu
masuk ke neraka Saqar?” (Qs. 74:42).
4.
Jahim : (“.........dan
diperlihatkan neraka Jahim kepada orang-orang yang berbuat dosa.”
(Qs.26:91)).
5.
Huthamah : (“..... dan apa yang kau
ketahui tentang Huthamah?” (Qs. 104:5).
6.
Ladza : (“Tidak, sekali-kali tidak.
Sesungguhnya ia adalah neraka Ladza.” (Qs. 70:15).
7.
Hawiyah : (......”maka tempat
kembalinya adalah Hawiyah.” (Qs. 1010:9).
Di
neraka pertama (paling dasar) berserulah malaikat : “Celakah pada hari ini
orang-orang yang mendustakan.” (Qs. 77:15).
Di
neraka kedua berserulah malaikat :
“Celakalah
orang-orang yang shaat, yang lalai akan shalatnya.” (Qs. 107:4-5).
Di
neraka ketiga berserulah malaikat :
“Binasalah
bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (Qs. 104:1).
Di
neraka keempat, berserulah malaikat :
“Maka
celakalah mereka, karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri.”
(Qs.2:79).
Di
neraka kelima, berserulah malaikat dengan kerasnya :
“....
dan binasalah orang-orang yang menyekutukan Allah, yang tidak pernah membayar
zakat.” (Qs.6:7).
Dan
berkatalah malaikat di lapis neraka ke enam dengan lantang :
“
........ maka kebinasaanlah bagi mereka yang keras hatinya dari mengingat
Allah.” (Qs.39:22).
Sedang
di neraka terakhir (ketujuh) malaikat berkata :
“Kecelakaan
bagi orang-orang yang curang.” (Qs.83:1).
Sementara
itu, para penghuni neraka ketujuh berteriak kesakitan :
“Wahai
malaikat, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.....!” (Qs. 43 : 77).
Sedangkan
penghuni neraka keenam memanggil-manggil :
“.....Mohonkanlah
kepada Tuhanmu supaya Ia meringankan azab kami sehari saja!.” (Qs. 40 : 49).
Dan
berteriaklah para penghuni neraka ke limma :
“Wahai
Tuhan kami, kami telah meliaht dan mendengar maka kembalikanlah kami ke dunia.
Kami akan beramal saleh.....!”. (Qs. 32 : 12).
Kemudian
orang-orang yang berada di neraka ke empat berpekik memanggil-manggil :
“Ya
Tuhan kami, beri kami kesempatan (kembali ke dunia) walau sesaat, niscaya kami
akam mematuhi seruan-Mu dan mengikuti para Rasul......” (Qs. 14:44).
Dan
para penghuni neraka ketiga menjerit tak tahan :
“Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (neraka), dan kembalikanlah kami ke
dunia. Maka jika kami kembali kafir, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
zalim.” (Qs. 23 : 107).
Sedangkan
orang yang berada di neraka kedua memekik sejadi-jadinya penuh penyesalan :
“Ya
Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami.....” (qs. 23 : 106).
Dan
akhirnya penghuni neraka pertama memekik-mekik : “Ya Allah yang Maha Penyayang,
Ya Allah Yang Maha Pemurah!”.
Tentang
keadaan para penghuni neraka ketujuh, Rasulullah saw. pernah bertanya kepada
Jibril as. Lalu Jibril menjawab : “Neraka ketujuh adalah tempat tinggal
orang-orang munafik. Neraka keenam adalah bagi orang-orang yan sesat, zalim,
durjana dan menjadikan diri mereka setaraf dengan Tuhan. Neraka kelima
disediakan untuk orang-orang yang berhati keras, kejam, bengis, perampas hak
dan kehormatan orang lain. Sedangkan neraka keempat adalah tempat tinggal
orang-orang yang sombong. Dan neraka ketiga dihuni oleh kaum Yahudi. Adapun
nereka kedua untuk orang Nasrani.”
“Siapakah
penghuni neraka pertama, Ya Jibril?” tanya Rasul saw.
Berat
bagi Jibril untuk mengatakannya. IA tercengang sejenak. Lalu Ia pun menjawab :
“Adapun penghuni neraka pertama (yang paling ringan) adalah umatmu yang suka
berbuat maksiat.”
Maka
pingsanlah Rasulullah mendengar keterangan itu. Setelah siuman, beliau
menangis, lalu mendoa. Tidak lama kemudian Jibril turun kembali membawa kabar
gembira tentang hak istimewa bagi Rasulullah untuk memberikan Syafa’at
(pertolongan) kepada umatnya.
d.
ALLAH MENCITAKAN LAUT DAN SAMUDRA-SAMUDRA
“......
dan laut, ditambahkan kepadanya tujuh laut.” (Qs. 31 : 27).
“Dan
Dia-lah Allah yang menundukkan lautan....” (Qs. 16 : 14).
Dia
menegaskan : “Kuhimpun dalam satu lautan dua jenis yang berbeda : Tawar dan
segar, serta asin dan pahit. Namun karena telah Kujadikan di antara keduanya
garis pemisah, maka satu dan dengan lainnya tidak berbaur, sebagaimana Aku
mengeluarkan susu yang bersih dan segar dari antara kotoran manusia dan darah.
Karena di antara keduanya Kuciptakan garis pemisah.
“Demikian
pula, telah Kuhimpun Madu dan racun dalam satu lebah. Namun keduanya tidak
berbaur karena ada garis pemisah. Racun dapat mematikan orang, sedangkan madu
adalah penawar bagi orang yang sakit. Seperti itu pula, Kukumpulkan dalam satu
tubuh seseorang, kalbu dan nafsu.. Nafsu selalu cenderung ke alam dunia,
sedangkan kalbu ke kehidupan alam baka. Karena Kuciptakan di antara kedua nafsu
dan kalbu tersebut dinding pemisah, bila seorang Mukmin Kukaruniai agama dan
puspa ragam kesenangan dunia, maka kesenangan hidup dunia tak mengalahkan
ibadahnya, dan ketekunan ibadah tak pula menjadikan dirinya menelantarkan
kehidupan dunia berkat Rahmat-Ku.”
e.
ALLAH MENCITAKAN TUJUH
ANGGOTA BADAN MANUSIA
Ketujuh
anggota badan tersebut adalah anggota-anggota sujud dalam shalat. Sebagian
ulama berkomentar bahwa ada anggota badan paling utama manusia : Otak, urat
nadi; otot; tulang; daging; darah dan kulit.
Ahli
Isyarat berbicara, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla melengkapi manusia dengan tujuh
anggota badan. Sungguh, suatu penciptaan yang lebih besar, agung dan unik
ketimbang penciptaan alam yang lain, seperti bumi dan langit serta apa yang ada
di dalamnya. Betapa tidak! Suatu keterangan menyebutkan bahwa Allah swt.
menciptakan tujuh unsur keindahan (kebagusan) sebagai hiasan dan sifat bagi
masing-masing tujuh macam makhluk-Nya yang ada di alam langit dan bumi :
1.
Kehalusan (lathafah) surga.
2.
Keelokan (aflahah) bidadari.
3.
Sinar (Dhiya) matahari.
4.
Cahaya (nur) bulan
5.
Kekelaman (Zhalam) malam
6.
Kelunakan (Riqqah) sifat air
7.
Kelembutan (diqqah) udara.
Dia
menjadikan tujuh unsur tersebut apda satu jenis makhluk-Nya, yakni manusia
(Adam dan Hawa), sebagai sifat keistimewaan. Allah menjadikan kehalusan pada
ruh manusia, keelokan pada pipinya, cahaya pada wajah, sinar apda sorot
matanya, kekelaman pada rambutnya, dan kelemahlembutan pada kalbu dan
perasannya. Maka nyatalah, bahwa kejadian alam manusia jauh lebih besar, agung
dan unik aripada kejadian bumi dan langit. Manusia adalah satu-satunya makhluk
yang paling sempurna. Terkumpul pada dirinya segala yang tidak pernah ada pada
makhluk lain.
Kalau
langit memiliki ketinggian, manusia pun memiliki bentuk dan sikap tegak
(tinggi). Jagad raya mempunyai matahari dan bulan, manusia juga memiliki dua
mata yang bersinar. Jika di galaksi terdapat taburan bintang gemintang, maka
pada manusia terdapa tgigi-gigi yang putih cemerlang. Apabila langit
menumpahkan hujan, manusia menumpahkan air mata. Jikalau langit mengeluarkan
petir, maka manusia mengeluarkan suara bersin. Bila bumi memiliki kemantapan tiada
terguncang, manusia memiliki ketenangan. Kalau bumi mengalirkan sungai-sungai,
maka manusia mengalirkan keringat. Sedangkan perasaan manusia adalah laksana
tetumbuhan.
Jika
di langit ada “Arasy”, maka pada diri sang mukmin ada cita-cita yang lebih
tinggi dan besar. Di sana terdapat surga nan Indah, di dalam diri sang Mukmin
terdapat kalbu yang lebih indah. Karena surga adalah tempat pelampiasan
kepuasan kehendak dan nafsu syahwat, yang penjaganya adalah malaikat, Adapun
kalbu, ia adalah tempat mukmin ma’rifat, yang pemeliharanya adalah Allah Maha
Melihat.
Telah
diriwayatkan, pernah seorang Nabi bermunajat kepada Allah Ta’ala : “Ilahi,
setiap penguasa (raja) memiliki gudang (kas) perbendahraan. Maka apakah
gudang-Mu?”
“Gudang
perbendaharaan-Ku lebih besar daripada Arasy, lebih lebar daripada kursi-Ku,
lebih semerbak dari pada bau surga, dan lebih megah daripada seluruh kerajaan :
hati sang mukmin. Buminya adalah ma’rifat, langitnya iman, mataharinya rindu
kasmaran pada Allah, bulannya rasa cinta (mahabbah), bintang-bintangnya
detak-detak suara hati, sedang debunya cita-cita (himmah). Adapun temboknya
berupa keyakinan, meganya akal budi dan hujannya rahmat (kasih sayang).
Pohon-pohonnya ketaatan, yang buahnya adalah hikmat. Dan semuanya memiliki
empat tiang : tawakal, sabar, yakin dan kemuliaan; keperkasaan; keagungan serta
harga diri, yang dilengkapi dengan pintu ilmu, pintu keramahan, pintu keridhaan
dan pintu kesabaran, yang kuncinya adalah akal pikiran.”
Allah
menciptakan di alam ini tujuh langit, sedang bagi manusia Ia ciptakan tujuh
anggota badan. Allah menciptakan di alam ini matahari, sedang pada manusia
(mikmin) Ia ciptakan ma’rifat hati. Bila di alam ini Allam menciptakan bulan,
maka pada manusia Ia ciptakan pikiran. Jika di alam (langit) ini bertaburan
butir-butir bintang, maka pada manusia bertaburan ilmu pengetahuan. Andai di
alam ada burung-burung beterbangan, maka pada manusia ada detak hati dan aneka
perasaan. Adapun gunungnya (manusia) ialah tulang belulang. Jika di alam ada
empat macam air : tawar, pahit, asin dan berbau busuk, maka pada manusia
terdapat ludah yang tawar, air telinga yang rasanya pahit, air mata yang asin,
dan air hidung yang berbau busuk.
“Dan
dalam kejadian dirimu, apakah kamu tidak pernah memandang (memperhatikan) dan
memikirkan......?” (Qs. 5 : 21).
f.
PENCIPTAAN TUJUH RANGKAIN HARI
Andai
orang-orang mau menggunakan akal mereka memikirkan hakikat kejadian tujuh
langit, tujuh bumi, tujuh samudra, tujuh neraka, serta jika mereka mau
merenungkan penciptaan manusia yang dilengkapi dengan tujuh anggota badannya,
dan bahwa Allah pemberi rizki mereka (orang-orang gyang punya otak), niscaya
sadarlah ia sesadar-sadarnya bahwa semua itu merupakan dalil dan bukti bahwa
Pencipta semua itu bukanlah termasuk ke dalam makhluk-Nya yang tujuh macam,
yang tidak serupa sama sekali dengan mereka, dan tak pula bergantung pada
mereka, bahkan Dia-lah pencipta yang tujuh, pemberi rizki mereka, yang
menghidupkan dan yang mematikan makhluk-makhlluk-Nya.
Sebagin
ulama berbicara : “Oleh karena Allah swt. menciptakan langit dan bumi pada hari
Ahad, maka bagi siapa saja yang hendak membangun sesuatu atau bercocok tanam,
sebaiknyalah pada hari Ahad. Dan oleh karena Matahari dan Bulan sebagai benda
angkasa yang selalu beredar dan berkeliling diciptakan oleh Allah pada hari
Senin, maka sebaiknyalah orang yang hendak berangkat menuju suatu tempat atau
bepergian, melakukannya pada hari Senin.
Sedangkan
untuk seseorang yang ingin melakukan bekam (canduk) atau mengeluarkan darah
kotor hendaklah hari Selasa, yang pada hari itulah Allah swt. menciptakan hewan
dan binatang-binatang dan memperkenankan penyembelihannya. Dan bilamana Alah
Pencipta telah menjadikan laut dan sungai pada hari Rabu, juga membolehkan
memanfaatkan mulai hari itu, maka bagi orang yang ingin meminum obat, mulailah
pada hari Rabu. Adapun pada hari Kamis, Allah menciptakan surga, menanamkan
rasa rindu surga kepada manusia, menciptakan neraka, dan meletakkan rasa benci,
takut dan tak ingin masuk neraka pada hati manusia. Karena itu jika anda ingin
meminta, mengharapkan atau membutuhkan sesuatu dari orang lain, maka
hendaknya lakukanlah pada hari Kamis. Sedangkan pada hari Jum’at, selain
menciptakan Adam dan hawa (manusia), Allah menikahkan keduanya. Pada hari
Jum’at pula sebaiknya orang menikah atau menyambung tali silaturarahim.
Mengapa
Allah menamakan hari pertama hari Ahad? Menurut sebagian ulama, karena : “Pada
hari itu Allah memulai penciptaan.”
Hari
Ahad adalah awal semua rangkaian hari. Tak pernah ada sesuatu pun (ciptaan-Nya)
sebelumnya.
Dialah
Allah Mahaada, yang Dahulu, yang Tak Berawal, Mahasuci Allah, Mahaluhur, tiada
Tuhan selian Allah, sebenar-benar Raja.
Berikan
hatimu kepada yang engkau cintai
Dan
kau rindu
Namun
ketahuilah
Tiada
cinta sejati, kecuali
Kekasihmu
pertama (Allah Ta’ala).
Dialah
yang Awal dan yang Akhir, yang Lahir dan yang Batin. Ketahuilah! Andai hatimu
rindu dan cinta kepada ayah bunda, kepada anak istri atau saudara, karib
kerabat dan harta benda, namun tatkala hayatmu berpisah dari badan, berakhirlah
segalanya, dan putuslah hubungan kalbumu dengan mereka. Oleh karena itu,
jadikanlah Tuhan-mu, Allah, sebagai kekasih pertama dan sejatimu. Dengarlah
seruan Mahasuci : “Abdu-Ku, Akulah kekasihmu yang pertama. Kau akan
Merindukan-Ku. Dan membutuhkan-Ku pada Hari Kiamat, niscaya Aku akan
memuliakanmu.”
“Wahai
jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi
diridhai.” (Qs. 89:27-28).
Dengarlah
pula seruan-Nya yang lain :
“Abdi-Ku,
ketahuilah! Bahwa kekasihmu itu ada empat :
1.
Kekasih yang bermanfaat pada masa
kecil atau mudamu, namun menjadi berkurang daya manfaatnya, pada hari akhir
(saat besar dan tua) hidupmu. Itulah orang tuamu. Mereka bermanfaat dan meberi
perhatian penuh kepadamu. Mereka mampu mengasuh, mengurus, membesarkan dan
mencukupi segala kebutuhan hidupmu tatkala engkau masih kecil dan muda. Setelah
engkau besar, terlebih-lebih setelah engkau tua, mereka menjadi tua renta,
lemah dan tak mampu mengasuh dan mengurusmu lagi.
2.
Kekasih yang memberi manfaat, mampu
mengurus dan mencurahkan perhatian kepadamu ketika engkau tua, namun tidak
mampu mengurusmu (kurang bermanfaat) serta tidak mampu mencukupi kebutuhanmu
pada awal masa muda dan kuatmu. Kekasih itu tak lain adalah anak-anak
(putra-putrimu). Mereka mengurusmu dan membalas jasa (bermanfaat) kepadamu pada
hari-hari tuamu hingga akhir hayatmu.
3.
Kekasih yang hanya mampu dan
melibatkan diri dalam urusan lahiriahmu, dan tak mampu serta tak boleh
melibatkan diri dalam persoalan batin, keluarga, dan pribadimu. Itulah kenalan,
sahabt atau rekanmu. Mereka hanya menyambung gagasan dalam masalah lahiriahmu.
4.
Kekasih yang hanya layak dan
bermanfaat dalam masalah-masalah batiniah dan rumah tanggamu, namun tidak
mampu, tidak layak, serta kurang bermanfaat dalam masalah-masalah lahiriahmu.
Kekasihmu ini adalah isteri dan keluargamu. Mereka hanya patut melibatkan diri
dalam memecahkan perkara pribadi dan batiniah dengan mencurahkan daya dan
perhatian.”
Allah
melanjutkan : “Hamba-Ku, jika engkau ingin mencintai seseorang, maka cintailah
Aku. Aku adalah kekasihmu yang paling patut, paling memberi manfaat dan mampu
menolongmu kapan saja dalam segala persoalan, baik pada masa kecil dan muda
perkasamu, maupun pada masa akhir dan tuamu, dalam masalah lahiriah maupun
batiniah.
Alah
menamakan hari Ahad, dari salah satu nama-Nya. Al-Ahad.
“Katakanlah!
Dialah Allah yang Ahad (Esa, Tunggal).” (Qs. 112:1).
Al-Ahad,
dalam al-Qur’an mempunyai tujuh arti :
1.
Allah swt. (seperti ayat di atas
(Qs.112:1) juga dalam ayat : “Apakah ia menyangka bahwa tiada (Allah) yang
melihatnya?” (Qs. 90:7); “Apakah ia (Manusia) itu menyangka bahwa sekali-kali
tiada yang berkuasa atasnya?” (Qs. 90:5).
2.
Nabi Muhammad saw. : “(Ingatlah)
ketika kalian lari dan tidak menoleh kepada seseorang (Muhammad) (Qs. 3:153);
“.......... dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada seseorang pun
(Muhammad) untuk menyusahkannya.” (Qs. 59:11).
3.
Bilal r.a. : “Padahal tidak ada
satu pun yang memberikan sesuatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya.” (Qs.
92:19).
4.
Amalikha (salah seorang pemuda gua
(Ashabul Kahfi) : “Maka utuslah seorang di antaramu pergi ke kota dengan uang
perakmu ini.” (Qs. 18:19).
5.
Diqyanus : “Dan janganlah
sekali-kali dia menceritakan halmu kepada seseorang pun (Diqyanus).” (Qs.
18:19).
6.
Zaid bin Haritsah. R.a. : “Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang lelaki di antara kalian.” (Qs.
18:19).
7.
Makhluk Allah : “..... dan
janganlah mempersekutukan dengan apa pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Qs.
18:110).
Pengakuan orang-orang Nasrani :
“Ini hari kita.” Maka Allah swt. menolak pengakuan mereka dengan penegasan-Nya
tentang hari Ahad.
Ketahuilah
bahwa manusia, setelah Nabi Isa a.s. terpecah menjadi empat kelompok :
1.
Kelompok Nusthuriah : Kelompok ini
berpendapat bahwa Isa as. Adalah anak Allah, dan Maryam adalah isteri-Nya (Maha
Suci Allah dari tuduhan keji mereka ini, Pen).
2.
Kelompok Ya’qubiah : “Mereka
berpendapat bahwa Isa a.s. ialah Tuhan Allah yang turun dari langit ke rahim
Maryam, lalu lahir ke bumi (Maha Suci Allah dari tuduhan keji ini dan semoga
Allah mengutuk mereka. Pen).
3.
Kelompok Malkaniah : “Mereka
menuduh bahwa Tuhan itu ada tiga : Maryam, Isa dan Allah (Maha Suci Allah dari
kedustaan mereka. Pen). Al-Qur’an telah menolak pendapat orang-orang pandir ini
: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan Allah itu yang ketiga dari
yang tiga.” (Qs. 5:75).
4.
Kelompok (ahli) Haq : “Mereka
membantah keras tuduhan busuk ketiga golongan di atas, kelompok ini mengatakan
“Tidak. Isa bukanlah Tuhan. Dia adalah hamba Allah.” Kelompok ini bertumpu pada
dua ayat berikut : (1) “Itulah Isa Putera Maryam, yang mengatakan
kata-kata yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.”
(Qs. 19:34). (2) “Katakanlah! Dia-lah Allah yang Mahaesa. Yang tidak beranak
dan tak diperanakkan. Yang tidak pula ada sesuatu yang setara dengan-Nya.” (Qs.
112:1-4).
.Tentang
surat terakhir ini sebagian ulama mengatakan bahwa sebab turunnya surat
tersebut aalah lantaran seorang kafir musyrik dengan sombong mengaku dan
menyatakan diri sebagai sekutu Tuhan, dan surat tersebut turun sebagai
penolakan terhadapnya. Sebagian yang lain mengatakan bahwa pada
suatu saat kaum musyrikin Arab mengejek Rasulullah saw. : “Ceritakanlah kepada
kami tentang Tuhanmu, hai Muhammad! Dari bangsa dan jenis apakah Ia?” Dari
emas, perak, besi atau tembaga?” Pada saat itulah Jibril a.s. turun dengan
membawa surat (al-Ikhlas) ini dan berkata :
“Wahai
insan gagah satria
Wahai
insan peling lembut dan manis
Tuturnya
Wahai
Nabi termulia, Rasul paling utama,
Katakanlah
: “Dialah Allah yang Mahaesa.
Yang
kepada-Nya bergantung segala sesuatu (ash-Shamad).”
Pengertian
Ash-Ahamad ialah yang punya puncak kemuliaan (yang tak satu pun melebihi
kemuliaan-Nya). Ash-Shamad adalah Dia yang kita tuju yang kita bergantung
kepada-Nya) dalam segala urusan dan kebutuhan. Ada yang mengatakan bahwa arti Ash-Shamad
ialah yang tak makan dan tak minum, yang tidak tidur dan yang berdiri sendiri,
yang tak beranak dan tak diperanakkan.
Menurut
Ibnu Abbas, arti Ash-Shamad ialah yang tak mungkin siapa pun dapat mengatasi
atau melebihi-Nya. Dan menurut Maqatil, Ash-Shamad ialah yang suci dari aib dan
segala cela. Adapun menurut Imam Malik, Ash-Shamad ialah yang tak tersentuh
oleh kantuk ataupun tidur. Sedangkan menurut Abu Hurairah, arti Ash-Shamad
ialah Yang Mahakaya, Mahacukup (tak membutuhkan segala sesuatu), dan yang
dibutuhkan oleh segala sessuatu.
Dari
sisi lain, makna surat ini, ialah :
1.
Qul : mengandung rahasia :
“Menetapkan wahyu da al-Qur’an.
2.
Huwa : mengandung rahasia : “bebas
dari ketiadaan dan kehampaan.”
3.
Allah : mengandung rahasia : “bebas
dari kekafira dan penggantian agama.”
4.
Ahad : mengandung rahasia : “bebas
dari kemusyrikan.”
5.
Allahu Shamad : mengandung arti
rahasia : “ketidakadaan cela dan bencana dari-Nya secara terperinci
(tafshili).”
6.
Lamyalid walam yulad : mengandung
rahasia “tidak memperbanyak serta melebih-lebihkan.”
7.
Walam yakul lahu kufuan Ahad :
mengandung arti rahasia : tidak adanya sekutu dan keserupaan.”
Wahai
orang-orang yang bijak, katakanlah : “Huwa.” Wahai orang-orang yang rindu,
katakanlah : “Allah.” Wahai orang-orang yang taat, ucapkanlah :
“Ahad.” Wahai orang-orang yang zuhud, katakanlah : “Ash_Shamad.”
Wahai orang-orang yang ‘alim, katakanlah : “Lam yalid.” Dan wahai
orang-orang yang berbuat maksiat, ucapkanlah : “Walam yakul lahu
kufuan Ahad!”.
Ada
pula yang mengatakan, wahai hati, ucapkanlah : “Huwa.” Wahai sirr (nurani),
ucapkanlan : “Allah.” Wahai ruh, katakanlah : “Ahad.” Wahai lisan sebutlah :
“Ash_shamad.” Wahai pendengaran, katakanlah : “Lam yalid wa lam yulad.” Wahai
pandangan, ucapkanlah : “Wa lam yakul lahu kufuan Ahad.”
Selanjutnya,
hayatilah seruan Allah di bawah ini dalam kata-kata lain : “Wahai para musafir
pencari kebenaran : “Huwa” adalah isyarat tentang-Ku. Wahai orang-orang yang
mencintai-Ku, “Allah” adalah nama-Ku. Waahai umat tauhid, “Ahad” ialah
sifat-Ku. Wahai orang-orang yang rindu kepada-Ku, “Ash_shamad adalah sifat-Ku.
Wahai orang-orang yang suka beramal : “Lam yalid walam yulad” adalah nisbat-Ku.
Wahai orang-orang yang bijak, “Wa lam yakul lahu kufuan Ahad.” Adalah
kehebatan-Ku.”
BAB III.
TENTANG HARI SENIN
“Jangan
kalian menjadikan dua Tuhan!.” (Qs. 16:51).
Anas
bin Malik r.a. berkata : “Rasulullah pernah ditanya tentang hari Senin. “Hari
Senin adalah hari bepergian dan berdagang.” Jawab beliau.
“Mengapa
disebut hari bepergian dan berdagang, Ya Rasulullah?” tanya mereka kembali.
“Karena
pada hari Senin, Nabiyullah Syits a.s. pergi berniaga dan memperoleh
keuntungan.” Jawab Rasulullah saw.”
Sebagian
ulama meriwayatkan bahwa ada tujuh kisah penting yang terjadi pada hari Senin :
“Kenaikan Nabi Idris a.s. ke langit; bepergian Nabi Musa a.s. ke bukit
Thursina; turunnya wahyu tentang ke-Esaan Allah Ta’ala; lahirnya Muhammad Rasulullah
saw.; awal turunnya Jibril a.s. membawa wahyu kepada Rasulullah saw.;
diperlihatkannya amal-amal Mukminin kepada Nabi Muhammad saw.; wafatnya
Habibullah, Muhammad saw.
1.
KENAIKAN NABI IDRIS a.s. KE LANGIT
“Dan
ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah Nabi Idris yang tersbut di
dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat benar lagi seorang
Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Qs. 19:56 -57).
Sebenarnya,
nama Idris adalah “Uhnukh”. Ia mendapat predikat Idris karena banyak
ber-tadarus (membaca) Kitabullah (al-Qur’an). Padahal pekerjaan sehari-harinya
ialah tukang jahit. Acap kali ketika menusukan jarum, ia senantiasa melafalkan
tasbih (Subhanallah, Pen). Kepada Allah. Bila sudah selesai jahitan diserahkan
kepada pemiliknya dengan segera tanpa menuntut imbalan. Di samping seorang
penjahit, ia juga ahli ibadat siang dan malam, sampai-sampai malaikat maut
ingin menziarahinya, agar langsung dapat mengetahui ketekunan inbadahnya.
Suatu
ketika, setelah memohon izin kepada Allah, datang kepadanya malaikat
maut menyamar sebagai seorang lelaki tampan membawa makanan surga untuk
hidangan buka puasa Nabi Idris a.s. sore itu. Sebagaimana biasa, ia berbuka
puasa setiap hari dengan makanan surga yang dibawakan oleh malaikat.
“Makanlah!”
Nabi Idris a.s. mulai berbuka seraya menawarkan kepada lelaki (malaikat maut)
yang duduk mendampinginya. Sang lelaki diam saja. Seusai berbuka, Idris a.s.
shalat. Lali ia menenggelamkan diri dalam kekhusyukan ibadah dan munajat kepada
Allah swt. hingga menjelang fajar, bahkan sampai matahari menyingsing. Sang
lelaki tetap menunggunya dan tidak pernah bergeser dari tempat duduknya.
“Hai
laki-laki!” tegus Idris sesudah Shalat. “Tidaklah lebih baik kita
berjalan-jalan menghilangkan kebekuan, menjemput keceriaan dan keriangan?”
“Baiklah.”
Sambut malaikat maut. Maka berjalanlah keduanya hingga sampai di persawahan.
“Aduhai
‘kan kupetik tangkai padi itu, untuk kumakan isinya.” Ujar sang lelaki.
“Subhanallah,”
sekarang Anda hendak makan barang haram setelah semalam tak mau kuajak makan?”
sambut Nabi Idris terkejut.
Empat
hari lamanya mereka bergaul. Dan nampaklah oleh Idris bahwa sifat dan tabiat
lelaki tersebut banyak berlainan dengan manusia biasa. Akhirnya Nabi Idris
bertanya kepada lelaki itu : “Siapakah Anda sebenarnya?”
“Aku
malaikat maut.”
“Anda
sang pencabut nyawa?”
“Betul.”
“Sudah
empat hari Anda bersamaku. Apakah Anda sudah mencabut nyawa seseorang?”
“Tentu.
Malah sudah banyak sekali nyawa yang kucabut. Begitu aku mencabut nyawa seperti
mencomot hidangan di piring sesuap demi sesuap.”
“apakah
maksud kedatangan Anda untuk menjemputku, atau berkunjung?”
“aku
datang untuk berkunjung.”
“Sekarang
aku ingin Anda mencabut ruhku, Tetapi mohonlah kepada Allah supaya aku
dihidupkan kembali. Sehingga setelah merasakan mati, aku akan bertambah
beribadah.” Pinta Idris.
“Aku
tak akan mencabut nyawa siapa pun tanpa izin Allah Ta’ala.” Jawab malaikat
maut.
Lalu
turunlah wahyu mengabulkan keinginan Idris a.s. Malaikat maut pun mencabut
nyawa Idris. Setelah Nabi Idris a.s. wafat, malaikat menjadi sedih berurai air
mata. Ia berdoa agar temannya. Idris dihidupkan kembali. Doanya dikabulkan
Allah. Idris a.s. kembali hidup seperti sedia kala.
“Saudaraku,
Idris bagaimanakah rasanya mati?” tanya malaikat maut kepadanya seraya
merangkulnya.
“Sungguh,
betapa mati itu lebih terasa pedih ketimbang yang dirasakan oleh seekor
binatang yang dikuliti dalam keadaan hidu-hidup sampai seribu kali.” Demikian
Idris melukiskan pengalaman matinya.
“Padahal
inilah pencabutan nyawa yang paling hati-hati kulakukan dan dengan amat kasih
sayang kepadamu, yang belum pernah kuperbuat terhadap seseorang pun selainmu.”
Sambut malaikat maut.
“Wahai
malaikat maut, kini kau punya keinginan lain. Aku ingin melihat Jahanam untuk
rasa takutku kepadanya, dan agar akau semakin giat beribadah kepada Allah,
setelah aku menyaksikan berbagai siksaan dan keadaan di sana.” Kata Idris.
“Mana
mungkin kita bisa ke neraka tana izin-Nya.” Wahyu pun turun memperkenankan.
Maka pergilah Idris bersama malaikat maut ke neraka Jahanam menyaksikan
berbagai alat penyiksaan. : belenggu dan rantai-rantai, kobaran api dan
duri-duri, timah amat panas dan air yang mendidih bergolak, ular-ular besar dan
kalajengking-kalajengking.
Sepulang
dari neraka, ia berkata : “Malaikat maut, sekarang aku ingin mengetahui surga.
Aku ingin menyaksikan segala yang ada di sana : seperti puspa ragam keindahan,
aneka kenikmatan dan kesenangan yang disediakan oleh Allah untuk orang-orang
yagn beramal saleh. Agar aku lebih taat lagi.”
“Kita
dapat masuk surga hanya dengan izin Allah.” Jawab malaikat. Wahyu pun turun,
dan berangkatlah mereka ke surga. Tampak di mata Idris a.s. perbagai keindahan
di kanan kiri aneka pemandangan penuh nikmat dan kesenangan, kelezatan dan
kemegahan yang amat mengesankan, menyejukan hati dan sedap dipandang mata.
Ketika itulah ia berkata kepada malaikat mat : “Saudaraku pahit getir dan sakit
pedihnya mati telah kurasakan. Neraka telah kumasuki, dengan keadaannya yang
mengerikan. Maka mohonkan kepada Allah agar aku boleh masuk ke dalam surga dan
meneguk airnya yang sejuk segar, penghapus rasa getir dan penawar pedihnya
mati.
Ia
masuk setelah Alalh memperkenankan. Kemudian keluar sebentar, lalu kembali
masuk untuk kedua kalinya sambil menaruh terumpahnya di pohon surgawi. Sesudah
keluar, ia berkata kepada malaikat mat : “Terumpahku telah kutinggalkan di
dalam surga sana.”
“Ambillah!”
seru malaikat.
Idris
a.s. masuk sekali lagi, dan tidak mau keluar lagi. Ketika malaikat maut
memanggilnya keluar, Idris a.s. menolak tak perduli.
“Bukankah
Allah berfirman :
“Setiap
jiwa akan mengalami mati .....” (Qs. 3:185).
Dan
aku sudah mati. Dan Dia berfirman :
“Dan
tiadalah seseorang melainkan mendatanginya (neraka)...” (Qs. 19:71).
Sedang
aku sudah ke sana. Juga firman-Nya :
“Dan
tidaklah mereka (di dalam surga) keluar darinya........” (Qs. 15 : 48).
Maka
Allah mewahyukan : “Ya malaikat maut, biarlah dia! Aku memutuskan dia untuk
terlebih dahulu tinggal di dalam surga.” Kisah ini dibawakan olrh Rasulullah
saw.
“Dan
ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah Idris yang tersebut di dalam
al-Qur’an. Sesungguhnya ia seorang yang benar dan seorang Nabi. Dan Kami telah
mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Qs. 19:56-57).
Sungguh
berbahagia Idris di tengah-tengah keindahan taman Firdaus nan abadi dan di
taman bahagia duniawi, berkat pelajaran yang dianugerahkan Allah Pengurus
langit dan bumi. Idris banyak membaca Kitabullah dan dapat menentang kejahatan
iblis terkutuk.
2.
KENAIKAN MUSA a.s.
KE BUKIT THURSINA
“Dan
tatkala Musa datang (untuk bermunajat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan .....” (Qs. 7:143).
Ada
tujuh perjalanan Musa a.s. yang bersejarah dalam hidupnya :
a.
Perjalanan untuk menghindari amarah
serta ancaman Fir’aun yang zalim, dengan dihanyutkan oleh ibunya di sungai
(safarul ghadhab). “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa : Susukanlah dia, dan
apabila kamu khawatir kepadanya, hanyutkanlah dia di sungai (nil)” .....” (Qs.
28:7).
b.
Perjalanan Musa a.s. sewaktu
melarikan diri dari negeri Mesir ke Madyan (safarul Harb). “(Maka
keluarlah Musa a.s.) dari kota itu, dengan rasa takut menunggu-nunggu, ia
berdoa : “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim!” (Qs.
28:21).
c.
Perjalanan dalam mencari titik
cahaya api yang dia lihat ketika membutuhkannya di tengah perjalanan pulang
dari negeri Madyan (Safaruth thaib). “Maka tatkala Musa telah menyelesaikan
waktu yang ditentukan dan berangkat bersama isterinya, dilihatnya api yang
berkedip di lereng gunung, ia berkata kepada keluarganya : “Tunggulah (di
sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suluh api
agar kamu dapat menghangatkan badan.” (Qs. 28:29)
d.
Perjalanan yang menyebabkan
kebinasaan musuhnya. Yaitu tatkala ia membelah laut untuk menyelamatkan diri
dan kaumnya, sedang Fir’aun dan pasukannya yang menguntitnya tenggelam digulung
air hingga binasa (safurus sabab). “Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain
(Fir’aun dan kaumnya.” (Qs. 26:65-66).
e.
Perjalanan yang sarat dengan
keheranan, sat Musa a.s. dan para pengikutnya terdapar di tanah sesat (negeri
Tih) selama empat puluh tahun, yang Allah beri makan mereka dengan manna dan
salwa (sebangsa madu dan manisan – Pen), dan Ia pancarkan mata air dari batu
sebagai minuman mereka (safarul ‘ajab). “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air
untuk kaumnya, lalu kami berfirman : “Pukullah batu itu dengan tongkatmu! ‘Lalu
memancar darinya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui
tempt minumnya.” (Qs. 12:60). “Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami
turunkan kepadamu Manna dan salwa .....” (Qs. 2:56).
Menurut sumber lain, jumlah
pengikut Musa di negeri Tih kala itu adalah tujuhpuluh ribu orang.
f.
Perjalanan dalam mencari Nabi
Khdihir a.s. untuk berguru, hingga sampai di tempat pertemuan dua laut (safarul
ladab). “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya (Yusya bin Nun) :
“Aku tak akan berhenti berjalan sebelum sampai di pertemuan dua lautan, atau
aku akan berjalan hingga bertahun-tahun.” (Qs. 18:60).
g.
Perjalanan penuh suka cita, yaitu
ketika naik bukit Thursina untuk bermunajat kepada Alalh swt. (safiruth tharb).
“Dan ketika Musa datang (bermunajat
kepada-Ku) pada wktu yang Kami tentukan.” (Qs. 7:143).
Ayat
ini melukiskan mi’rajna Musa dan sebagai dalil penguat kejadian besar (Isra
Mi’raj nabi Muhammad saw.) yang diabadikan dalam ayat :
“Maahsuci
(Allah) yang telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Qs. 17:1).
Pada
Mi’raj keduanya (Musa a.s. dan Rasulullah saw.) terdapat beberapa perbedaan :
a.
Musa a.s. naik ke Bukit Thursina.
Sedangkan Rasulullah saw. turun dari Buraq di Batil Maqdis lalu dinaikan oleh
Allah Maula ‘Azza wa Jalla ke angkasa hingga ke Sidratil Muntaha. Sesampainya
di sebuah tempat, beliau berkata dalam hati : “Wahai, di manakah gerangan
berada jiwa al-Musthafa ini?” Kalbunya menyahut dengan seuntai tanya
: “Wahai, dimanakah perasaan al-Musthafa ini berada?” “Ah, Muhammad tengah
menyaksikan apa pula ?” nuraninya bertanya.
b.
Nabi Musa a.s. Mi’raj ke bukit
Thursina, sedangkan Nabi Muhammad Mi’raj ke atas hamparan cahaya.
c.
Kepada Nabi Musa a.s. Allah
berfirman : “Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu hai Musa>” (Qs.
20:83). Sedangkan kepada Rasulullah saw. Allah berfirman : “Mahasuci Allah yang
telah menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan tanda-tanda
kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs.
17:1).
d.
Kepada Musa a.s. Allah
memerintahkan agar melepas alas kakinya. “ ..... maka tanggalkan kedua
terumpahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah suci Thuwa.” (Qs. 20:12). Adapun
kepada Nabi Muhammad saw. Allah melarang melepaskan terumpahnya : “Jangan kau
lepaskan sandalmu!.”
Menurut
sebuah riwayat, Rasul saw. pernah bercerita : “Aku bermaksud akan melepas alas
kaki pada malam Isra Mi’rajku. Tapi tiba-tiba kudengar suara : “Jangan! Jangan
kau tinggal terumpahmu. Kenakanlah! Agar “Arasy mendapat kehormatan dan
Kursi-Ku menjadi di bawah tapak alas kakimu!”. Aku Muhammad berkata : “Ya
Rabbi, Kau titahkan saudaraku, Musa, meelpaskan alas kakinya saat di lembah
suci Thuwa untuk menghadap-Mu.” Allah Ta’ala menjawab : “Dekatlah engkau ke
sini Ya Ahmad! Hampirlah kemari, wahai Abal Qasim! Engkau bukanlah Musa. Dia
Kalim-Ku, sedang engkau Habib.”
Adapun
Musa a.s. (Sebagaimana tersebut dalam Qs. 7:43), dikala datang ke Miqat Allah
swt. (pada saat yang telah Ia tentukan), dia berkeinginan amat melewati batas
kehendak seorang manusia : ingin melihat Allah secara langsung. Tapi Allah
berfirman : “Wahai Musa! Itu tak mungkin. Jauh ....! Amat jauh sekali engkau
dapat melihat-Ku. Aku adalah Allah, Mahawelas, Mahasayang, yang apda hari ini (
di dunia) tak mungkin mata dapat memandang dan melihat-Nya.
3.
TURUNNYA AYAT TENTANG KEESAAN ALLAH PADA HARI SENIN
“Janganlah
kalian menduakan Tuhan.” (Qs. 16:51).
“......
maka jika anak itu semuanya perempuan, lebih dari dua.” (Qs. 4:11).
Mahasuci
Allah dari semua itu. Dialah Allah Tuhan Mahaesa, Mahatunggal, tiada sekutu
bagi-Nya, tiada yang menyerupai-Nya, yang menjadikan sesuatu berpasang-pasangan
(itsnain). Dia menciptakan Arasy dan Kursi, siang dan malam, pepohonan dan
sungai, dan manusia, surga dan neraka, daratan dan lautan, Lauh (papan) dan
Qalam (pena), Dia ciptakan bulan dan matahari, langit dan bumi. Ia
pasang-pasangkan sehat dan sakit, luas dan sempit, sunnah dan kewajiban,
pertemeuan dan perpisahan, kebaikan dan keburukan, mafaat dan mudharat, mati
dan hidup.
Dialah
Allah pencipta tanah dan tanaman, yang menjadikan terang dan gelap, teduh dan
panas, bermacam-macam penyakit, kesenangan, kedukaan, bebatuan, rambut,
laki-laki dan perempuan, kalbu dan lisan, tangan, kaki, telinga dan mata. Semua
merupakan bukti, fakta dan pernyataan kepada segenap makhluk bahwa Dia
Mahapencipta, Tuhan yang Mahaesa, tempat bergantung segala sesuatu, yang tiada
Tuhan selain-Nya.
“Janganlah
kalian menduakan Tuhan.” (Qs.16:51).
Ayat
ini merupakan dalil tentang keesaan Allah Ta’ala. Siapa yang mau memikirkan dan
melihatnya dengan mata ma’rifat dan iman, niscaya ia akan mendapatkan bahwa
penciptanya adalah Allah yang Mahakuasa, Mahatunggal, Maha Pengasih dan
Pengarunia nikmat, yang mewujudkan alam semesta, Pengendali peredaran waktu.
“Sungguh
heran
Mengapa
bermaksiat, menetang dan ingkar
Terhadap
Allah Rabbul ‘Izzati
Padahal
Dialah
Penggerak, Pengendali segala
Sesuatu
Lagi
Penyaksi abadi
Di
balikyang berkelip ada bukti
Dialah,
Allah Mahaesa lagi Mahasuci.”
4.
KELAHIRAN RASULULLAH
Ada
beberapa mukjizat yang mengiringi kelahiran Rasulullah :
a.
Lepasnya sang bunda al-Mushtafa
tercinta (Aminah) dari derita selama mengandung.
b.
Tiada menembus kalbu sang
Mukmmmdirasakan sang bunda rasa sakit dan pedih sewaktu melahirkan.
c.
Beliau lahir sudah dalam keadaan
dikhitan.
d.
Dari sejak beliau lahir hingga
kiamat, setan dilarang memanjat ke langit untuk mengikuti pecakapan para
malaikat.
Pada
saat kelahiran Rasulullah, setan dan iblis terkutuk berembuk : “Dahulu kita
diperkenankan Allah naik ke langit, namun mulai hari ini kita dilarang ke sana
untuk selamanya.”
“Sekarang.”
Ujar iblis kepada setan, “berkelilinglah kalian, berpencarlah ke timur da ke
barat, ada kejadian apakah kiranya!” Mereka pun berkeliaran hingga bertemu di Makkah.
Setiba di sana, mereka terheran-herandemi menyaksikan suatu peristiwa yang sang
bayi al-Musthafa tengah dikelilingi malaikat yang dengan riang gembira –
mengucapkan selamat. Sementara dari dirial-Musthafa mencuat cahaya ke langit.
“Binasalah
aku!” pekik iblis menerima laporan dari setan-setan.
“Kiranya
telah datang rahmat anak Adam, telah terbit tnda-tanda alam. Itu sebabnya kita
dilarang oleh Allah untuk nai ke langit. Karena langit merupakan pusat pandang
mata Muhammad dan ummatnya.” Katanya lagi.
“Dan
Kami hiasi langit bagi orang-orang yang memandangnya.” (Qs. 15:16).
Apabila
setan-setan tak mampu lagi menembus langit yang menjadi pusat pandangan
orang-orang Mukmin, bagaimana mungkin mereka dapat menembus kalbu
sang Mukmin yang merupakan tempat dan pusat pandang Allah al-Muhaimin.
Ka’ab
al-Akhbar berkata : “Aku pernah membaca di dalam Taurat, bahwa Alalh pernah
menerangkan kepada umat Musa a.s. tentang saat kelahiran Muhammad saw.
Disebutkan bahwa apabila bintang ‘ats-Tsabit” (yang diam tak bergerak) yang
kalian kenal itu suatu ketika bergerak dan berjalan, maka pada saat itulah
kelahiran Rasulullah saw. Namun setelah Rasul lahir, mereka membungkam dan
mengubur berita itu dalam kebencian mereka.”
“Allah
telah menjelaskan pula dalam Injil, kepada kaum Isa a.s. bahwa saat kelahiran
seorang Rasul terakhir akan ditandai dengan tumbuh menghijau dan berbuahnya
kembali sebatang kurma yang telah kering kerontang. Tapi tatkala kabar dalam
injil ini terbukti (pohon kurma itu hidup dan berbuah) mereka mengingkari
kenyataan, dan memendam peristiwa kelahiran al-Musthafa itu di dalam
kebungkaman lantaran iri dan benci.
Di
dalam Zabur pun disebutkan bahwa ada sebuah mata air termasyhur yang telah lama
kering. Suatu saat ia akan kembali memancarkan airnya tepat pada saat lahirnya
Nabi akhir zaman. Namun setelah mengetahui hal itu, mereka menyembunyikannya di
balik perasaan iri-dengki mereka.”
e.
Tercurahnya kembali air susu
Halimah Sa’diyah pada saat menyusui Nabi. Padahal sebelumnya telah berhenti,
tidak memancar dalam waktu yang lma. Dalam sebuah riwayat, dikatakan bahwa
Abdul Muthalib bercerita : “Kala itu aku tengah berada di sekitar Ka’bah.
Tiba-tiba aku terkejut melihat patung-patung bergelimpangan tunduk sujud ke
hadirat Allah. Lalu kudengar suara dari balik dinding Ka’bah : “Telah lahir
seorang Rasul yang akan menghancurleburkan benteng-benteng kekufuran dan
menyucikan-Ku dari berhala-berhala sesembahan serta menitahkan para insan
beibadah kepada Allah, Maha Raja Diraja semesta alam.”
5.
MALAIKAT JIBRIL TURUN PERTAMA KALI
KEPADA RASULULLAH
Ada
beberapa hal yang menjadi sebab turunnya wahyu yang pertama kepada Rasulullah.
Di antaranya ialah bahwa Muhammad bin Abdullah, sebelum menerima Nubuwwat,a
dalah seorang yang gemar ber-Khalwat (menyendiri untuk bertafakur – Pen) dan
banyak beribadat. Beliau isi hari-harinya selama empat puluh tahun dengan taat
dan dekat kepada Allah. Sikap dan kebiasaannya yang terpuji, luhur, disegani,
dikagumi, dihormati, dan amat dicintai, hingga digelari “al-Amin” (orang yang
jujur dan terpercaya).
Kebiasaan-kebiasaannya
seperti itu menambah terang cahaya cinta (mahabbah) kepada-Nya di relung
kalbunya, hingga mengalahkan rasa cinta kepada selain-Nya, dan mendorong banyak
bertafakur serta mengalirkan butir-butir airmata kepatuhan kepada-Nya.
Bila
melihat orang karam di laut kesibukan
Katakanlah,
ia tengah tenggelam dan kerinduan
Dan
orang lain pun niscaya tahu keadaannya
Hamzah
bin Abdul Muthalib paman Rasulullah, bertanya kepada Atikah, saudaranya :
“Tahukah kau apa yang sedang dirundung Muhammad, keponakan kita? Ia nampak
demikian pucat pasi, banyak merenung, tiada gairah bergaul seolah-olah ada
sesuatu yang menimpanya.”
Atikah
diam. Sementara itu kaumnya, demi melihat keadaan Rasulullah murung, mencoba
melipur dan memecahkan persoalan yang dihadapi beliau.
“Muhammad,
andai hatimu duka atau sakit, ceritakanlah kepada kami agar deritamu, dapat
kami tanggung pula.”
Tapi
Rasulullah diam saja.
Beliau
mengenakan kainnya, lalu berjalan menuju bukit Hira. Di sana beliau merintih
khusuk ke hadirat Alalh dengan rintihan yang menggoncangkan istana di tujuh
langit, dan menjadikan para bidadari surgawi mengadu kepada Allah tentang
beliau karena iba.
“Ilahi,
kami mendengar rintihan seorang manusia yang paling mencintai-Mu.” Saat itulah
Allah swt. menyuruh Jibril a.s. “Ya Jibril, tiba saatnya engkau membawa wahyu
untuk menerangkan hukum-hukum tentang perintah dan larangan-Ku. Turunlah kepda
kekasih-Ku, yang paling baik dan utama dari seluruh makhluk-Ku. Sampaikanlah
salam dari-Ku kepadanya! “Malaikat Jibril pun turun dan memanggil-manggil Nabi
Muhammad saw. dari ruang angkasa. Maka nampak di mata beliau sesosok makhluk
berpakaian hijau-hijau.
“Bacalah!”
perintah Jibril a.s. kepada Rasulullah yang merentangkan tangannya ketakutan.
“Bacalah!
Perintah Jibril sekali lagi sambil memegang dan mendekap Rasul.
“Aku
tak bisa membaca.” Jawab Rasul gemetar.
“Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Ia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah.” (Qs. 96:1-2).
Setelah
mengalami peristiwa bersejarah itu, Rasulullah pulang mengisahkan kepada sang
isteri, Khadijah.
“Khadijah,
isteriku, selimuti aku! Selimutilah! Sungguh aku takut pada peristiwa luar
biasa tadi.”
“Duhai
suamiku. Engkau penyambung silaturahim. Penyayang para yatim, pecinta
perkara-perkara agung, dan berbudi amat luhur, Tuhanmu niscaya tak akan
memperlakukanmu melainkan dengan kebaikan.” Khadijah sang isteri, mencoba
menghibur dan menenangkan perasaan sang sami dengan tutur yang lembut dan
sendu.
“Terbertik
di hatiku, mungkin peristiwa itu merupakan suatu berita besar dan agung yang
belum pernah dialami oleh para Nabi terdahulu.” Sambung Khadijah yang kemudian
menyelimuti Nabi. Lalu turun pula wahyu :
“Wahai
orang yang berselimut, bangkitlah. Beri peringatanlah. Dan Tuhanmu,
besarkanlah!” (Qs. 74:1-3).
“Ya
Khadijah, inilah makhluk yang pernah datang itu.”
“Wahai
suamiku, akan kuuraikan rambutku. Bila setan, ia akan nampak, dan jika utusan
Allah ia tak terlihat.”
Setelah
Khadijah menyibakkan rambut, bertuturlah Rasulullah : “Hai Khadijah, ia lenyap
dari pandanganku.”
“Ajaklah
aku kepada Islam. Sungguh engkau adalah utusan Allah. Jibril a.s. telah datang
kepadamu.” Akhirnya masuk Islamlah Khadijah, Ummul Mukminin, satu-satunya
wanita paling awal memeluk Islam.
6.
PEMAPARAN AMAL-AMAL KAUM MUKMININ KEPADA
RASULULLAH
,
dan matiku pun lebih baik bagimu.”
“Ya
Rasulullah kami tahu bahwa hidupmu lebih baik bagi kami. Namun bagaimanakah
tentang wafatmu yang juga lebih baik bagi kami?”
Rasulullah
menjawab : “Hidupku lebih baik untukmu, yakni kuajak kalian ke jalan Allah
dengan hikmah dan nasihat yang bijak. Adapun mengenai matiku lebih baik bagimu,
karena amal-amalmu diperlihatkan kepadaku pada setiap hari Senin dan Kamis
Andai kutemui amal saleh, gembiralah aku. Jika kulihat amal buruk dan dosa, aku
beristighfar dan memohon kepada Allah swt. agar mengampunimu.”
7.
WAFATNYA RASULULLAH
Ibnu
Mas’ud berkata : “Di kala hari perpisahan Rasulullah saw. telah dekat, kami
berkumpul di rumah Aisyah. Beliau memandangi kami dengan berlinang air mata :
“Selamat datang saudara-saudaraku. Semoga Allah melimpahkan hidayah kemuliaan
dan kasih sayang kepada kalian. Aku berwasiat kepadamu, bertakwalah kepada
Allah. Dia telah berpesan kepadaku, yang telah menjadikanku khalifah kalian,
bahwa aku adalah pembawa peringatan yang nyata. Jangalah kalian berlaku sombong
kepada-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan kita!.”
“Negeri
akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan
tidak berbuat kejahatan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu bagi
orang-orang takwa.” (Qs. 28:83).
“Kemudian
kami bertanya tentang ajalnya. “Sesungguhnya.” Jawabnya : “Ajal telah dekat,
dan tempat berpulang hanyalah kepada Allah, ke sidratul Muntaha, ke surga dan
Asary yang tinggi.”
“Siapakah
yang berkenan memandikanmu?”
“Seorang
glaki-laki Ahlul Baitku.”
“Bagaimana
cara kami mengafanimu, ya Rasulullah>”
“Cukup
dengan bajuku ini, atau dengan kain tenunan Yaman, bila kalian mau.” Jawabnya
sendu.
“Dan
siapa pula yang akanmenyalatimu?”
“Sementara
beliau belum sempat menjawab, berderailah air mata sendu-sedan kami, tiada
tertahankan, menanggung kesedihan mengiringi cucuran air mata beliau. Beliau
lantas menjawab : “Tunggulah sejenak. Semoga Allah memaafkan kalian.”
“Seuasai
memandikan dan mengafaniku, baringkanlah aku di atas peterana di rumah ini, di
sisi lobang lahatku. Lalu keluarlah kalian sejenak, yang pertama kali
menyalatiku adalah karibku Jibril, kemudian Mikail, Israfil dan izrail, bersama
bala tentara mereka masing-masing. Sesudah mereka, masuklah kalian secara
bergantian. Hendaklah orang yang pertama kali menyalatiku di antara kalian
adalah seorang lelaki dari Ahlil Baitku, kemudian kamum wanitanya. Barulah yang
lain.”
“Sehari
atau dua hari berselang, Rasulullah jatuh sakit (sakit terakhir) selama delapan
belas hari yang mengantarkannya ke akhir hayatnya. Pada hari Ahad, semakin
bertambah sakitnya. Kala itu Bilal mengumandangkan azan. Kemudian memanggil
Rasul saw.
“Assalamu’alaikum,
ya Rasulullah. Telah tiba waktu shalat!” Dari dalam, Fatimah az-Zahra menjawab
: “Rasulullah tengah sakit.” Mendengar jawaban Fatimah, Bilal kembali masuk ke
Masjid dengan perasan gelisah sampai fajar. Ketika fajar tiba, kembali
memanggil-manggil nabi. Kali ini beliau mendengar suara Bilal. “Masuklah Bilal,
Aku sdang menanggung sakit. Suruhlah Abu Bakar menjadi imam shalat kalian.”
“Dengan
langkah gontai, Bilal keluar sambil mengeluh : “Oh, tolonglah aku. Tolonglah,
betapa remuk redam tulang balungku. Seandainya ibuku tak melahirkanku.”
“Wahai
Abu Bakar, Rasulullah menyuruh Anda mengimami shalat pada subuh ini.” Kata
Bilal.
“Abu
Bakar, yang berperasaan lembut, demi melihat Rasulullah tak ada di tempat
shalatnya, pingsan sehingga jamaah berhiruk pikuk sampai terdengar oleh
Rasulullah. “Fatimah, suara apakah itu?” Rasulullah bertanya kepada puterinya.”
“Suara
riuh kaum muslimin di masjid, karena kehilangan ayah.” Jawab Fathimah.”
“Saat
itu juga Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib untuk membimbing Nabi ke
Masjid. Seusai shalat, Rasulullah berpidato : “Hadirin! Kalian adalah amanat
Allah, dan dalam naungan-Nya. Aku berpesan, bertakwalah kalian kepada Allah.
Aku akan segera meninggalkan dunia ini. Hari ini adalah hari awal akhiratku,
dan hari akhir duniaku.”
Kemudian
Allah memerintahkan malaikat maut :
“Datanglah
engkau kepada kekasih-Ku, Muhammad, dengan sebaik-baik rupa dan penampilan. Dan
lemah-lembutlah dalam menjemput ruhnya. Bia ia memperkenankamu, masuklah. Jika
tidak, maka kembalilah!.”
“Assalamu’alaikum
ya Ahlul Bait wahyu dan Risalah.” Malaikat maut turun mengetuk pintu Rasulullah
dengan sosok seorang Arab amat tampan.
Mendengar
suara itu itu, Fatimah menjawab :
“Wahai
hamba Allah, Rasulullah sedang sakit.” Kemudian malakul maut mengulangi
salamnya.
“Assalamu’alaikum.”
Ucap malaikat maut lagi.
Mendengar
seseorang mengucap salam, Rasulullah bertanya kepada Fatimah : “Siapakah dia?”
“Seorang
lelaki, Ayah. Sudah kusampaikan bahwa Rasul sedang sakit.”
Tidak
lama kemudian, malaikat maut mengucapkan salam kembali dengan suara yang menggetarkan
badan dan mengguncangkan sendi-sendi.
“Tahukah
engkau, hai Fatimah, siapakah dia?” beliau berkata kepada puterinya setelah
mendengar suara itu.
“Tidak!”
jawabnya.
“Itulah
dia yang menceraikan kita dari aneka kelezatan yang memisahkan kita dari riang
gembira berkumpul bersama, yang membuat rumah-rumah menjadi kosong, yang
menjadikan kuburan-kuburan bertambah ramai.” Lanjutnya.
“Masuklah,
hai Malaikat maut!” seru Nabi.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum
salam, Kau datang untuk berziarah atau untuk menjemputku?” tanya Nabi kepada
sang Malaikat.
“Aku
datang untuk berziarah sekaligus menjemputmu, jika kau mengizinkan. Tapi kalau
tidak, aku akan segera kembali.”
“Wahai
malaikat maut, dimana kekasihku Jibril.”
“Ia
kutinggal di langit dunia. Dan segenap malaikat akan melayatmu.”
Tidak
lama kemudian, Jibril a.s turun dan duduk di dekat kepala Nabi saw.
“Wahai
Jibril, bukankah engkau telah tahu ajalku sudah hampir?”
“Betul,
ya Habiballah.” Sambut Jibril.
“Ceritakanlah
kepadaku, apa yang sudah disediakan di sisi Allah untukku?”
“Semua
pintu-pintu langit telah dibuka. Seluruh Malaikat berkumpul berbaris akan
menyabut ruhmu.” Jawab Jibril.
“Alhamdulillah.”
Ucap Rasul. “dan hiburlah aku dengan berita yang lain, ya Jibril!.”
“Pintu-pintusurga
sudah dibuka. Sungai-sungai telah mengalir,d an puspa ragam bebuahan lezat
telah tersedia. Semua menanti ruhmu. Dan engkau adalah manusia yang pertama
kali memberi syafa’at.” Kata Jibril menghibur
“Segala
syukur dan puji bagi Allah. Tolong ceritakan berita yang lain kepadaku, ya Jibril!.”
“Tentang
apa?” tanya Jibril.
“Tentang
orang-orang yang membaca al-Qur’an sepeninggalku. Orang-orang yang berpuasa
pada bulan Ramadhan. Orang-orang yang berziarah ke Baitullah Al-haram untuk
menunaikan Haji. Bagaimanakah mereka?”
“Allah
telah menandaskan.” Aku telah mengharamkan surga bagi segenap Nabi dan umatnya,
sebelum engkau beserta umatmu masuk surga terlebih dahulu.”
Mendengar
penjelasan dari Jibril, Nabi berkata : “Kini tenteramlah hatiku!” Wahai
malaikat maut, mendekatlah!.”
Saat
itu Ali bin Abi Thalib bertanya kepada beliau : “Siapakah yang menadikan dan
mengafanimu, ya Rasulullah?”
“Yang
akan meandikanku adalah engkau. Sedang Ibnu Abbas yang mencucurkan airnya.
Sesudah kalian berdua memandidkan dan mengafaniku, keluarlah beberapa saat
sebagaimana yang pernah kujelaskan dahulu.”
Maka
malaikat maut mulai menjemput ryh Rasulullah dengan amat hati-hati dan lemah
lembut. Akhirnya, manusia teladan paling utama itu berpisah dari dunia fana.
Anas
bin Malik bercerita : “Aku pernah lewat di depan pintu rumah Aisyah. IA tengah
bersedu sedan berurai air mata ssambil merangkai kalimat :
Wahai
yang tak pernah mengenakan sutera
Dan
tak pernah tidur di atas tilam
Wahai
yang gpergi dari dunia fana
Dan
yang tak pernah kenyang
Wahai
yang lebih memilih tikar ilalang
Ketimbang
ranjang
Wahai
yang setiap malam tiada lelap
Lantaran
takut api neraka Sa’ir
Diriwayatkan
pula dari Said bin Ziyad, dari Hadid bin Sa’ad bahwa Muadz bin Jabal bertutur :
“Aku pernah diutus oleh Rasulullah saw. ke negeri Yaman. Di sana aku tinggal
selama duabelas tahun di rumah tingkat.
“Pada
suatu malam aku bermimpi didatangi seseorang. Katanya : “Wahai Muadz, engkau
asyik mendengkur, sedang Rasulullah berbaring di dalam kubur.” Maka aku
tersentak bangun, berlindung kepada Allah dari setan terkutuk dan terus shalat
malam.
“Pada
malam kedua, aku bermimpi lagi seperti sebelumnya. Impian ini pasti bukan dari
setan, kataku setelah bangun menjerit.
Pada
pagi harinya aku menceritakan impian itu kepada khalayak yang datang
berrkerumun : “Semalam aku bermimpi. Tolong bawakan kepadaku satu Mushaf.” Hal
itu sesuai dengan apa yang pernah dipraktekkan Rasulullah bila melihat mimpi
aneh, yaitu beliau bertafa’ul (mengharap kebaikan – Pen), melalui al-Qur’an.
“Setelah
dibuka, ayat yang pertama nampak dan terbaca adalah :
“Sesungguhnya
engkau (Muhammad) adalah mayat, dan merekan pun mayat pula.” (Qs. 39:30).
Sesudah membaca ayat itu aku pingsan. Ketika sadar dari pingsan, aku buka
al-Qur’an sekali lagi. Ayat yang terbaca ialah :
“Muhammad
itu tak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berllu sebelumnya beberapa
orang Rasul. Apakah jia ia wafat atau terbunuh, kamu berbalik ke belakan?”
Barangsiapa berbalik ke belakang, maka tak sedikit pun ia merugikan
Allah......” (Qs. 3:244).
Selanjutnya
aku berkata : “Andai hal ini bertul terjadi, maka akan menderitalah para janda,
para yatim, dan kaum miskin. Kita akan menjadi laksana domba-domba liar
kehilangan pengembala. Betapa pilu berpisah dengan Muhammad! Oh Muhammad,
alangkah baik sekiranya aku tahu tentangmu yang sebenarnya. Di atas bumi atau
dalam timbunan tanah-kah?”
“Ketika
hampir sampai di Madinah, tiba-tiba aku mendengar gema suara dari balik bukit :
“Setiap
jiwa akan merasakan mati.” (Qs. 3:184).”
“Aku
mendekat dan bertanya : “Siapakah Anda?”
“Aku
adalah seorang hamba Allah.” Jawab seorang Anshar.
“Wahai
hamba Allah. Apa yang terjadi pada diri Rasulullah?” aku bertanya penasaran.
“Rasulullah
sudah kembali ke pangkuan Allah.” Jawab sang lelaki itu.
Aku
jatuh pingsan sesudah mendengar keterangan itu.
“Kau
memang patut utnuk pingsan Muadz.” Kata orang itu.
“Setelah
siuman, aku diberi sebuah kitab. Kukecup dan kuletakkan kitab itu di atas kedua
mataku sebentar. Tak terasa air mata duka membasahi pipi.
“Pada
subuh hari, aku tiba di Madinah. Terdengar olehku alunan merdu azan Bilal
berazan. Saat Bilal meninggikan suaranya, aku kembali tak sadarkan diri di sisi
Salman al-Farisi yang tengah duduk.
“Bilal! Lanatangkan
suaramu dalam menyebut kalimat Muhammad! Muadz sedang pingsan
teringat kepadanya.” Kata Salman.
“Assalamu’alaikum!
Angkatah kepalamu, hai Muadz, saudaraku! Aku pernah mendengar Rasulullah
bersabda : “Sampaikan salamku kepada Muadz.” Ujar Bilal.
“Aku
mengangkat kepala dan tiba-tiba menjerit sejadi-jadinya, membuat para jamaah
menyangka rhku meregang jasad, kalau saja aku tidak segera bicara : “Demi Allah
mengapa tak seorang pun ingat kepadaku pada saat Rasulullah wafat?” Sekarang
marilah kita ke kuburnya, ke rumah Aisyah.”
“Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh, aku mengucap salam.
“Mendengar
salamku, Raihanah keluar dan memberitahukan bahwa Aisyah pergi ke rumah
Fathimah az-Zahra. Aku segera ke sana.
“Assalamu’alaikum,
ya Ahlil Bait Rasul!.
“Wa’alaikun
salam,” sambut Fathimah.
“Aku
kembali pingsan demi melihat Fathimah dan Aisyah. Beberapa saat sesudah aku
sadar, Gathimah berkata : “Aku masih ingat sabda beliau kepadaku : “Sampaikan
salam dariku (buat Muadz – Pen). Hai Fathimah. Dan ceritkan kepada Muadz bahwa
pada hari kiamat ia akan menjadi pemimpin para ulama.”
“Sesudah
itu, aku berziarah ke makam Nabi ditemani Imam Ali yang bercerita kepadaku
bahwa Fathimah pernah menggenggam sekepal debu pusara Rasul saw. dan diciumnya
sambil menyusun untaian kata :
Dia
yang mencium debu pusara Ahmad
Tiada
‘kan pernah menemukan lagi sepanjang hayat
Sesuatu
yang paling berharga
Demi,
aku terlanda musibah mahaberat
Yang
andai menimpa siang
Niscaya
ia akan berganti menjadi malam kelam.
BAB IV.
TENTANG HARI SELASA
“Dan
ceritakanlah kepada mereka kisah dua putera Adam (Qabil dan Habil) dengan
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah (kurban)
salah seorang mereka (Habil), dan ditolak (kurban) yang lainnya.” (Qs. 5:27).
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya tenetang hari Selasa.
“Hari Selasa adalah hari pertumpahan darah. Karena pada hari itu terjadi
pembunuhan putra Adam oleh Saudaranya.” Jawab Rasul.
Sebagian
ulama menerangkan bahwa pada hari Selasa terjadi tujuh tragedi berdarah :
1.
Terbunhnya Nabi Jirjis a.s.
2.
Terbunuhnya Nabi Yahya a.s.
3.
Terbunuhnya Nabi Zakariya a.s.
4.
Terbunuhnya para tukang sihir
Fir’aun.
5.
Terbunuhnya Asiah binti Muzahim,
isteri Fir’aun
6.
Terbunuhnya seorang Bani Israil
7.
Terbunuhnya Habil Putra Adam a.s.
1.
TERBUNUHNYA NABI JISRJIS
a.s.
Jirjis
bin Qulthin hidup di zaman seorang raja zalim penyembah berhala, Dardiyan.
Suatu hari, patungnya dihiasi emas permata diminyaki dengan kafur dan misik,
dan diletakkan di sebuah tempat yang indah. Siapa saja yang bersembah sujud
kepadanya, selamat. Ddan barangsiapa yang tidak tunduk menyembah, maka ia
dilemparkan ke api bessar yang telah disediakan.
Allah
mengutus seorang Nabi-Nya, Jisjis kepada raja durjana itu.
“Mengapa
Anda tunduk menyembah kepada benda yang tak dapat mendengar, melihat dan tak
dapat memberi kekayaan kepadamu?” Kata Jisjis memulai dakwahnya kepada sang
raja.
“Sesungguhnya
harta dan tahta kerajaan, seluruh nikmat kemegahan yang tiada terbilang ini
kuperoleh semenjak aku menyembah kepadanya. Dan aku tak melihat kesenangan pada
dirimu sebagai hasil penyembahanmu kepada Tuhanmu?” jawab dan sanggahan sang
raja.
“Sesungguhnya
segala kenikmatan dan kesenangan duniawi akan sirna. Sedangkan Allah
menganugerahiku nikmat akhirati yang langgeng di alam surgawi.” Sahut Jisjis
a.s. menyadarkan san g raja.
Terjadilah
debar sengit antara keduanya, yang memebangkitkan emosi sang raja, sehingga
sang raja menitahkan pengawalnya untuk menyiksanya. Lalu Jirjis disiksa. IA
disiram dengan air matang mendidih yang dicampuri dedaunan, merontokkan
kulit-kulitnya. Kemudian dagingnya diiris-iris dengan besi tajam, hingga nampak
tulang belulangnya. Namun setelah itu, Allah swt. menghidupkan kembali dengan
bentuk semakin rupawan.
Melihat
kejadian menakjubkan itu, sang raja menyuruh pengawalnya membawa enam buah
pasak besi. Diikatnya dua tangannya dan direntangkan. Satu di kepalanya, dan
yang lain diperutnya. Tapi Allah mengutus Malaikat Jibril a.s. mencabutnya.
Tiba-tiba ia pun hidup kembali.
“Wahai
yagn zalim, katakanlah : Tiada Tuhan selain Allah.!.”
Raja
Dardiyan semakin marah. Ia memerintahkan memasak air di sebuah belanga besar
dan melemparkan Jisjis ke dalamnya. Namun golakan air yang panas itu pun dingin
dirasakannya. Demikianlah, sang raja zalim menyiksa Jisjis a.s. dengan siksaan
yang beragam dan berulangkali sampai tuju puluh kali, bahkan menurut sebagian
kitab sampai seratus kali. Setiap kali disiksa, setiap kali pula ia selamat dan
tetap hidup berkat kodrat Allah.
Setelah
kewalahan dan kehabisan cara, raja zalim berkata merayu : “Jisjis, jika kau
menaatiku, aku akan menaatimu. Sembahlah berhalaku sekali, aku akan menyembah
Tuhanmu. Bagaimana?”
Lama
Jirjis tak menyahut, sampai-sampai seorang lelaki menduga ia menerima tawaran
itu.
“Aku
telah berkali-kali menyiksamu dengan pelbagai siksaan. Kini marilah ke rumah
untuk melepaskan keletihanmu malam ini. Dan beristirahatlah.” Kata raja
kepadanya.
Di
rumah raja Dardiyan, Jirjis a.s. menunaikan shalat dan membaca Zabur sampai
fajar. Bacaannya malam itu meresap ke kalbu sang Permaisuri sampai menagis,
bertobat dan secara diam-diam menyatakan masuk Islam.
Pada
pagi hari, sang raja sekali lagi menyuruh Jirjis sujud. Tapi ia tetap menolak.
Akhirnya ia dibawa ke sebuah gubuk milik seorang nenek pikun yang tinggal
bersama puteranya yang buta, tuli dan bisu. Di situ Nabi Jirjis a.s. dipenjara
tanpa diberi makan minum. Tatkala melihat sebatang kayu tiang rumah itu, ia
berdoa kepada Allah swt.
Maka
kayu itu menghijau tumbuh, dan berbuah. Sang nenek keheranan demi menyaksikan
hal itu. Lalu memohon kepada Jirjis agar mendoakan puteranya supaya sembuh
sehingga dapat masuk Islam bersama-sama.
“Nak,
pergilah ke tempat berhala-berhala. Sampaikan kepada mereka bahwa Jirjis
mengundang mereka.” Ucapnya kepada putera nenek yang sudah sembuh dan masuk
Islam itu.
Sang
anak berangkat. Setelah sampai, ia menyampaikan undangan Jirjis kepada tujuh
puluh buah patung. Dengan kodrat Allah, serentak patung-patung itu mencabut
diri dari tempat dan berjalan menuju Jirjis.
Sesampainya
di hadapan Jirjis, ia memberi isyarat kepada bumi dengan menjejakkan kaki. Bumi
terbelah menelan habis mereka semua. Sang permaisuri raja, yang menyaksikan
kejadian luar biasa itu pun, tampil di atas panggung Istana : “Wahai penduduk
negeri, sayangilah jiwamu. Islamlah kalian!.”
“Sungguh,
sejak tujuh puluh tahun aku menyaksikan banyak sekali mukjizat dan keajaiban,
tapi aku tak pernah masuk Islam. Namun mengapa engkau masuk Islam hanya karena
melihat satu mukjizat saja, wahai sayangku?” Kata sang raja.
“Tidak.
Yang demikian itu semata-mata kedurjanaan dan kezaliman belaka. Itulah
kemalanganmu. Sedangkan ini adalah keberuntunganku.” Jawab sang Permaisuri.
Akhirnya
sang Permaisuri dibunuh. Lalu Jirjis berdoa kepada Allah swt. : “Ilahi, tujuh
puluh tahun hamba menanggung siksaan kaum kafir, sehingga hamba kehilangan
daya. Maka anugerahilah hamba mati syahid.” Seusai berdoa, ia melihat nyala api
turun dari langit kepada mereka (pengikut) raja). Serempak merekapun mengangkat
pedang membunuh Jirjis a.s.
2.
TERBUNUHNYA NABI YAHYA,
a.s.
Pada
zaman Nabi Yahya a.s. ada seorang raja Bani Israil yang beristerikan janda yang
telah mempunyai seorang puteri. Karena khawatir puterinya jatuh ke tangan
lelaki lain, maka sang permaisuri memutuskan mengawinkannya dengan suaminya,
sang Raja. Ia mengundang Yahya a.s. untuk menghadirinya. Yahya a.s. menolak,
bahkan menegaskan bahwa perkawinan tersebut haram menurut Islam. Mendengar
keterangan itu, permaisuri menjadi benci dan berupaya membunuhnya. Ia menemukan
satu cara, yakni memberinya minuman memabukkan.
“Wahai
Kakanda, sesungguhnya Yahya menentangku untuk mengawinkan engkau dengan si
manis puteriku.” Kata sang permaisuri.
Lalu
raja memanggil Yahya. Akhirnya, Yahya dismbelih laksana seekor kambing,
lantaran tetap pada keputusannya. Suatu kejadian yang menduka-pilukan para
Malaikat di langit.
“Ilahi,
dosa apakah yang telah diperbuat Yahya, sehingga ia dibunh dengan amat –amat
kejam?” Malaikat bertanya kepada Allah.
“Yahya
tidak berdosa. Ia mencintai-Ku, maka Aku pun mencintainya. Cintanya yang amat
sangat kepada-Ku memestikannya dibunuh.” Kata Allah swt.
Mengenai
cinta yang amat sangat ini, ada sebuah riwayat ketika Husein al-Hallaj ditahan
selama delapan belas hari, asy-Syibli datang kepadanya dan berkata : “Ya
Hisein,a da apa di balik cinta (mahabbah) itu?”
“Jangan
kau bertanya tentang itu hari ini. Esok sajalah,” jawabnya.
Esok
harinya, orang-orang membawa al-Hallaj untuk dibunuh di atas batang pohon
kurma. Dan asy-Syibli pun lewat. Al-Hallaj, yag akan dibunuh itu,
memanggil-manggil : “Syibli, cinta itu permulaannya dijemur, sedangkan akhirnya
dibunuh!.”
Abu
Yazid al-Busthami berkata : “Suatu hari aku berjalan menelusuri gurun pasir.
Sekonyong-konyong aku menemukan empat puluh sosok pemuda ahli tharikat mati
terkapar kehausan dan kelaparan. Lalu aku bermunajat kepada Allah : “Ya Allah,
Kau matikan mereka, dan kau alirkan darah para sahabtku ini. Lantas terdengar
suara : “YA Abu Yazid, Aku alirkan darah, dan Kubayar diyat-nya.”
“Apa
diat meraka?”
Suara
itu menjawab : “Diyat (tebusan) orang yang terbunuh karena makhluk adalah dinar
(uang), sedangkan diyat orang yang mati karena membela haq (kebenaran) ialah
melihat Allah Maha Pengampun.
Abu
Bakar asy-Syibli pernah ditanya tenang cinta. Ia menjawab : “Cinta adalah
minuman. Bagi mereka yang mereguk dengan piala “cinta”, dunia terasa sempit.
Barangsiapa mengenal Allah dalam Keagungan-Nya, ia akan kagum terhadap Kemaha-Kuasaan-Nya.
Dan barnagsiapa meneguk cinta dengan gelas “riindu kepada-Nya”, ia akan karam
dalam samudera “akrab dengan-Nya”, dan merasa puas bila selalu bermunajat
kepda-Nya. Dan barangsiapa mengenal Allah ‘Azza wa Jalla, tiadalah ia senang
dengan selain-Nya, dan tak pula senang berteman dengan selain-Nya.”
Duhai
Ingat
kepada kecintaan
Membuatku
mabuk kepayang
Adakah
perrnah kau saksikan
Orang
yang tengah diamuk badai cinta?
Ia
tenang, tiada lupa daratan dan lautan
3.
TERBUNUHNYA NABI ZAKARIYA,
a.s.
Tatkala
orang-orang Yahudi semakin dekat mengejar, Zakariya a.s. melihat sebatang
pohon. “Hai pohon, sembunyikan aku ke dalam tubuhmu!” Katanya. Pohon itu
terbelah dan ia pun masuk. Tak lama kemudian, kaum Yahudi sampai disekitar
tempat itu. Dalam kebingungan itu, tiba-tiba iblis terkutuk memberitahu bahwa
Zakariya masuk ke dalam batang pohon. Maka mereka menggergajinya sampai
terbelah dua. Di saat gergaji menembus dahi, Zakariya menjerit menanggung
sakit, dengan jeritan yang mengguncangkan kerajaan langit.
Yahya
bin Muadz ar-Razi berkata : “Pada suatu malam, Nabi Zakariya berdoa : “Ilahi,
bebanilah hamba kesusahan, jika hamba benar-benar mencari ridha-Mu. Dan andai
hamba lari dari-Mu, maka bakar matikan aku sebagai seorang yang mencintai-Mu.
Sungguh, Aku tak akan berpaling dari-Mu!.”
4.
TERBUNUHNYA PARA AHLI
SIHIR FIR’AUN
Setelah
menyatakan diri beriman kepada Allah, Tuhan Musa dan Harun a.s., Fir’aun
mengancam, dengan amat marah, akan memotong tangan dan kaki mereka dengan
disalib. Mereka tetap pada keyakinannya. Akhirnya tangan dan kaki mereka di
salib dan dipancang di pelepah-pelepah kurma.
Dalam
suatu hadis, Rasulullah saw. bersabda : “Pada malam Isra Mi’raj-ku ke langit,
kulihat di surga sekawanan burung hijau di dahan-dahan pepohonan. Aku bertanya
kepada Jibril. Ia berkata, itulah roh tukang-tukang sihir Fir’aun yang dibunuh
oleh Fir’aun terkutuk dan disalib di batang-batang pohon kurma, setelah mereka
beriman kepada Allah Ta’ala.”
5.
TERBUNUHNYA ASIAH BINTI MUZAHIM,
ISTERI FIR’AUN
“Dan
Allah telah mengadakan contoh bagi orang-orang yang beriman, yaitu isteri
Fir’aun tatkala ia berkata : “Wahai Tuhanku, dirikanlah untukku di sisi-Mu
rumah di dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatan
durjananya.” (Qs. 66:11).
Asiah
adalah seorang wanita Muslim yang saleh. Selama enampuluh tahun ia
menyembunyikan keimanannya dari suaminya, Fir’aun. Tatkala Fir’aun mengetahui
ia beriman, ia disiksa dengan berbagai siksaan.
“Kembalilah
kepada agamamu, hai Asiah!” seru Fir’aun.
“Tidak!”
jawab Asiah mantap, “Engkau boleh menyiksa diriku sesukamu. Namun ketahuilah ha
itu hanya akan menambah rasa cintaku kepda-Nya.”
Di
tengah-tengah penyiksaan, lewat;ah Musa a.s. Asiah memanggilnya memelas :
“Wahai Musa, ceritakanlah kepadaku tentang Tuhanku, ridha atau tidakkah Dia
kepdaku?”
“Wahai
Asiah, para malaikat di tujuh langit tengah menantimu. Dan Allah swt.
memuji-muji dan membanggakanmu di hadapan mereka. Mintalah kepada-Nya, ia pasti
mengabulkan!”
Asiah
berdoa : “Ya Rabbi, binalah untuk hambamu gedung di sisi-Mu di dalam surga!.”
6.
TERBUNUHNYA SEORANG BANI
ISRAIL
“Sesungguhnya
Allah memerintahkan untuk menyembelih lembu......” (Qs. 2:67).
Sebab,
penyembelihan sapi tersebut adalah dua orang bersaudara yang fakir papa
bersepakat hendak membunuh pamannya yang kaya, Amili. Padahal mereka adalah
pewaris tunggal. Namun karena selama ini tak pernah ditolong dan tidak mendapat
tunjangan hidup sepeser pun, mereka tak sabar untuk segera memperoleh harta
warisan.
Setelah
dibunuh, mayat sang paman dilemparkan ke tengah-tengah dua kampung Bani Israil.
“Kita mesti melapor kepada ketua kampung bahwa kita menemukan pama kita mati
terkapar di sana. Kita harus menuntut diyat” kata keduanya. Ulah licik ini
ternyata menimbulkan fitnah, hingga kedua kampung itu bersilang sengketa.
“Dan
(ingatlah) ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamusaling tuduh tentang
itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.” (Qs.
2:72).
Kemudian
berangkatlah wakil penduduk kedua kampung itu kepada Nabi Musa a.s.
“Wahai
Musa, mohonlah kepada Allah agar terungkap siapakah gerangan pembunuh misterius
itu?”
“Agar
peristiwa itu terungkap, Allah menyuruh kalian menyembelih seekor lembu.” Jawab
Musa a.s.
“Kau
hendak menjadikan kami buah ejekan?”
“Demi
Allah, aku berlindung kepada-Nya dari tipu daya orang-orang zalim.” Sahut Musa.
“Baiklah
kalau begitu. Tapi mohonkan kepada Tuhanmu agar menjelaskan kepada kami sapi
apakah itu?”
“Allah
berfirman bahwa sapi itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak muda. Laksanakan,
kerjakanlah perintah-Nya.”
“Mohonlah
kepada-Nya untuk menerangkan kepada kami, bagaimanakah warnanya?”
“Allah
menjelaskan bahwa sapi itu berwana kuning tua, sedap dipandang mata.”
“Tapi,
mohonlah kepada Tuhanmu agar Dia menjelaskan hakikat sapi itu. Karena sesungghnya
kami, insya Allah, akan mendapatkan petunjuk.”
“Allah
berfirman bahwa lembu itu belum pernah dipakai membajak tanah dan tidak pula
untuk mengairi tetanaman, tidak cacat, dan tidak da belangnya.”
“Kini
barulah engkau menjelaskan yang sebenarnya,” kata mereka.
“Maka
mereka pun menyembelih dan hampir saja mereka tidak melaksanakan.” (Qs.
2:67-71).
Setelah
itu, Allah memerintahkan kepada Musa supaya memukulkan lidah sapi semeblihan
kepada orang yang terbunuh itu. Dan ia pun hidup kembali seraya berkata : “Aku
dibunuh oleh dua orang saudaraku.”
“Pkullah
mayat itu dengan sebagian anggota badan sapi itu. Demikianlah Allah
menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati, dan memperlihatkan kepadamu
tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (Qs. 2:73).
Peristiwa
di atas menyiratkan peringatan agar mereka sadar bahwa sapi tak patut di sembah
atau diagung-agungkan, melainkan sapi adalah binatang yang hanya patut untuk
disembelih.
Menurut
riwayat, sapi yang disemeblih itu milik seorang yatim. Dibeli dengan emas
sekarung. Betapa untuk si yatim. Itulah suatu balasan kebaikan bagi seorang
anak yang hormat dan taat kepada orang tua.
Ketika
sampai pada detik-detik terakhir hidupnya. Sang ayah berdoa : “Ilahi, hamba
fakir dan papa, tak mempunyai apa-apa kecuali seekor sapi sebagai warisan
satu-satunya untuk puteraku tersayang. Maka ia kupasrahkan kepda-Mu.
Peliharalah agar warisan itu bermanfaat baginya.”
Allah
swt. mengabulkan doanya.
Adalagi
riwayat serupa yaitu, seorang lelaki bersama anaknya yang serupa pernah datang
kepada Umar bin Khaththab. Khalifah terkejut melihat dua orang bapak dan anak
yang persis serupa. Belum pernah ia melihat sebelumnya.
“Ya
Amirul Mukminin, anakku ini lain daripada yang lain. Ia tinggal di dalam kubur
selama sembilan bulan dalam keadaan hidup.” Kata sang bapak.
“Betul,
ya Amirul Mukminin, dahulu ketika aku akan bepergian, ia masih dalam kandungan
rahim bundanya. Sebelum berangkat, aku terlebuh dahulu shalat dua rakaat dan
berdoa : “Ya Allah, aku bertawakal kepada-Mu. Lindungilah ia yang akan
kutinggalkan, sampai aku pulang kembali.” Maka aku berangkat.
“Sembilan
bulan kemudian, aku pulang, aku mendapati rumahku lengang. Kiranya isteriku
telah berpulang. Maka kudatangi kuburnya. Di sana aku menangis. Tiba-tiba aku
dikejutkan oleh suara dari balik tanah pusara. Aku penasaran hingga aku
menggalinya. Sungguh, kutemui isteriku telah berubah jasadnya, kecuali puting
susunya yang masih sehat, yang sedang diisap oleh si buyungku ini. Ia pun
kuangkat, dan aku berkata : “Ilahi, Dikau anugerahi hamba dengan puteraku ini.
Sungguh andai isteriku kau kembalikan, bertapa bertambah besar nikmat-Mu buat
hamba.” Selanjutnya kudengar suara : “Kau hanya menitipkan anakmu. Jika dahulu
engkau memasrahkan isterimu, niscaya ia juga Kulindungi dan Kukembalikan dengan
selamat.” Kisah sang Bapak selanjutnya.
7.
TERBUNUHNYA HABIL
“Dan
ceritakanlah kepada mereka kisah dua putera Adam (Qabil dan Habil) dengan
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah (kurban)
salah seorang mereka (Habil), dan ditolak (kurban) yang lainnya.” (Qs. 5:27).
Ibunda
Hawa a.s. melahirkan seratus duapuluh orang anak. Dalam riwayat lain, seratud
delapan puluh, bahkan ada satu sumber mengatakan limaratus orang anak. Setiap
kali melahirkan keluarlah dua bayi kembar : lelaki dan perempuan. Qabil adalah
anak pertama yang lahir bersama Aqlimah. Sedangkan Habil, anak kedua,
bersaudarakan Damima (menurut riwayat lain bernama Laburra).
Setelah
mereka dewasa, Allah mewahyukan kepada Adam untuk mengawinkan Qabil dengan
Damima (Saudara Habil), dan Habil dengan Iqlima. Nabi Adam menyampaikan wahyu
tersebut kepada mereka, namun Qabil menolak.
“Iqlima,
saudara kembarku jauh lebih cantik daripada Damima. Aku tak mau.” Kata Qabil.
“Anakku,
jangan menetang perintah Allah.” Kata Adam memperingatkan puteranya.
“Allah
tidak pernah memerintahkan ha ini, melainkan semata-mata karena ayah lebih
menyayangi Habil ketimbang aku, hingga menikahkannya dengan Iqlima yang lebih
cantik.” Jawb Qabil.
“Baik,
kalau begitu.” Kata Nabi Adam a.s., “pergilah kalian kalau meinta keputusan
kepada Allah dengan mempersembahkan kurban. Siapa kurbannya yang dikabulkan
Tuhan, berati ia yang berhak.”
Mereka
berdua berangkat ke sebuah tempat yang telah ditetapkan. Qabil, sebgai seorang
petani, membawa beberapa tangkai padi. Sementara adiknya, Habil, seorang
penggembala, mempersembahkan kambing kibasy. Masing-masing diletakkan di atas
bukit Mina.
Habil
berdoa : “Ya Allah, termilah kurbankanku.” Tidak lama kemudian, turunlah
sebentuk api tanpa asap berbentuk dia sayap berwana hijau menghanguskan kurban
Habil, bukan kurban Qabil.
Setelah
kurban Habil dikabulkan Allah. “Niscaya akan ku bunuh engkau.” Ancam Qabil.
Habil menjawab tenang, sebagaimana firman Allah :
“Sesungguhnya
Allah menerima persembahan orang-orang gyang betakwa.” (Qs. 5:27).
Ada
tujuh karunia Allah :
a.
Allah ‘Azza wa Jalla menghapus
dosa-dosa mereka. “Dan barang siapa takut (takwa) kepada Allah, IA akan
menghapus segala kesalahan (dosa)nya.” (qs. 65:5).
b.
Allah menyelamatkan mereka dari
lumatan api neraka. “ Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dengan
kemenangan.” (Qs. 39:61).
c.
Allah akan mengaruniai mereka
balasan yang baik. : “.... dan akibat (balsan) yang baik itu untuk orang-orang
yang bertakwa.” (Qs. 83:28).
d.
Allah Rabbul ‘Izzati mewariskan
kepada orang-orang yang bertakwa surga. : “Itulah surga yang akan Kami wariskan
kepada hamba-hamba-Ku yang selalu bertakwa.” (Qs. 19:63).
e.
Allah meberikan kepad mereka
kemenangan. “Sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang bertakwa dan mereka
yang berbuat ihsan.” (Qs. 16:128).
f.
Allah swt. mencintai mereka.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (Qs. 9:4).
g.
Allah Ta’ala menerima ketaatan dan
doa mereka.. “Hanya Allah menerima doa (persembahan) orang-orang yang
bertakwa.” (Qs. 5:27).
Ketika
Qabil mengancam akan membunuh, Habil menjawab :
“Demi,
andai kau julurkan tanganmu untuk membunuhku, aku tak akan mengayunkan tanganku
untuk membalas membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan alam
semesta.” (Qs. 5:18).
Hari
selasa merupakan saat yag paling tepat bagi Qabil untuk melaksanakan rencana
kejinya. Berangkatlah ia mencari Habil, saudaranya. Habil tengah mendengkur
melepaskan penat, di dekat sekumpulan kambing gembalaannya. Ia angkat seonggok
batu dan menimpakannya di kepala Habil sampai bercucuran darah.
Habil
menghembuskan nafas terakhir, disaksikan oleh segerombolan burung garuda. Maka
terjadilah, untuk pertama kali dalam sejarah hidup umat manusia, pertumpahan
darah di atas bumi.
Seusai
membunuh, Qabil berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain, memanggul
mayak adiknya itu. IA bingung bagaimanakah cara menyembunyikan jasad yang sudah
tidak bernyawa itu.
Sementara
itu, darah menitik melumuri setiap bumi yang ia lalui. Pada saat itulah Allah
swt. mengutus burung gagak memperagakan kepadanya cara mengubur mayat,
menimbunnya di galian tanah.
“Ah
mengapa aku sedungu ini. Tak mampu berbuat seperti burung gagak itu?” Ujarnya
sesudah menyaksikan burung gagak tersebut. IA nampak menyesali kepandirannya,
tanpa menyesali perbuatan jahatnya. Persis seperti kaum Nabi Saleh a.s. yang
menyessali pembunuhan terhadap anak unta, namun tak pernah menyesal membunuh
induknya.
Selesai
mengubur, ia pulang. Sedang ayahnya, Adam a.s. saat itu tengah menuju Baitul
Haram. Beberapa hari kemudian ia pulang dan disambut penuh ceria oleh putera
puterinya. Mereka berkata : “Sudah beberapa hari ini Habil tak berkumpul
bersama kami. Entahlah, kami tak tahu kemana dia?” Mendengar laporan itu, Adam
menjadi sedih semalaman. Dalam tidurnya ia bermimpi Habil memanggil-manggil
namanya dari kejauhan : “Ayah, tolonglah puteramu.” IA tersentak bangun
gemetaran dan menjerit pingsan. Jibril a.s. turun mebawa dan meletakkan Adam di
atas tempat tidur.
“YA,
Jibril, didmanakah puteraku, Habil?”
“Ya,
Adam, Alalh telah mengagungkan pahala buatmu dalam hal Habil, IA telah dibunuh
oleh Qabil.”
“Aku
lepas dari perbuatan terkutuk Qabil.” Sahut Adam. “Begitu juga aku.” Timpal
Jibril.
:Jibril,
tunjukkan aku kuburnya!.”
Setelah
menemukan kubur puteranya yang tercinta, nampak oleh Adam sekujur jasad Habil
bermandikand arah, yang membuatnya menjerit : “Wahai puteraku, duhai pelita
hatiku.” Adam menangis tersedu berurai air mata, yang menjadikan malaikat tujuh
langit menangis karena iba.
“Ilahi,
Adam menangis sedih selama tigaratus tahun taida berhenti kecali sebentar
saja.” Sembari menangis Adam melantunkan kidung :
Telah
berubah negeri-negeri dan
Penduduknya
Maka
aduhai sayang, Habil puteraku
Betapa
wajah bumi redup berdebu
Puteraku
terkapar di dalam pusara
Apabila
sampai di suatu lembah, menangislah leba karena tangisannya. Jika Adam mendaki
gunung, menangislah bebatuanlanarannya. Sedang apabila bertemu dengan
binatang-binatang, mereka pun lari sambil berkata : “Tak ada baginya beban
tanggung jawab terhadap orang yang tidak mengasihi saudaranya. Maka
bagaimanakah ia yang tak menyayangi itu akan menyayangi kita?”
BAB V.
TENTANG HARI RABU
“Sesungguhnya
kami telah meniupkan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas
yang terus menerus.” (Qs. 54:19).
Peristiwa
yang dilukiskan oleh ayat di atas terjadi pada hari Rabu, berdasarkan hadis
yang diriwayatkan Anas bin Malik. Katanya, Rasulullah pernah ditanya tentang
hari Rabu. “Hari Rabu adalah hari nahas (sial) yang terus menerus. Allah swt.
telah menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya. Ia juga telah membinasakan kaum Ad
dan Tsamud (umat Nabi Saleh a.s.) pada hari Rabu.”, jawab Rasul.
Sebagian
ulama berkata bahwa pada hari Rabu, Allah atelah membinasakan tujuh golongan
kafir dengan tujuh cara :
1. ‘Iwaj bin
Aniq binasa oleh burung Hud-Hud.
2. Qarun
ditelan bumi.
3. Fir’aun
bersama kaumnya tenggelam di alutan.
4. Matinya
Raja Namrud karena seekor nyamuk
5. Kaum Nabi
Luth a.s. musnah oleh bebatuan.
6. Syaddad
bin ‘Ad dibinasakan oleh teriakan keras Jibril a.s.
7. Hancurnya
kaum ‘Ad oleh amukan angin.
1.
IWAJ BIN ANIQ BINASA
IA
berusia 4.500 tahun. Perawakannya amat tinggi, sampai-sampai air bah yang
mengaramkan gunung-gunung pada zaman Nabi Nuh a.s. pun tiada sampai melintasi
lututnya. Konon, ketika banjir tersebut, ia mendaki gunung membenamkan
tangnnya, menciduk ikan dan menggorengnya di terik matahari. Jika membenci
suatu negeri, ia cukup mengencinginya hingga meneggelamkan penduduknya. Dikala
Nabi Musa a.s. ada di negara Tih, ‘Iwaj bermaksud jahat ingin mengahcurkan seluruh
jiwa yang ada di situ. Untuk itu, terlebih dahulu ia mencari dan mengintai
tempat pemukiman Musa a.s. dan tentaranya, utnuk dikethui seberapa dan
bagaimana kekuatan mereka.
Setelah
berhasil menemukan tempat Nabi Musa a.s. beserta tentaranya di sebuah lokasi
sejauh kurang lebih 1 farsakh (8 km), ia menjebol sebuah batu (gunung) untuk
ditimpakan kepada mereka. Namun Allah swt. mengutus burung Hud-Hud melempar
sebongkah batu untuk memecahkan batu gunung yang sedang dijunjungnya itu.
Akhirnya pecahlah batu itu menimpa lehernya hingga ia terluka, jatuh terkulai
tiada berkutik.
Di dalam
riwayat lain, disebutkan bahwa tinggi badan Nabi Musa a.s. sama dengan panjang
tongkatnya, yakni empat puluh hasta. Sambil melompat sejauh empat puluh hasta
pula, ia memukul ‘Iwaj dengan tongkatnya dan mengenai mata kakinya. Waktu
itulah, ‘Iwaj tersungkur tak bernyawa.
Maut
adalah pintu nanpasti
Setiap
insan pasti memasuki
Aduhai
kiranya kutahu
Di
sana tempatku surga abadi
Karena
amal diridhai Ilahi
Atau
Neraka
Lantaran
aku menentang-Nya
Bagi
setiap insan
Hanya
uda ini, tiada lagi
Pandang
dan renungi dirimu
Mana
tempatmu
2.
QARUN DITELAN BUMI
Ketika
Allah Ta’ala memerintahkan menulis Taurat dengan tinta emas, Musa berkata :
“Ilahi, di mana aku mesti mendapatkan tinta emas itu?” Kemudian Allah
mengajarinya ilmu kimia.
Tersebutlah
pada zaman itu, seorang yang fakir dan papa, sarat dengan tanggungan
keluarganya yang amat banyak. Qarun namanya, meskipun demikian ia selalu
beribadat. IA bangun pada malam hari dan puasa pada siangnya. Melihat ihwal
yang memprihatinkan itu, kalbu Nabi Musa a.s. terusik dan jatuh iba kepadanya,
maka ia pun mengajarinya ilmu kimia dengan harapan dapat meringankan beban
derita hayatnya dalam rangka bertakwa kepada Allah swt. Akhirnya, Qarun menjadi
kaya raya.
“.........
dan Akmi telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta, uang
kunci-kuncinya sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat......”
(qs. 28:76).
Demikianlah
al-Qur’an melukiskan kekayaan Qarun. Jumlah kunci lemari dan petinya sebanyak
muatan seratus unta.
Al-Mujahit
berkata : “Berat setiap kuncinya adalah satu dirham (pada riwayat lain setengah
diirham), dan tiap satu buah kunci dapat digunakan untuk seratus buah pintu.
Kesibukannya
mengumpulkan dan mengurusi hartanya yang melimpah ruah itu, membuat ia mulai
meninggalkan ibadat-ibadat sunnat.
Akhirnya,
ketika Allah Rabbul ‘alamin menyuruh Nabi Musa a.s. meminya zakatnya, Qarun
menolak, karena sayang akan betapa banyaknya harta yang mesti dikeluarkannya.
Ia memiliki seribu budak lelaki dan seribu pelayan perempuan, yang
masing-masing memiliki kuda tunggangan lengkap dengan pakaian dan pelananya
dari emas.
Pada
saat itu, kaum Bani Israil terbagi dua kelompok. Kelompok pertama adalah
pengikut Musa, sedang kelompok kedua adalah pendukung Qarun. Sesudah
berulangkali Musa a.s. menuntut zakatnya, ia menjawab amat sombong dan
menantang : “Baiklah, tunggulah esok. Aku akan menghimpun penduduk Mesir untuk
berdebat denganku. Bila aku kalah, akan kukeluarkan zakatku, Jika tidak,
tidak!.”
Sebenarnya
ia ingin membuat suatu tipu muslihat terhadap Nabi Musa a.s. Seba ia
akan mengundang seoarng wanita jelita pelacur terkenal dukana di negeri itu.
Qarun berkata kepadanya : “Esok aku akan mengumpulkan kaum Bani Israil. Bila
kau melihat Musa datang, berbicaralah bahwa ia telah menghamilimu. Kau akan
kuberi hadiah yang banyak lagi memuaskan.” Pada hari yang didtentukan, Bani
Israil berdatangan memenuhi undangannya, disusul oleh Musa yang disambut hangat
oleh mereka.
“Wahai
Musa, nasihatilah kami dengan nasihat yang berguna!.” Pinta mereka.
Nabi
Musa a.s. mulai berkhutbah : “Barangsiapa mengambil barang orang lain, niscaya
akan kupotong tangannya. Barang siapa merampok, akan kutebas batang lehernya.
Dan barangsiapa berzina, akan kurajam.”
“Musa!,
bagaimanakah bila engkau sendiri yang berbuat?” tanya Qarun.
“Hukumnya
sesuai dengan hukum Allah.” Jawab Musa a.s.
“Aku
mempunyai seorang saksi bahwa engkau telah berzina dengan seorang perempuan.
Dan ia mengaku telah hamil. Inilah dia orangnya!.” Qarun menunjuk kepada
seorang wanita di sampingnya. Ketika wanita itu berdiri untuk berbicara membenarkan
ucapan Qarun, Allah swt. menanamkan rasa takut dikalbunya, maka terlontarlah
dari mulutnya kalimat yang sebenarnya : “Sungguh, Musa tidak seperti yang
dituduhkan Qarun, Qarun telah mengundangku ke sini. IA telah menyediakan hadiah
yang besar untukku agar aku memfitnah Musa. Sekarang aku takut dan bertobat
kepada Allah.”
Mendengar
penuturan tersebut, merah padamlah Musa lantaran marah.
“Hai
musuh Allah, apa pula maksud kedurjaanmu ini?” kata Musa sambil meninggalkan
kumpulan orang. Selanjutnya ia sujud kepada Allah mengadukan ulah jahat Qarun.
“Wahai
Musa, Allah telah menjadikan bumi tunduk menerima perintahmu demi kehancuran
Qarun!.” Kata Jibrl a.s. Musa lantas kembali menemuinya. Ia tengah duduk di
atas singgasananya yang bepermadanikan sutera na indah berhiaskan
warna-warni lukisan.
Tongkat
Musa dipukulkannya ke bumi sembari menunjuk Qarun, maka amblaslah
singgasananya. Qarun sempat melompat. Musa kembali berkata : “Wahai Bummi
telanlah Qarun!” Ia amblas sampai ke lutut. Pada saat naas itu, ia tunduk
berlutut di hadapan Musa. Namun Musa tidak perduli : “Hai bumi, telanlah dia!.”
Maka Qarun pun lenyap bersama istananya dilumat bumi.
Kisah
di atas mengisyaratkan bawah Qarun binasa karena tiga faktor utama : “Cinta
dunia, menolak membayar zakat dan berbuat dusta kepada Musa a.s. Maka wahai
yang bangga dengan hidup bergelimang materi, ambillah kisah Qarun ini sebagai
pelajaran. Janganlah mendustai seseorang. Wahai yang enggan membayar zakat,
petiklah hikmah dari peristiwa amblasnya Qarun. Dan wahai para hartawan, pikir
dan hayatilah binasanya Qarun. Dengarlah untaian kata berikut :
Jika
Anda kaya
Beramallah
Tiadalah
kedermawanan memfanakan harta
Malah
mendatangkan barakah
Dan
kebakhilan tiada ‘kan mengekalkannya
Dialah
penyebab musnahnya
3.
TENGGELAMNYA FIR’AUN DAN TENTARANYA
Nabi
Musa a.s. sampai di tepi laut bersama tujuh puluh pasukann, dan Fir’aun
mengejarnya dengan dua juta tentara. Manyaksikan musuh sebanyak itu, para
pengikut Musa menjadi gentar : “Wahai Musa, kiranya riwayat hidup kita akan tamat
di tepi laut ini.”
“Tidak!”
Demi Allah, tenanglah kalian. Tuhan bersama kita!.” Tegas Musa tenang.
“Dan
Dia senantiasa menyertaimu di mana pun kamu berada.” (Qs. 57:4).
Telah
nyata, bila Nabi Musa dan Nabi Muhammad berkata : “Tuhan selalu bersama kita,”
maka akan selamatlah mereka dari kejaran orang-orang kafir. Karena itu, maka
mana mungkin orang yang kepadanya Allah Mahaperkasa menegaskan : “Aku selalu
besertamu.” Akan terjerumus ke jurang neraka.
Di
dalam keadaan terjepit itu, Allah menurunkan wahyu kepada Musa a.s. untuk
melemparkan tongkatnya ke atas batu. Tiba-tiba terbentanglah jembatan membelah
laut. Musa dan pengikutnya menyeberang dan dikejar oleh Fir’aun. Dan begitu
Fir’aun bersama pengikutnya sampai di tengah lautan, karamlah mereka digulung
air.
Sungguh
dikala lalim
Fir’aun
dustakan Allah
Bila
ia insaf
Memohon
ampunan Allah ar-Rahim
Niscaya
terampuni
4.
KEMATIAN NAMRUD BIN KAN’AN
“........
dan tiada seorang pun yang mengetahui serdadu Tuhanmu, kecuali Dia.” (Qs.
74:31).
Namrud
adalah seorang raja perkasa lagi zalim. Pasukannya berjumlah tujuh ratus ribu
penunggang kuda berbaju besi. Mereka menggunakan penutup kepada yang kuat,
bersenjatakan amat lengkap, gagah tegap.
Suatu
hari Namrud menantang Nabi Ibrahim a.s. : “Hai Ibrahim, Jika Tuhanmu mempunyai
seorang raja, utuslah ia untuk beradu kekuatan denganku, dan rubuhkanlah kursi
kerajaanku!.”
“Ilahi,
Namrud telah siap di atas kuda bersama bala tentaranya menanti prajurit-Mu.
Utuslah nyamuk-nyamuk makhluk-Mu yang terlemah.” Ibrahim bermunajat.
Sementara
Namrud dan para prajurit perangnya berkumpul siap tempur, Allah swt.
mengirimkan rombongan nyamuk amat banyaknya memenuhi daratan di tepi laut.
“Ya
Allah, apa tugas kami?” tanya mereka.
“Hari
ini rizkimu adalah daging dan darah serdadu Namrud. Bertebaranlah kalian!
Bergegaslah ke sana!” firman Allah.
Terbanglah
nyamuk-nyamuk itu menyerbu tentara Namrud dengan daya sengatnya dapat menembus
baju besi dan penutup kepala mereka, dan mengisap darahnya. Maka bergelimpangan
jasad-jasad kaku tiada bernyawa dalam sekejap. Namrud dapat melarikan diri. Ia
diberi waktu oleh Allah untuk menyaksikan kematian tentaranya, untuk
menyelamatkan diri dan bertobat. Melihat petaka dahsyat itu, nabi Ibrahim a.s.
takjub.
“.......
dan tiada seorang pun yang mengetahui tentara Tuhanmu, kecuali Dia.” (Qs.
74:31).
Pada
detik-detik kematian Namrud, Allah Ta’ala mengutus seekor nyamuk berputar-putar
mengelilingi sebatang pohon. Setelah tiga hari terbang, ia hinggap dan masuk
hidung Namrud, menyelusup dan menghisap otak dan sumsunya selama empat hari
sampai mati.
Kisah
di atas menyiratkan bahwa seolah-olah Allah swt. menegaskan kepada nMarud :
“Kukaruniai engkau, hai Namrud, hidup dengan maksiat kepada-Ku. Jika dalam sisa
hari-hari di dunia engkau kembali kepda-Ku dan beriman, maka selamatlah dirimu
dan Kukabulkan tobatmu. Tetapi apabila kau tetap dalam kekafiran, maka Aku akan
mencelakakanmu. Dan hal itu tidak berarti bahwa Aku tidak memiliki sifat
pemurah dan belas kasih.”
5.
KEBINASAAN KAUM NABI SALEH
“Sesungguhnya
Kami telah mengirim kepada mereka suatu jeritan yang membinasakan.” (Qs.
54:31).
Nabi
Saleh a.s. menerangkan kepada kaumnya bahwa pada zaman itu akan lahir seorang
bayi yang kelak akan menjadi penyebab kehancuran mereka. Mendengar keterangan
tersebut, berkumpullah para tokoh mereka, mengadakan rapat untuk menjauhkan
diri dari isteri-isteri mereka. Barangsiapa ternyata isterinya hamil dan
melahirkan anak laki-laki, maka anak tersebut berhak dibunuh. Kemudian isteri
seseorang melahirkan bayi laki-laki. Karena anak pertama, ia dibiarkan oleh
orang tuanya hingga dewasa. Kehadiran Qidar (demikian nama anak itu) menjadikan
mereka kesal dan dendam terhadap Nabi Saleh. Lalu mereka bermusyawarah akan
membunuhnya.
“.......
dan adalah di sebuah negeri terdapat sembilan orang pembuat kerusakan di muka
bumi, bukan memelihara kesejahteraannya.” (Qs. 27:48).
Mereka
sepakat : “Kita pergi ke sebuah daerah, lalu kita kembali secara
sembunyi-sembunyi. Setelah itu kita bunuh Saleh, dan bersumpah bahwa kita bukan
pelakunya, bahkan kita tak mengetahui pembunuh misterius itu.”
Pada
suatu hari seusai asyik minum arak di suatu tempat, mereka membutuhkan air.
Kebetulan hari itu adalah giliran unta Nabi Saleh meminum air yang ada di
sekitar negeri itu. Setelah gagal mencari air di berbagai tempat, berkatalah
Qidar yang sudah pemuda. “Bagaimana kalu kubunuh saja unta itu? Gara-gara dia,
kita tidak kebagian air, habis diminum olehnya.”
“Suatu
gagasan yang baik, Qidar.”
Tidak
lama kemudian ia pergi dengan pedang terhunus, bersembunyi direrumputan semak
belukar di balik bukit, menanti unta Nabi Saleh pulang dari sumber air. Setelah
dekat, Qidar menyeret dan membunuhnya. Qidar selanjutnya menuju ke tempat
persembunyian unta itu yang teletak tidak jauh dari lereng bukit guna membunuh
anaknya. Sesampai di sana, gunung pun pecah, berkat kudrat Ilahi. Qidar
tertimpa akhirnya mati terkubur di bawah reruntuhan batu gunung sebelum sempat
membunuh anak unta itu.
Said
bin Musayyab berkata bahwa penyebab utama terbunuhnya unta Nabi Sale a.s.
adalah minuman keras. Begitu juga penyebab dibunuhnya Nabi Yahya a.s. dan
kezaliman kaum Nabi Nuh a.s. Minuman keras juga penyebab orang-orang Bani
Israil menyembah sapi, dan penyebab terjadinya permbunuhan terhadap Usman bin
Affan. Begitu juga terbunuhnya Husen, cucu Rasulullah saw. Itulah
makanya Rasulullah bersabda :
“Minuman
keras adalah ibu dan pangkal segala bencana dan kejadian.”
Setelah
Nabi Saleh a.rsenang-senanglah hari ini. Tiga hari lagi kalian akan merasakan
balasan Allah, yang akan datang kepada kalian dengan ciri-ciri wajah kalian
akan berwarna merah pada hari pertama, dan warna kuning pada hari kedua, serta
warna hitam pada hari ketiga.” Maka ketika nampak tanda-tandan itu, mereka
mengancam Saleh : “Kita akan bunuh Saleh, seperti membunuh untanya!.”
Ketika
mereka beramai-ramai menuju rumah Saleh a.s. datanglah Jibril a.s. berpekik
amat kerasnya mengguncangkan tembok-tembik negeri, merontokkan nyawa-nyawa
mereka. Allah yang Mahakuasa mampu mengeluarkan unta Nabi Saleh a.s. dari
gunung. Dia juga mampu menyelamatkan unta itu dari pembunuhan mereka. Namun
Allah menakdirkan unta itu terbunuh, agar-agar orang-orang Muslim yang
mendengar dan membaca kisahnya merasa tersinggung dan dihina serta merasa
tersakiti hatinya, untuk pada akhirnya mendapat kebahagiaan. Sedangkan orang
kafir, yang membenci Nabi Saleh dan membunuh untanya, bergembira lantaran
berhasil melaksanakan niat jahatnya itu, guna akhirnya memperoleh siksaan
pedih.
Hal
itu juga seperti tragedi berdarah yang menimpa cucu Rasulullah saw. Sayyidina
Husein r.a. Pada hakikatnya Allah kuasa menyelamatkannya dari pembunuhan
musuhnya yang biadab itu. Namun Allah swt. menakdirkan Husein terbunuh, agar
akhirnya musuh-musuhnya itu tertimpa siksaan pedih abadi, sedangkan kaum
Muslimin yang tentunya tersinggung dan terhina lantaran itu, akhirnya
memperoleh pahala dengan menarik hikmah dari peristiwa itu.
Mengapa
terhadap para pembunuh unta Nabi Saleh tersebut Allah swt. langsung mengazabnya
– dengan pekikan Jibril, sedangkan kepada para pembunuh cucu Rasul (Husaein
r.a.) Allah tidak langsung menyiksanya? Padahal Husein nyata-nyata jauh lebih
utama dan mulia ketimbang unta tersebut ?
Jawabnya
sebagai berikut :
a.
Unta tersebut adalah penyebab
berkobarnya api cobaan (fitnah) bagi kaum Nabi Saleh a.s. “Sesungguhnya kami kirimkan
unta betina sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah tindakan mereka dan
bersabarlah.” (Qs. 54:27).
b.
Setelah Rasulullah lahir, Allah
swt. menghilangkan siksaan langsung. “Dan tiadalah Allah menyiksa mereka
sedangkan engkau (Muhammad) ada di kalangan mereka.” (Qs. 8:33).
c.
Husein r.a. adalah keturunan
seorang yang diutus untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. “Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rakhmat bagi semesta alam.” (Qs. 21:
107).
d.
Pada masa Nabi Saleh a.s. pintu
azab senantiasa terbuka, sedang pada masa sesudah kenabian Muhammad Rasulullah,
pintu-pintu rakhmatlah yang selalu terbuka. “Dan tiadalah Kami mengutus engkau,
melainkan untuk menjadi rakhmat bagi semesta alam.” (Qs. 21:107).
6.
KEBINASAAN SYADDAD BIN ADI
Adi
mempunyai dua orang anak : Syadid dan Syaddad. Adi adalah seorang yang tekin
mempelajari al-Kitab, di samping seorang yang mempunyai karisma dan pengaruh
besar yang menundukkan para raja saat itu.
Suatu
hari seusai membaca suatu keterangan tentang hal-ihwal surga di al-Kitab, ia
berkata : “Aku akan membuat sebuah taman surgawi di dunia ini seperti surga
yang dilkukiskan itu.” Lalu ia bermusyawarah dengan para raja untuk mewujudkan
hasratnya itu. Dengan penuh antusias meereka menyambut : “Segala urusan
ada dalam genggamanmu, bahkan seluruh dunia tunduk kepadamu, serta seluruh
perbendahaaraan kami adalah milikmu.”
Maka
ia memerintahkan mereka untuk mengumpulkan bhan-bahannya : emas, perak, intan,
permata, mutiara dan ratna kumala dari barat sampai timur. Di samping itu, ia
juga menunjuk tiga ratus arsitek dan insinyur dari berbagai negeri, yang
masing-masing membawahi seribu pekerja.
Mulailah
mereka sibuk mondar-mandir mencari lokasi yang strategis. Akhirnya mereka
menemukan suatu daerah yang sesuai, penuh panorama indah menarik. Di situlah
mereka membangun taman surgawi dengan emas permata dan butiran-butiran mutiara.
Dan mempercantiknya dengan hamparan intan kumala yang berkilauan. Selain itu,
ditata tetanaman dan bebungaan yang sejuk menawan serta tetumbuhan dengan
ranting emas berlian.
Setelah
itu, mereka membangun istana dan villa-villa menjulang, bertahtahkan marmer
pualam, batu-batu yakut merah dan ratna mutu manikam dan perhiasan lainnya.
Sementara di pelatarannya ditaburi misik dan aroma wewangian.
Setelah
rampung, mereka melapor kepada putera Adi yang bernama Syaddad bahwa taman
surga yang diinginkan telah selesai. Maka ia berangkat. Untuk berkeliling
diperlukan masa sepuluh tahun lamanya.
Sebenarnya,
perbuatan para raja dan pendukung Adi – mengumpulkan pelbagai jenis perhiasan
itu – merupakan suatu kezaliman semata. Di kala itu di dunia, tiada lagi emas
dan intan berlian, sampai-sampai seuntai kalung seorang anak yang sedang
menggantung di lehernya diambil dengan paksa. Sang anak bertanya kepada mereka
saat kalungnya diminta : “Mengapa kalian ambil kalungku ini?” Mereka menyahut :
“Ini perintah paduka raja.”
Mendengar
jawaban itu, bocah itu bengong seraya memandang ke langit penuh hampa : “Ya
Ilahi, Engkau Mahatahu kelakuan manusia zalim terhadap hamba-hambamu yang
lemah. Maka tolonglah hamba, Engkau Maha Penolong!” Kemudian Allah swt.
mengutus malaikat Jibril a.s. untuk berteriak senyaring-nyaringnya menjadikan
Syaddad dan para pendukungnya mati bergelimpangan sebelum sempat menapakkan
kakinya di taman surgawi itu, dan musnahlah orang-orang kafir itu.
“Dan
berapa banyak telah Kami binasakan umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat
seorang pun dari mereka, atau kamu dengar suaranya yagn samar-samar.” (Qs.
19:98).
7.
KEBINASAAN KAUM ‘AD
:Sesungguhnya
Kami mengirim kepada mereka angin yang amat kencang.” (Qs. 54:19).
“Hai
Hud, apa pun yang akan terjadi kami akan tetap menyembah berhala-berhala,
persetan dengan dakwahmu! Kami tak pernah gentar kepadamu. Kalau memang kau
benar-benar seorang Rasul, turunkanlah kepada kami sikssa!” Ucap kaun Hud.
“Sungguh,
pasti siksa Allah itu akan datang menghancurkan kalian!” tanggap Hud tenang.
Untuk
membuktikan kata-kata Rasul-Nya itu, Allah swt. menahan hujan selama tiga
tahun, hingga terjadilah paceklik dan kemarau panjang. Ketika itu Nabi Hud a.s.
berseru : “Tobatlah kalian kepada Allah!.”
“Kami
tak akan bertobat. Kami akan mengutus orang-orang pilihan untuk pergi ke negeri
Makkah mencari air.” Jawab mereka.
Pada
saayang telah ditentukan, berangkatlah enam orang ke sana. Setibanya di Makkah,
dua orang dari mereka masuk Islam, dan berdoa : “Ilahi, hamba tahu Engkau akan
menghancurkan kaum Hud, namun kami sekarang bukan lagi termasuk
mereka. Oleh karena itu, kabulkanlah doa kami. Penuhilah segala kebutuhan
kami!.”
“Sebutlah
permintaanmu, niscaya akan diberi!” mereka tiba-tiba mendengar suara itu.
“Ya
Tuhan, hamba memohon dipanjangkan umur sebanyak umur tujuh ekor garuda.” Doa
seorang di antara mereka.
“Baiklah,
permintaanmu akan dipenuhi,” sambut suara tadi.
“Wahai
Tuhan, hamba datang ke sini bukan untuk mengobati orang sakit, bukan pula untuk
membebaskan tawanan. Tuhanku, beri minumlah suku ‘Ad seperti dahulu.” Doa yang
satu lagi.
Seuasai
berdoa beraraklah awan merah, putih dan hitam.
“Pilihlah
awan yang kamu senangi!” kata suara gaib itu.
“Aku
memilih yang hitam.” Katanya sambil memandangi awan-awan itu.
“Berarti
engkau memilih penyakit mata yang akan menimpa kaum ‘As,” kata suara itu lagi.
Kemudian
Allah memerintahkan malaikat untuk mengatur angin topan supaya berhembus dahsyat
dengan bergumpal sebesar lubang kerah baju perang.
Mengenai
angin, Wahab bin Mubbah al-Yamani berkata bahwa di lapis tanah yang paling
besar terdapat angin yang bernama ‘Aqim. Ia akan bertiup amat kerasnya pada
hari kiamat, menjebol gunung-gunung dan mengguncangkan bumi serta meruntuhkan
langit.
“Dan
diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali benturan
.......” (Qs. 69:24).
Untuk
mengatur angin ini, Allah menugaskan tujuh puluh ribu malaikat. Satu malaikat
diperintahkan membawa segumpal dari angin tersebut untuk menumbangkan kaum ‘Ad.
“Berapakah
ukuran angin yang mesti hamba kirim?” tanya sang malaikat.
“Sebesar
lubang hidung banteng.”
“Besar
sekali, wahai Tuhan?”
“Kalau
begitu, bawalah seukuran lubang jarum!.”
Ketika
kaum ‘Ad melihat arak-arakan awan itu, mereka girang. “Inilah dia, hujan akan
segera turun!.”
“Bukan,
itu bukan hujan. Itulah siksa Allah yang amat pedih yang pernah kau minta untuk
disegerakan!” sambut Nabi Hud a.s. mengingatkan mereka.
Di
kala angin topan itu tiba, sebanyak tujuh ribu orang lelaki keluar mendaki
gunung. Mereka saling merentangkan tangan, saling berpegangan erat. Setelah
kian keras tiupan angin itu, berteriaklah mereka sambil lari pontang-panting,
dan akhirnya terbanting jatuh.
Hitamlah
langit kini. Dan menggunturlah petir, kemudian angin turun menumbangkan
bangunan-bangunan hingga berhamburan laksana tepung terhempas angin. Maka Kaum
‘Ad pun jungkir balik mati bagai pelepah-pelepah korma yang patah.
Menurut
Lathaiful Qashash, saat itu Nabi Hud mengumpulkan kaum muslimin
(pengikutnya) di sebuah daerah tertentu. Maka selamatlah ia dan pengikutnya.
“Sesungguhnya
telah Kami kirim kepada mereka angin yang sangat dahsyat.” (Qs. 54:19).
Wahab
bin Munabbih berkata bahwa ada tujuh macam angin : tiga angin rahmat dan empat
angin azab. Yang tergolong angin rahmat, adalah :
a.
An-Nasyirat : “ ..... dan demi
angin yang tertiup keras (membawa hujan).” (Qs. 77:3).
b.
Mubassyirat : “ ......dan sebagian
ayat (tanda-tanda) kekuasaan-Nya adalah Dia yang mengirimkan angin (membawa
kabar gembira)” (Qs. 30:46).
c.
Adz-Dzariyat : “Demi angin yang
menerbangkan debu dengan kuatnya.” (Qs. 51:1).
Adapun
yang tergolong angin azab (bencana) adalah :
a.
Ash-Sharshar : “.....maka mereka
(kaum ‘Ad) dibinasakan dengan angin yang amat kencang lagi dingin.” (Qs. 69:5).
b.
Al-‘Aqim : “Ingatlah, saat Kami
mengirim kepada mereka angin yang membinasakan.” (Qs. 51:41).
c.
Al-‘Ashif : “ ..... dan mereka
bergembira karenanya, maka datanglah angin badai.” (Qs. 10:22).
d.
Al-Qashif : “..... lalu Dia
meniupkan kepadamu angin topan.” (Qs. 17:69).
BAB VI.
TENTANG HARI KAMIS
“Sesungguhnya
Allah membuktikan impian itu dengan sebenarnya kepada Rasul-Nya ....” (Qs.
48:27).
Anas
bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya tentang hari Kamis.
“Hari Kamis adalah hari tertunaikannya maksud dan keperluan, karena Ibrahim
pada hari Kamis menghadap raja Mesir terpenuhi kehendaknya, dan menerima hadiah
seorang wanita bernama Hajar,” sabda Rasulullah saw.
Menurut
sebuah riwayat, pada hari Kamis tujuh Nabi dan Wali berhasi memenuhi harapan
mereka :
a.
Nabi Ibrahim mengahdap raja Mesir,
memperoleh apa yang diharapkannya, dan berjumpa dengan Hajar.
b.
Si pemberi minum raja (As-Saqi)
keluar dari penjara. Kemudian ia memperoleh nasib baik: memegang tampuk
kerajaan. “dapun salah seorang di antaramu akan memberikan minum kepada tuannya
dengan arak.” (Qs. 12:41).
c.
Saudara-saudara Yusuf menghadap
Yusuf. Maka dia mengenal mereka, sedang mereka tidak mengenalnya.” (Qs. 12:58).
d.
Bunyamin (Saudara kandung Yusuf)
masuk dan bertemu dengannya. “Dan tatkala mereka masuk meenemui Yusuf, maka
Yusuf membawa saudara kandungnya (Bunyamin) ke kamarnya.” (Qs.
12:69).
e.
Ya’qub a.s. datang ke negeri
Mesir,d an berjumpa dengan Yusuf (anaknya) dengan penuh kegembiraan hati.”.....
dan Yusuf berkata : “Masuklah kalian ke negeri Mesir. Insya Allah dalam keadaan
aman.” Dan ia menaikkan ibu bapaknya ke atas singgasana....” (Qs. 12:100).
f.
Nabi Musa a.s. masuk kembali ke
negeri Mesir dan bertemu dengan seorang Qibthi. : “Dan Musa masuk ke kota
(Mamphis) ketika penduduknya tengah terlena, maka didapatinya di dalam kota itu
dua lelaki sedang berkelahi.” (Qs. 28:15).
g.
Nabi Muhammad saw. masuk ke kota
Makkah dan menyandang kemenangan. “Sesungguhnya Allah membuktikan
mimpi itu dengan sebenarnya kepadsa Rasul-Nya.” (Qs. 48:27).
1.
NABI IBRAHIM MENGHADAP RAJA MESIR
Setelah
selamat dari api Namrud, Ibrahim berangkat ke Mesir beserta isterinya, Sarah.
Ibrahim berkata :
“Sesungguhnya
aku pergi kepada Tuhanku yang akan menunjukki jalan bagiku.” (Qs.37:99).
Konon
raja Mesir itu adalah seorang kaisar yagn zalim. Ia suka merampas isteri orang
yang cantik jelita. Ia memiliki tentara yang ditugaskan untuk merampok para
musafir. Sebelum berangkat, Ibrahim membuat peti untuk menyembunyikan Sarah,
seorang wanita paling cantik pada zaman itu. Kemudian dengan mengendarai seekor
unta, ia berangkat. Di pintu gerbang kota, Ibrahim diminta bayaran msuk. Ketika
sang penjaga hendak memeriksa petinya, Ibrahim menolak keras : “Akan kubayar
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tetapi jangan buka peti ini.” Mereka
memaksa hendak membukanya.
“Apakahdia
isterimu?” mereka bertanya garang setelah nampak seorang wanita yang luar biasa
cantiknya.
“Dia
saudara perempuanku .....” jawab Ibrahim.
“Amat
serasi sekali ia buat tuan raja.” Sambung mereka sembari merebut sarah dari
Ibrahim. Saat itu, Allah swt. menyingkap tabir dinding-dinding bangunan, hingga
Ibrahim dapat melihat apa yang dibuat si raja durjana terhadap isterinya.
Ketika sang raja zalim hendak mendekati Sarah, tiba-tiba tangan dan kakinya
kaku.
“Kiranya
engkau wanita tukang sihir.” Ucap raja terheran-heran.
“Bukan,
aku bukan tukang sihir. Tapi aku adalah isteri Khalilullah (Ibrahim a.s.). Oleh
karena itu Allah mengakukan tangan dan kakimu. Bertobatlah dan minta ampunlah
kepada Allah, Ia akan menyembuhkanmu.” Jawab Sarah.
Sang
raja bertobat, dan ia pun sembuh. Tapi, melihat Sarah jelita di hdapannya,
darahnya kembali tersirap nafsunya kembali bergolak tak tahan hendak
mengganggunya lagi. Kali ini ia menjadi buta.
“Kau
memang tukang sihir.” Katanya geram.
“Bukan,
aku bukan tukang sihir. Aku isteri kekasih Allah. Karena engkau akan melakukan
perbuatan terkutuk, maka engaku dibutakan oleh Allah, sekarang bertobatlah atas
dosa-dosamu dengan sebenar-benarnya. Sarah kembali menyadarkannya.
Setelah
bertobat, dan ia pun sembuh, raja kembali mencoba hendak mencengkeram Sarah,
tapi tak mampu, karena Allah ta’ala melumpuhkan seluruh badannya.
“Engkau
memang benar-benar tukang sihir, wahai perempuan!” ucapnya kesal.
“Sudah
kukatakan, aku bukan tukang sihir. Aku adalah isteri Ibrahim, Khalilullah.
Minta ampunlah kepada Allah!.” Jawab Sarah tenang.
Barulah
setelah itu sang raja memanggil Nabi Ibrahim.
“Wahai
Ibrahim, hukumlah aku sekehendakmu. Kini aku benar-benar bertobat. Mohonkanlah
kepada Allah agar aku sembuh!.” Pinta sang raja.
“Kuserahkan
perkara kepada-Nya. Aku tak dapat menghukummu tanpa izin-Nya.” Jawab Ibrahim
a.d.
Sekonyong-konyong
datang Malaikat Jiril a.s. menyampaikan wahyu bahwa Dia menyuruh raja supaya
melapas baju kerajaannya dan menyerahkan tahta kekaisarannya kepada Nabi Irahim
a.s. Raja menerima keputusan tersebut dengan kesadaran imannya, dan Ibrahim
A.s. pun berddoa sampai sang raja sembuh.
Kisah
ini menyiratkan baha Sarah adalah seorang isteri yang amat dicintai suaminya.
Maka Allah melindunginya dari tangan najis manusai zalim. Dan bahwa kalimat
tauhid yang terpateri di kalbu mukmin amat dicintai pemiliknya, yaitu Allah
swt. Maka apabila seorang musuh (sang raja zalim) saja tak mampu, walau dengan
berrbagai cara, mengganggu dan menjahati seorang yang menjadi kekasih Ibrahim
Al-Khalil (sarah), maka mungkin setan erkutuk akan dapat menemukan jalan untuk
mengganggu dan membencanakan mukmin, kekasih Allah Mahaagung.
Akhirnya
Nabi Ibrahim a.s. menjadi raja. Ia mendapat hadiah dari raja Mesir itu seorang
wanita yang diserahkannya melalui Sarah.
“Kuserahkan
Hajar untukmu, wahai suamiku. Karena engkau telah bersussah paya membelaku.”
Kata Sarah.
Hajar
takut dan malu-malu sewaktu diterima oleh Nabi Ibrahim a.s.
“Jangan
takut. Jangan sedih dan malu, ;hai Hajar! Allah swt. membuka tabir antara kita.
IA telah menyatakan hubungan kita secara terang.” Nabi Ibrahim a.s. mencoba
menenangkannya.
Andai
ada seorang yang berkata bukankah Nabi Muhammad saw. lebih utama daripada Nabi
Ibrahim a.s. namun mengapa Allah tidak menyingkap tabir antara Nabi Muhammad
saw. dan Aisyah, iterinya, tatkala isterinya tertinggal sewaktu pulang dari
suatu peperangan, yang mengakibatkan orang-orang munafik dengan yakin
menuduhnya telah berbuat serong dengan seorang sahabat (Safwan bin
al-Mu’aththal). Mengapa tidak disingkapkan tabir untuk beliau, sehingga dengan
tersingkapnya tabir tersebut, seperti yang dialami Nabi Ibrahim a.s. Rasulullah
dapat melihat langsung dan mengetahui – walau dari kejahuan – kejadian
sebenarnya yag dialami oleh Aisyah? Denagn begitu, maka tidak terjadi fitnah
yang dikobarkan oleh kaum munafik itu.
Andai
tabir dibuka, tentu Rasulullah dapat mengetahui secara psti hal-ihwal isterinya
(Aisyah) saat tertinggal jauh sendirian itu. Dengan demikian, tak akan ada
persoalan apa-apa, dan tak ada fitnah yang ditebarkan oleh orang-orang munafik.
Tetapi, sengaja Alalh tidak membukakan tabir itu untuk Rasulullah (melainkan
hanya dengan Wahyu tentang kesucian Aisyah dari berbuat serong seperti yang
dihebohkan orang-orang munafik). Hal itu agar orang-orang munafik tidak
ragu-ragu dan tanggung-tanggung dalam melontarkan tuduhan keji.
Seakan-akan Alalh berfirman :
“Wahai Muhamad, kusingkap tirai dari padangan mata Ibrahim supaya ia dapat
mengetahui langsung keadaan isterinya di istana raja, sehingga walau jauh, ia
dapat selamat dari nafsu serakah raja. Tapi Aku tidak membuka tabir bagimu,
karena Aku sendiri langsung yang menyelamatkan isterimu. Sarah dijaga oleh
al-Khalil (Ibrahim), sedang Aissyah dijaga langsung oleh al-Jalil (Allah swt.).
2.
KELUARNYA PELAYAN MINUM RAJA DARI PENJARA
“Dan
bersamanya (Yusuf a.s.) masuklah pula ke dalam penjara dua orang pemuda....”
(Qs. 12:36).
Yang
satu adalah as-Saqi (pelayan minum raja), dan yang satu lagi ialah juru masak
raja.
Mereka
masuk penjara karena kaisar agung Romawi membujuk mereka berdua dengan uang
agar mereka meracuni raja mereka. Si juru masak menerima uang itu, sedang si
pelayan minum menolak, bahkan melaporkan hal itu kepada sang raja. Setelah
menerima laporan itu, sang raja menjebloskan mereka ke dalam penjara untuk masa
satu tahun (Dalam riwayat lain hanya tiga hari). Di dalam sel, mereka bertemu
dengan Nabi Yusuf. Untuk menguji kebenran takwil Yusuf, mereka mencoba
mengajukan impian kepada Yusuf, padahal mereka tak bermimpi.
Sebagian
ulma mengatakan bahwa si pelayan minum memang bermimpi, sedang si juru masak
tidak. Sebagian lagi mengatakan, malah keduanya bermimpi, tapi mereka
menukarkan impina mereka untuk diajukan kepada Yusuf a.s. menurut riwayat yang
paling benar, keduanya bermimpi.
“Aku
pernah bermimpi melihat tiga mangkuk emas, dan aku memeras anggur di dalamnya
untuk hidangan sang raja.” Kata as-Saqi.
“Aku
bermimpi menjunjung roti da dimakan oleh burung, kata yang lain.” Mendengar
keterangan tersebut, Yusuf a.s. mencoba mentakwilnya : “Wahai kedua teman
sepenjaraku, seorang di antara kalian akan memberi minum tuannya arak, sedang
yang lainnya disalib dan kepalanya dipatuk burung.” Seusai mendengar penjelasan
Yusuf itu, seorang dari mereka tertawa mengejek : “Yusuf, sebenarnya aku tak
pernah bermimpi seperti itu.”
“Aku
hanya mentakwil, sedang kepastian hanya di tanagn Allah.” Jawab Yusuf tenang.
“Telah
diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya....” (Qs. 12:41).
Sesudah
beberapa saat berselang, datanglah utusan raja mengambil si juru masak dan
menyalibnya.
Kisah
ini mengisyaratkan bahwa orang yang menantang dan tidak setia kepada raja
(tuan)nya disalib dan ditebas kepaalanya, maka bagaimana orang yang
mencoba-coba berkhianat dan menetang Allah?
Sementara
itu, si pelayan minum tetap mendekam di balik terali-terali besi selama tiga
hari. Kemudian dikeluarkan, Saat ia akan menghadap raja dengan penuh rasa
bahagia, Yusuf a.s. berkata kepadanya : “Saudaraku, bicarakanlah tentang
nasibku kepada tuanmu!.” Waktu Yusuf a.s. mengucapkan kata-kata itu,
seakan-akan goyanglah gunung-gunung, guncanglah tembok-tembok, dan
menyingkirlah malaikat-malaikat darinya. Lalu turun malaikat Jibril : “Hai
Yusuf, siapakah yang menaruh rasa “menyayangimu” di kalbu ayahmy?”
“Allah,”
jawab Yusuf.
“Siapakah
pula yang menyelamatkanmu dari tipu muslihat busuk saudara-saudaramu?”
“Tuhanku.”
“Dan
siapakah yang memeliharamu di dalam sumur itu?”
“Juga
Allah.”
“Siapa
pula yang menjadikan engkau dicintai oleh Zulaikah?”
“Alalh,
Tuhanku.”
“Lalu
siapakah yang meluputkanmu dari tergelincir ke lembah dosa dengannnya?”
“Allah
swt.”
“Hai
Yusuf. Ketahuilah, Alalh teleh menghimpun pada dirimu segala ketampanan. Maka
adakah engkau merasakan sesuatu kekurangan, sehingga engkau meminta tolong
kepada selain Allah? Padahal kakekmu, Ibrahim (as.) tak pernah minta tolong
kepada selain Allah, kepada Jibril sekalipun saat ia menawarkan kepada Ibrahim
akan keselamatannya dari api yang berkobar. Begitu pula kakekmu, Ismail (as)
tak pernah meminta tolong kepada ayahnya saat ia disembelih. Ia malah
mengatakan : “Ayah, akan ayah dapati puteramu (Insya Allah) dalam golongan
orang-orang yang sabar.” Tetapi mengapa baru saja tiga hari dalam penjara
engkau tak sabar, minta tolong kepada sang raja?”
Yusuf
a.s. akhirnya menangis bertobat kepada Allah demi mendapat teguran itu :
“Ilahi, demi kemuliaan kakekku, Ibrahim, Ishak dan Ismail, dan dengan kebenaran
ayahku Ya’qub, kasihanilah dan maafkanlah hamba.”
Tak
lama kemudian, Jibril a.s. datang lagi : Yusuf, Alalh swt. telah memaafkanmu.
Kendati begitu, engkau tetap mesti meringkuk di dalam penjara selama tujuh
tahun, karena satu kesalahan.” Dengan demikian bagaimanakah bila orang
berkecimpung dalam lumpur dosa dan kesalahan selama tujuh puluh tahun? Berapa
lamakah yang harus ditempuhnya untuk tinggal di tengah kobaran api neraka?
3.
SAUDARA-SAUDARA YUSUF
MENGHADAP YUSUF
“Dan
datanglah saudara-saudara Yusuf ke Mesir. Lalu mereka masuk ke tampatnya. Maka
Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak mengenalnya lagi.” (Qs. 12:58).
Tatkala
hampir sampai di tanah Mesir, Jibril a.s. memberitahukan kepaa Yusuf tentang
kedatangan mereka.
“Yusuf,
saudara-saudaramu akan menemuimu! Bagaimanakah sikapmu?” kata Jibril.
Dahulu
mereka mendatangiku untuk menyakitiku, mala hendak membunuhku. Kini mereka
datang kepadaku sebagai musafir yang menghajatkan uluran tangan. Maka tak ada
yang harus kuperbuat selain memberi maaf.” Ucap Yusuf.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa saudara-saudara Yusuf datang kepadanya, tiga kali :
a.
Mereka datang untuk meminta tolong,
yang disambut oleh Yusuf dengan hati lapang dan dada terbuka. “Bawalah
barang-barang ini ke kendaraan kalian!.” Kata Yusuf.
b.
Mereka datang dengan penuh bangga
dan berbesar hati. Namun akhirnya meraka pulang dengan sedih dan kecewa ketika
Yusuf berkata : “Pulanglah kalian dan sampaikanlah kepada ayahmu bahwa
Saudaramu Bunyamin, telah mencuri.” Dan lakukan itu, karena dia adalah seorang
raja yang tidak menyenangi orang-orang yang tinggi hati.
c.
Mereka datang dengan penuh rendah
ahti. Kemudian mereka pulang dalam kegembiraan, karena Yusuf a.s. adalah
seorang raja yang santun dan pemurah, maka Allah juga sangat mencintai
orang-orang seperti itu.
Saat
mereka memasuki negeri Mesir, Yusuf a.s. menitahkan anak buahnya untuk menghias
kota. Ia menginstruksikan para pelayan dan pengawalnya untuk menggunakan
pakaian resmi kerajaan, menghampari istana dengan warna-warni pemadani,
menyiapkan perlengkapan, serta tempat-tempat duduk yang indah megah, guna
menyambut sang tamu. Setelah itu Yusuf a.s. duduk di atas singgasana megah
didampingi oleh para menteri dan staf kerajaan. Ketika saudara-ssaudaranya
datang, Yusuf a.s. masih mengenalnya, sedang mereka sudah tidak mengenalnya
lagi.
4.
BUNYAMIN MASUK DAN BERTEMU YUSUF
“Dan
tatkala mereka masuk menghadap Yusuf, Yusuf membuka tirai membawa mereka ke
dalam (tempat khususnya)” (Qs. 12:69).
Disebutkan
bahwa sesudah Nabi Yusuf memenuhi segala keperluan mereka, maka mereka menyuru
Bunyamin untuk menghadapnya langsung.
Saat
itu, Yusuf tengah berada di atas singgasana, di dalam ruangan khusus
istana. Diperhatikannya wajah saudaranya (Bunyamin). Tiba-tiba tak terasa
berlinang air mata sedihnya demi terlukis di relung matanya wajah ayahnya
tercinta, Ya’qub a.s. Maka ia menitahkan seorang pengawal menanyakan kepada
mereka ihwal ayahnya.
“Ayah
kami tengah dirundung duka nestapa. IA menangis terus karena kekecewaan yang
amat menusuk hatinya.” Jawab mereka.
Yusuf
a.s. lalu menyuruh membuka tabir, dan mereka masuk mengucap salam. Seorang di
antara mereka, Bunyamin, tampil menyerahkan sepucuk surat kepadanya. Isinya
melukiskan keduka-piluan dan musibah yang diderita ayah tercinta mereka, Ya’qub
a.s. Air mata Yusuf a.s. kembali mengalir membaca surat tersebut. Kemudian
Yusuf menjamu mereka.
“Mengapa
tuan muda yang satu itu tidak menyantap hidangan dan nampak bermuram durja?”
tanya Yusuf kepada mereka.
“Ia
teringat saudara kandungnya yang telah lama berpisah karena hilang dimangsa
harimau.” Jawab mereka.
“Akulah
Yusuf, saudaramu seibu dan seayah.” Kata Yusuf akhirnya pecahlah suara sedu sedan,
mereka berpelukan melepas rindu.
5.
NABI YA’QUB DAAN KE
MESIR DAN BERJUMPA YUSUF
“Maka
tatkala mereka masuk kepada Yusuf, ia bawa kedua ibu bapaknya ke tempatnya, dan
ia berkaa : “Masuklah kalian ke negeri Mesir (Insya Allah) dalam keadaan aman.”
(Qs. 12:99).
Wahab
bin Munabbih berkata bahwa tatkala hampir sampai di negeri Mesir, Ya’qub a.s.
menugaskan seorang Yahudi bersama seratus orang lainnya untuk menyampaikan
berita kedatangannya kepada Yusuf. Setibanya di Mesir, mereka menyaksikan mega
memayungi Ya’qub a.s. Dan saat bertemu dengan Yusuf, berangkulan keduanya
memadu rindu, begitu juga bibinya yang telah menjadi ibunya, yakni isteri
Ya’qub yang dinikahinya sesudah ibu kandung Yusuf wafat, setelah lama berpisah,
yakni sejak Yusuf berumur tujuh tahun sampai tujuh puluh tahun.
Dalam
peristiwa tersebut, ada satu isyarat yang menunjukkan bahwa seakan-akan Alalh
berfirman : Di kala Ya’kub meninggalkan negerinya (Kan’an), Kujadikan Yusuf
sebagai tempat untuknya bernaung. Dan Rasul-Ku, Muhammad, tatkala kehilangan
kedua orang tuanya, Kujadikan pemelihara dan pengasuhnya, Abu Thalib, sebagai
tempat baginya berlindung. Begitu pun seorang Mukmin di saat terasing dari
kesenangan hidup di dunia (meninggalkan kemewahan dunia), Kujadikan surga
sebagai tempat mukim abadinya.
“dan
orang-orang yang menahan diri dari nafsunya, maka sesungguhnya surga ialah
tempat tinggalnya.” (Qs. 79:41-42).
“Siapakah
mereka?” Ya’kub bertanya kepada Yusuf saat melihat banyak orang di istana.
“Ayah,
mereka adalah hamba sahaya dan para pelayanku yang kumerdekakan kaerna
pertemuanku dengan ayah.” Jawab Yusuf.
6.
NABI MUSA KEMBALI KE NEGERI MESIR
“Dandia
masuk ke kota Mesir ketika penduduknya sedang tidak sadar, lalu ia bertemu
dengan dua orang yang sedang baku hantam.” )Qs. 28:15).
Tentang
masuknya Musa ke Mesir, ada beberapa pendapat. As-Suda berkata bahwa, ketika
Musa a.s. tumbuh dewasa, pada suatu hari ia naik kuda bersma Fir’aun ke luar
kota, lalu kembali pada tengah hari. Menurut Muhammad ibnu Ishak, setelah Musa
dewasa, ia mengerti dan mengetahui tentang kesesatan dan kedurjanaan Fir’aun.
Semenjak itulah ia mencoba kabur dari lingkugan kerajaan. Tapi pada suatu hari,
ia kembali pulang pada tengah hari. Dan menurut Abu Yazid, setelah Musa memukul
Fir’aun, ia diusir dari istana. Tapi kemudian ia pulang kembali pada saat
penduduk sedang terlena (tidur).
Hasan
al-Bashri mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada hari raya. Adapun menurut
Muqtil, kejadian itu adalah antara waktu Maghrib dan ‘Isya. Pada waktu keluar,
ia menjumpai dua orang tengah berkelahi. Seorang dari sukunya (Bani Israil) dan
yang lain dari kelompok Fir’aun (Qibthi). Melihat Musa, orang Bani Israil itu
meminta bantuan. Maka Musa membantunya. Tapi ia ditinju oleh Qibthi tersebut,
akhirnya Musa marah dan membunuhnya. Namun ia menyesali perbuatan itu, lalu
bertobat : “Ilahi, aku bertobat. Mulai hari ini aku tak akan lagi berbuat
semacam itu.” Dalam janjinya itu ia tidak mengucapkan Insya Allah.
“Wahai
Tuhanku, dengan nikmat yang Kau anugerahkan kepasaku, aku tak akan lagi menjadi
orang yang berbuat dosa.” Lanjutnya.
Esok
harinya, di tengah perjalan pulang, Musa berjumpa lagi dengan orang Bani Israil
yang kemarin dibelanya sedang baku hantam dengan pengikut Fir’aun yang lain.
“Kau
memang keterlaluan.” Kata Musa.
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa lelaki Bani Israil itu mengepalkan tinjunya hendak
menghantam lawannya. Tapi tidak jadi, akrena takut kepada Musa yang
menyaksikannya dengan marah, kendati dalam hatinya ia marah kepada si Qibthi.
“Musa
kau akan bunuh pula aku seperti temanku kemarin?” kata si lelaki Qibthi
ketakutan demi melihat Musa. Ia terus pulang melapor kepada Fir’aun, sesudah ia
mendengarkan pembicaran antara si lelaki Bani Israil itu dengan Musa. Akhirnya
Fir’aun memaklumkan untuk membunuh Musa a.s. Dari peristiwa ini lahirlah
pepatah :
“Musuh
yang cerdik dan berakal lebih baik daripada sahabat yang pandir lagi bodoh.”
7.
NABI MUHAMMAD MASUK KE KOTA MAKKAH
“Sesungguhnya
Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mempinya dengan
sebenarnya, bahwa sesungguhnya kamu akan memasuki Masjidil Harm dalam keadaan
aman...” (Qs. 48:27).
Impian
tersebut dialami oleh rasulullah pada tahun enam Hijriah.
“Alalh
telah memperlihatkan kepadaku suatu impian berupa kemenangan dan penaklukan
kota Makkah.” Tuturnya kepada para sahabtnya.
Ketika
menuju Makkah, beliau dihadang oleh Suhaib bin ‘Amr untuk mengadakan perjanjian
mengurungkan maksud memasuki Makkah pada tahun itu dan kembali ke Madinah. Saat
itu Umar bin Khaththab bertanya : “Ya Rasulullah, mengapa kita mesti kembali?”
Insya
Allah kita akan menaklukkan Makakh pada tahun depan.” Jawab Rasul. Tahun yang
ditunggu-tunggu pun tiba. Maka Rasulullah saw. berangkat bersama para sahabt
menuju Makkah dan berhasil menaklukkannya. Ketika itu Malaikat Jibril a.s.
datang membawa ayat tersebut di atas (Qs. 48:27).
Para
ahli berkata bahwa di dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan tujuh macam impian :
a.
Impian Nabi Ibrahim a.s. :
“Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku akan menyembelihmu (Ismail).
.....” (Qs. 37:102).
b.
Impian nabi Yusuf a.s. : “Aku
melihat dalam mimpi sebelas bintang dan matahari serta bulan sujud padaku.”
(Qs. 12:4).
c.
Impian as-Saqi (pelayan minum raja)
: “Sesungguhnya aku bermimpi diriku sedang memeras anggur.” (Qs. 12:36).
d.
Impian seorang juru masak raja. :
“Sesungguhhya aku bermimpi menjunjung roti yang sebagaiannya dimakan burung.”
(Qs. 12:36)
e.
Impian Raja : “Aku bermimpi melihat
tujuh ekor sapi betina yang geuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang
kurus-kurus, dan tujuh butir gandum yang hijau segar dan tujuh butir lainnya
yang kering...” (Qs. 12:43).
f.
Impian orang-orang Mukminin : “Bagi
mereka ada berita gembira mengenai kehidupan di dunia dan akhirat ....” (Qs.
10:64).
g.
Impian Rasulullah saw. :
“Sesungghnya Allah membuktikan kepada Rasul-Nya kebenran impiannya....” (Qs.
48:27).
Setelah
Rasul memasuki Kota Makkah, kaum musyrik berkumpul di dalam Masjid penuh rasa
cemas dan takut. Lalu beliau menuju Masjid diiringi pasukan dan para tokoh
masyarakat. Beliau masuk ke Ka’bah untuk menunaikan shalat, sementara para
pengiringnya berdiri tegap menyandang pedang terhunus. Seusai shalat, Rasul
keluar berdiri di tangga pintu seraya memandangi wajah-wajah kaum musyrik yang
tunduk murung dalam ketakutan.
“Wahai
penduduk Makkah, kalian adalah sejahat-jahat kaum terhadap Nabi. Kalian sakiti
dan usir aku dari negeri kelahiranku. Sekarang Allah mengaruniakan kemenangan.
Maka perbuaan apakah yang paling patut kulakukan terhadap kalian!” kata Rasul.
“Ya
Muhammad, engkau saudara kami yang mulia budiman. Andai kami engkau azab,
berarti kau berbuat suatu kesalahan. Bila kami engkau maafkan, itulah memang
sifatmu yang paling utama!” kata Suhaib bin Amr.
Rasul
tersenyum mendengan uracapan itu, seraya memandangi wajah-wajah pasrah mereka.
“Aku
akan menyampaikan kepada kalian kata-kata seperti yang penah disampaikan Yusuf
kepada Saudara-saudaranya : “”Hari ini tiada lagi dendam dan cerca. Semoga
Allah mengampunimu. Pergilah kalian bertebaran, kalian bebas merdeka!” kata
Rasul.
Kemudian
beliau memerintahkan kepada mereka untuk saling berangkulan dan berjanji untuk
tidak lagi saling mengganggu harta mereka atau mencaci maki anak cucu dan
keturunan mereka.
Akhirnya
mereka semua, baik laki-laki maupun perempuan, bersma-sama beriman kepada
Rasulullah saw.
BAB VII.
TENTANG HARI JUM’AT
“Wahai
orang-orang yang beriman, jika diseru untuk shalat pada hari Jum’at hendaklah
segera berangkat menuju mengingat Allah, dan meninggalkan perniagaan.....” (Qs.
62:9).
Dari
Anas bin Malik, dengan sanad yang sama dengan yang terdapat pada Bab : I, diriwayatkan
bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya tentang hari Jum’at. Beliau menjawab :
“Hari Jum’at adalah hari untuk menjalin silaturrahim dan pernikahan.”
“Mengapa
demikian, Ya Rasulullah?”
Karena
dahulu para Nabi menikah pda hari Jum’at” sambut beliau.
Beberapa
ulama menjelaskan bahwa ada enam pernikahan pada hari Jum’at :
1.
Pernikaha Nabi Adam a.s. dengan Ibu
Hawa a.s.
2.
Pernikahan Nabi Yusuf a.s. dengan
Permaisuri Zulaikha.
3.
Pernikahan Nabi Musa a.s. dengan
Puteri Syafura.
4.
Pernikahan Nabi Sulaiman dengan Ratu
Bilqis.
5.
Pernikahan Rasulullah saw. dengan
Ummul Mukminin Khadijah.
6.
Pernikahan Imam Ali dengan puteri
Rasul Gathimah az-Zahra
1.
PERNIKAHAN NABI ADAM DENGAN IBU HAWA
Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Allah menciptakan dan menempatkan Adam di surga pada
hari Jum’at, begitu juga mengeluarkannya dari sana. Pada hari Jum’at pula Adam
bertobat kepada Allah. Oleh karena itu, pada hari Jum’at terdapat saat untuk
berdoa yag mustajab.
Seusai
Adam tercipta, ia tak menemui satu makhluk pun yang sejenis dengannya. Ia
aksana burung yang melayang bersama bayang-bayangnya. Ia merasa kesepian.
Ketika tengah dudu-duduk seorang diri, tiba-tiba ia diusap kantuk. Saat itulah
Allah emnciptakan seorang wanita, yakni Hawa a.s. Ia menghimpun pada diri Hawa
a.s. seluruh unsur kecantikan dan keanggunan, kesejukan tatapan mata dan
kesucian kebersihan, yang semuanya itu akan terdapat pada hari kiamat.
Dengan
begitu, ia menjadi satu-satunya wanita yang paling cantik di seantero bumi dan
langit. Begitupun semua unsur cinta dan perasaan rindu dan kasih sayang, Allah
himpun di relung kalbu Adam a.s. sehingga menjadi orang yang paling banyak dan
paling dalam rasa cintanya terhadap seorang wanita, yaitu Hawa a.s. Suatu rasa
cinta yang tidak dimiliki oleh semua lelaki di dunia.
Kemudian,
Allah memakaikan pada hawa tujuh puluh perhiasan surgawi nan indah. Ia duduk di
ats kursi emas berlian. Adam terkejut demi bangun dari tidurnya melihat sesosok
wanita rupawan.
“Siapa
Anda?” tanya Adam.
“Aku
diciptakan oleh Allah untukmu.” Jawab Hawa.
“Kalau
begitu kemarilah!” ucap Nabi Adam.
“Tidak!”
Hawa menjawab.” .... engkaulah yang ke sini.”
Adam
bangkit mendekat. Mulai saat itu, berjalan suatu adat kebiasaan, lelakilah yang
mendatangi seorang wanita, bukan sebaliknya.
“Hai
Adam, bersabarlah. Ia belum halal sebelum engkau menikahinya.” Adam tiba-tiba
mendengar suara itu di kala akan menjulurkan tangannya.
Selanjutnya
Allah menitahkan segenap penghuni surga untuk menghias surga serta
mempersiapkan aneka hidangan untuk memeriahkan pernikahan Adan dan Hawa. Sedang
Malaikat langit berkumpul di bawah pohon thuba. Mulailah Allah menikahkan
mereka.
“Segala
puji hanya bagi-Ku, Keagungan adalah pakaian-Ku. Kesombongan (bangga diri)
adalah selendang-Ku, dan makhluk-makhluk adalah abdi-Ku. Kunikahkan Adam dan
Hawa, suatu jenis makhluk yag paling rendah, dengan maskawin bertahlil serta
bertasbih kepada-Ku. Dan Kujadikan para malaikat dan para penghuni surga
sebagai saksi.
Setelah
itu mereka menyerahkan Hawa kepada Adam. Ia menerima sambil berkata : “Ya
Tuhanku, apa maskawin yang harus kuberikan kepadanya? Emas, perak, atau intan
kumala?”
“Bukan.”
Rabbul, Izzati menjawab.
“Kalau
begitu, apa?”
“Maskawinmu
adalah membaca shalawat sepuluh kali kepda Rasul-Ku Muhammad, penutup para Rasul
dan penghuu sekalian Nabi.
Kisah
ini menyiratkan bahwa Allah swt. memerintahkan Adam untuk membaca shalawat
kepada Nabi Muhammad saw. sebagai maskawin, sehingga Hawa menjadi halal
baginya. Dan dia juga menganjurkan ummat Muhammad saw. membaca shalawat
kepadanya sehingga Dia mengharamkan mereka masuk neraka. Juga ia menganjurkan
agar banyak mengucapkan salam untuk beliau, sehingga Dia menghalalkan mereka
masuk surga.
2.
NABI YUSUF DENGAN
PERMAISURI ZULAKIKHA.
Sepeninggal
raja Mesir, al-Azizi, permaisuri Zulaikha jatuh pailit, papa lagi pikun, dan
terkena penyakit rabun mata. Kendati demikian api asmaranya terhada Yusuf a.s.
tidak pupus, bahkan kian berpendar semarak dipelabuhan hatinya. Padahal ia
berusaha sehabis daya untuk memadamkannya.
Suatu
ketika ia membanting berhala sesembahannya hingga remuk redam. Hal itu ia
lakukan karena ternyata “barang yang dianggapnya Tuhan” itu tak
mampu mengusir kekalutan hidupnya. IA kemudian menyatakan diri masuk Islam.
“Ya
Allah, tak ada lagi bagi hamba harta dan kecantikan yang pernah kumiliki. Hamba
kini menjadi ibu tua yang fakir lagi hina. Terlebih-lebih, bencana yang tak
kunjung berakhir, yakni rasa rindu dendam dan cintaku yang amat dalam kepada
Yusuf.
“Ya
Allah, betapa bahagia andai Engkau pertemukan aku dengannya. Kalaupun tidak,
lebih baik cabutlah tangkai asmara itu dari kalbu ini, agar lebih ringan derita
yang hamba tanggung.” Doa Zulaikha kepada Allah.
Rintihan
doa yang penuh keikhlasan itu didengar oleh Malaikat : “Ya Tuhan, Zulakikha
datang mengetuk pintu-Mu memohon uluran tangan welas kasih-Mu.
“Wahai
para Malaikat-Ku. Aku tahu. Dan kiranya sekaranglah saat ia harus lepas dari
derita berkepanjangan. “Allah swt. menjawab permohonan Malaikat.
Suatu
hari, Yusuf sang raja, diiringi beberapa pengawalnya lewat di depan rumah
Zulaikha. Kebetulan Zulaikha baru keluar dari rumahnya. Ia melihat Yusuf, lalu
menyindirnya dengan kata-kata : “Subhanallah (Maha Suci Allah) yang dengan
rahmat-Nya menjadikan hamba-hamba-Nya sebagai raja.”
Yusuf
tertegun menghentikan langkahnya.
“Siapa
Anda wahai perempuan?” tanyanya.
“Aku
seorang yang pernah membelimu dengan intan permata, misik dan mutiara. Akulah
si perempuan yang tidak pernah enak makan dan tak nyenyak tidur lantaran
dibakar api asmara kepadamu.”
“Oh,
aku ingat sekarang! Di manakah harta dan kekayaanmu. Manapula kecantikanmu?”
“Wahai
Yusuf, semuanya telah sirna! Di makan oleh rasa rindu da cintaku kepdamu yang
merasuk jiwa.”
“Sekarang
bagaimana perasannmu?”
“Sungguh
kian bergejolak dalam kalbu.”
Perbincangan
Yusuf dengan Zulaikha di atas tidak jauh berbeda dengan erbincangan seorang
Mukmin dengan malaikat setelah ia dibaringkan di dalam kubur.
“Mana
hartamu di dunia dahulu?” tanya malaikat.
“Ia
telah pergi binasa.” Jawab Mukmin.
“Dan
mana kebun dan sawah ladangmu yang subur menghijau itu?”
“Ia
pun telah hilang musnah.”
“Kemana
pula rumah, gedung dan villamu?”
“Semuanya
lenyap bersama anak-anak dan kerabatku.”
“Bagaimanakah
pengetahuanmu tentang Allah?”
“Allah
adalah Tuhanku, Islam Agamaku dan Muhammad Nabiku.”
Akhirnya
menikahlah Nabi Yusuf a.s. dan Zulaikha.
3.
PERNIKAHAN NABI MUSA DENGAN
PUTERI SYAFURA
“Salah
seorang puteri Syuaib berkata : “Ayah, pekerjakanlah dia (Musa a.s.) di sini.
Sesungguhnya sebaik-baik orang yang bekerja pada kita ialah orang yang kuat
lagi jujur.” (Qs. 28:26).
Tatkala
Musa a.s. tiba di negeri Madyan, ia membantu puteri Syuaib untuk memberi minum
kambing-kambingnya. Lalu ia mencari tempat berteduh untuk beristirahat
melepskan penat sembari merenungi nasib sebagai musafir di rantau orang.
“Oh,
betapa melelahkan perjalanan ini.” Keluhnya.
Sementara
itu, dua puteri Syuaib yang telah ditolongnya, pulang dan mengisahkan
pengalamannya kepada ayah mereka. Setelah mendengar kisah mereka, Syuaib a.s.
menyuruh salah seorang puterinya (Syafura) memanggil Musa.
“Ayah
memanggil tuan untuk datang ke rumah.” Kata Syafura tersipu malu.
Lalu
berjalanlah keduanya bersama-sama.
Kisah
di atas menyiratkan bahwa langkah kaum hawa pada hakikatnya senantiasa diiringi
oleh perasaan malu. Kalau bukan karena mencari ridha Allah, tentu Syafura tidak
pergi menemui Musa. Karena sebagai seorang perempuan ia malu berjumpa dengan
lelaki. Sebagaimana memang demikianlah tabiat perempuan yang sebenarnya. Adapun
Syuaib mengutus puterinya untuk memanggil Musa, tidak lain untuk memberikan
hadiah atas jasa baiknya.
Seperti
halnya Allah ‘Azza wa Jalla mengutus Nabi-Nya untuk mengajak manusia ke
jalan-Nya, yang akhirnya memperoleh upah berupa surga.
“Ayah,
pekerjakanlah dia di sini. Ia jujur dan kuat.” Kata Syafura kepada ayahnya.
“Tapi
aku belum mengetahui kekuatan dan kejujurannya.” Jwab Syuaib.
“Ia
telah mampu mengakat batu besar sendirian dari mulut sumur itu, yang seharusnya
diangkat empat puluh orang. Dan tadi, ketika aku berjalan di depannya, ia
menegurku : “Jalanlah di belakangku, agar aku tak memandangmu.” Lanjut Syafura
meyakinkan ayahnya.
Maka
bangkitlah minat Nabi Syuaib untuk menikahkannya dengan salah seorang
puterinya.
“Aku
musafir yang fakir. Tak mampu membayar mas kawin.” Jawab Musa kepada Syuaib
ketika diminta kesediannya.
“Maskawinmu
adalah menggembala kambingku selama delapan tahun. Jika kau ingin
menyempurnakannya sampai sepuluh tahun, maka itu adalah kesukarelaanmu.”
Akhirnya
Syuaib a.s. mengudang masyarakat untuk menghadiri resepsi pernikahan Musa
dengan Syafura.
Kisah
di atas menyiratkan bahwa sesudah mengetahui kejujuran Musa, Syuaib segera
menjalin hubungan, menikahkannya dengan puterinya. Demikian juga Allah, setelah
mengetahui keteguhan iman dan kesalehan hamba-Nya, mengikat mereka.
“Sesungguhnya
Allah membeli dari orang-orang Mukmin jiwa dan harta mereka dengan surga.” (Qs.
9:111).
As-Suddi
berkata bahwa satu malaikat, pernah datang kepada Nabi Syuaib dengan rupa
seorang lelaki tampan menitipkan sebuah tongkat yang sudah lama diturunkan ke
bumi, yakni sejak Nabi Adam dikeluarkan dari surga. Tongkat tersebut berasal
dari Sidratil Muntaha. Pada waktu Nabi Adam Wafat, Jibril mengambilnya. Pada
zaman Nabi Syuaib, ia turun kembali mebawanya untuk Nabi Musa.
Seusai
Musa dan Syafura menikah, Syuaib berkata : Musa, masuklah ke kamar,d an
ambillah satu tongkat untukmu!”.
“Musa,
jangan yang itu!” kata Syuaib ketika melihat Musa keluar dengan sebuah tongkat.
“Taruhlah
dan ambillah yang lain!” lanjutnya.
Nabi
Musa kembali masuk hendak menukar tongkatnya, tetapi setiap kali ia akan
mengambil yang lain, tongkat yang itulah yang selalu tepegang. Akhirnya ia
terpaksa mengambilnya lalu pegi menggembala kambing tanpa memperdulikan teguran
Syuaib supaya mengembalikan tongkat itu, hingga terjadilah silang sengketa.
Untuk
memutuskan perkara tersebut, keduanya bersepakat untuk mengangkat seorang
lelaki yang dijumpainya sebagai hakim. Tidak lama, mereka bertemu dengan
malaikat yang berbentuk seorang laki-laki.
“Wahai
hamba Allah, putuskanlah perrkara kami ini!” ujar mereka.
“Taruhlah
tongakt itu di bawah. Barangsiapa yang kuat mengangkatnya, berarti itulah
haknya.” Kata lelaki itu.
Syuaib
terlebih dahulu mengangkat tongkat itu sekuat tenaga. Tetapi ia tak mampu,
walau sekedar menggerakkannya. Lalu Musa mengangkatnya dengan mudah.
Dari
tongkat tersebut lahir berbagai mukjizat Nabi Musa. Jika letih dalam
perjalanan. Musa menaikinya bagai kuda tunggangan. Bila ia haus dan tak
menemukan air, memancarlah darinya air. Di saat ia kegelapan di mlam hari,
muncullah darinya cercah sinar menerangi.
Dan
kalau Musa kebingungan dan kecewa, ia menjadi pelipurnya. Begitu juga ketika
Musa menghadapi musuh, ia dilempar menjadi ular yang menyeramkan, yang dari
mata dan telinganya keluar kilatan api yang panas, dengan suaranya yang
bergemuruh menakutkan, seperti dilukiskan sebuah syair tebakan :
Kakinya
empat
Punya
dedaunan
Juga
tempat naungan
Memiliki
daging yang lembut
Dan
tulang belulang
Kedua
matanya menakutkan
Mendengarkan
dan mengerti apa yang diperintahkan
Sempurnalah
Musa menggembala kambing.
“Mulai
tahun ke sembilan ini, bila kambing-kambing itu melahirkan anak betina, maka
untumu.” Kata Syuaib kepada Musa.
Mulai
tahun itu bila setiap kali Musa memandikan kambing-kambingnya, ia merendam
tongkatnya, sehingag pada tahun itu, kambingnya beranak betina semua,
selanjutnya, pada tahun ke sepuluh. Syuaib menjanjikan, apabila anak
kambing-kambing itu jantan, akan diberikan kepada Musa. Ternyata
kambing-kambing itu setiap kali melahirkan, anaknya jantan semua. Kini ia
memiliki kambing. Sepuuh tahun sudah Musa merampungkan tugasnya. Timbul
keinginannya untuk pulang ke negerinya bersasma keluarganya. Di tengah
perjalanan, ia melihat kerdip api, seperti dijelaskan Al-Qur’an.
“Sesungguhnya
aku melihat api.” (Qs. 20-10).
4.
PERNIKAHAN NABI SULAIMAN DENGAN RATU BILQIS
Sebab
pernikahan adalah kunjungan Bilqis ke istana Nabi Sulaiman, yang ternyata di
sana ia menemukan istananya, berkat doa Ashif bin Barhaya.
Menurut
riwayat, nabi Sulaiman a.s. memiliki tujuh puluh perwira tempur yang
masing-masing membawahi seribu tentara penunggang kuda. Menurut Muhammad bin
Ishak, setiap panglima memimpin limaraus pasukan tempur penunggang kuda.
Ratu
Bilqis adalah seorang wanita yang amat cantik rupawan. Tiada baginya ccat
sedikit pun. Ia benar-benar wanita yang sempurna keayuannya. Namun jin telah
menghasutnya. “Ia mempunyai dua cela.” Katanya kepada Nabi Sulaiman. “Pertama,
kurang tinggi semampai, dan kedua, betisnsya seperti betis unta.”
Kemudian
Nabi Suaiman mengundangnya ke istana. Ia menginstruksikan untuk memindahkan
istana sang ratu ke kerajaannya. Selainitu, ia juga mengerahkan punggawa dan
bawahannya untuk membuat mahligai-mahligai indah persisi seperti kerajaan
Bilqis, yang terbuat dari kaca dan marmer pualam, dengan sungai-sungai yang
berkelok-kelok mengalir di bawah dan di sekeliling istana, serta kolam dan telaga-telaga
yang berisikan katak, ikan dan kura-kura aneka ragam yang timbul tenggelam
menari-nari amat menarik. Juga jembatan-jembatan kaca dan intan permata manikam
di atas permukaan air.
Beberpa
saat saja rampunglah segalanya sebelum Ratu tiba. Setelah sampai, Nabi Sulaiman
menyambutnya dan bertanya : “Beginikah istana Anda?”
“Seperti
inilah.” Ia menjawab dan curiga. Ia melihat itu sama persis dengan istananya.
Dari jawaban tersebut, Nabi Sulaiman tahu bahwa sang ratu adalah seorang yang
cerdik, lalu Nabi Sulaiman mempersilahkannya masuk. Di kala hendak melewati
titian kaca na kemilau, sang Ratu Ayu menyibakkan kainnya, akrena menyangka
air. Saat itulah nampak oleh Nabi Sulaiman dua betis putih indah tanpa noda.
“Itu
jembatan kaca dan emas permata.”
“Kiranya
aku tengah berada di dalam istanaku. Di tengah-tengah bala tentara dan inang.
Aku seperti tengah berada did aerah kekuasaanku, sungguh, ternyata aku sedang
hadir di arena kemahakuasaan Allah, Maha Diraja yang Mahatinggi, yang tak
mungkin apapun mampu menyamai-Nya.” Kata sang ratu dalam hati.
“Tuhanku,
sesungguhnya aku zalim terhadap diriku,d an aku psrah (Islam) bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (Qs. 27:44).
Akhirnya,
Nabi Sulaiman menikah dengan ratu Bilqis.
5.
PERNIKAHAN RASULULLAH saw.
DENGAN UMMUL MUKMININ KHADIJAH
Suatu
malam Khadijah bermimpi kejatuhan matahari. Sinarnya menghanguskan semua rumah
penduduk Makkah, kecuali satu dapur. Impian itu lalu diceritakan kepada
pamannya yang ahli mimpi, Waraqah bin Naufal.
“Nabi
akhir zaman akan menjadi suamimu.” Kata sang paman.
“Dari
negeri manakah dia?”
“Dari
Makkah.”
“Suku
apa?
“Suku
Quraisy.”
“Keturunan
siapa?”
“Bani
Hasyum.”
“Siapakah
namanya?”
“Ia
bernama Muhammad.”
Pada
suatu hari di rumah Abu Thalib, tatkala sedang ada makan bersama, berjalanlah
percakapan santai antara Abu Thalib, Atikah (Saudara Abu Thalib) dan Rasulullah
saw.
“Muhammad
sudah dewasa, namun sampai sekarang belum mendapatkan calon. Entahlah wanita
bagaimanakah yang cocok dengannya.” Kata Abu Thalib membuka perbincangan.
“Saudaraku,
Khadijah sebetulnya adalah seorang wanita yang baik. Banyak orang senang
berhubungan dengannya. Rupanya Allah memberkahi kehidupan wanita itu. Ia sedang
mencari seorang lelaki untuk meniagakan dagangannya. Bagaimana kalau kita
mengajukan Muhammad, sambil mencari langkah baginya untuk menikah?” kata
Atikah.
Abu
Thalib dan Atikah bermusyawarah dengan Muhammad. Setelah Rasul setuju, Atikah
berangkat ke rumah Khadijah menyampaikan kesediaan keponakannya membawakan
dagangannya.
“O.....
rupanya inilah takwil impianku.” Ucap Khadijah dalam hati, mengingat-ingat
tuturan pamannya saat menerima penjelasan dari Atikah.
“Kata
Paman, ia seorang Arab, dan .... keponakan Atikah ini orang Arab, suku Quraisy,
keturunan Hasyim. Namanya Muhammad, dan berbudi luhur. Dialah orangnya, penutup
para Nabi......!” kata Khadijah.
IA
ingin sekali menikah dengan Rasul. Sebenarnya ia sudah tak sabar lagi untuk
segera mengayuh bahtera rumah tangga dengan Rasul pada saat-saat itu juga.
Tapi,
ia takut gunjingan dan omongan orang.
“Aku
harus sabar. Sekarang ia kupekerjakan dahulu.” Demikian kata hatinya.
Keadaan
Khadijah sama dengan keadaan Syafura, puteri Syuaib tatkala ingin menikah
dengan Musa. Namun karena malu mengungkapkannya terus terang kepada ayahnya
saat itu, maka ia hanya berkata : “Ayahku, jadikanlah ia kuli kita yang jujur
di sini. Karena sbaik-baiknya kuli yang jujur ialah yang jujur lagi kuat.”
Hal
yang demikian serupa pula dengan penegasan berikut ini : “Seakan-akan Allah
berfirman : “Ketahuilah bahwa Aku hanya menyuruhmu taat dan beribadah
kepada-Ku, dan Aku menimpakan kesulitan kepadamu. Tapi Aku tiak menghajatkan
darimu ketaatn dan ibdahmu tersebut. Sungguh, betapa besar tuduhan dan fitnah
oarng-orang kafir. Sehingga tatkala kalu letakkan kepalamu dalam sujud sambil
melafalkan “Subhana Rabbiyal A’la wa bi Hamdhi (Mahasuci Allah, Tuhanku yang
Mahaluhur dan dengan segala Puji-Nya). Aku menjawab : “Labaik. Hai Abdi-Ku.
Sungguh rahmat-Ku meliputimu,d an Kuberi makan dan minum engkau dengan kasih
sayang-Ku. Angkatlah kepalamu! Yang kuhrapkan darimu adalah hubungan dengan-Ku
terus menerus.”
Akhirnya
Khadijah menyambut tawaran Atikah : “Aku biasa menggaji pegawaiku dua puluh
dinar. Namun Muhammad akan kugaji lima puluh dinar.”
Atikah
pulang amat gembira. Sesampaidi rumah, ia bercerita kepada saudaranya, Abu
Thalib, dan akhirnya Muhammad disuruh berangkat ke rumah Khadijah.
Ketika
berangkat dagang, Allah swt. memayungi Rasul dengan awan putih dari sengatan
matahari padang pasir Hijaz. Dan Khadijah telah berpesan kepaa Maisarah agar
Muhammad mengenakan pakain paling bagus dan menunggang unta paling kuat dan
besar.
Kafilah
pun berjalan, beliau terlelap di atas untanya dihembus angin semilir, hingga
sampai di halaman sebuah gereja di tepi jalan. Rasul turun di situ untuk
beristirahat di bawah sebatang pohn. Dari dalam gereja, sang Pendeta melihat
awan menaungi kepada Rasul. Timbul firasatnya, bahwa lelaki yang tengah
berteduh itu adalah seorang Nabi Akhir Zaman. Maka ia mengudang rombongan
kafilah tersebut, untk menjamu mereka sembari menyelidiki siapa diantara mereka
yang menyandang kemuliaan itu. Mereka memenuhi undangan itu kecuali Rasul. Ia
sendirian menunggu barang-barang.
“Masih
adakah orang di sana?” tanya si pendeta kepada mereka, saat ia melihat awan itu
masih diam.
“Ada,
seorang yatim, yang sedang menunggu barang-barang dagangannya!”
Pendeta
lalu keluar menemui. Rasul berdiri bersalaman. Dan beliau diajak masuk,
sementara mata pendeta tetap tertuju kepada awan yang ikut bergerak. Sampai di
dalam gereja, awan itu diam di atas pintu.
“Wahai
pemuda, dari manakah Anda?” tanya si pendeta.
“Dari
Makkah!” jawab Rasul saw.
“Dari
suku apa?
“Dari
suku Quraisy.”
“Keturunan
siapa?”
“Bani
Hasyim.”
“Siapa
namamu?”
“Muhammad.”
Tepatlah
dugaannya. Selanjutnya sang pendeta menciumnya, seraya berkata : “Tak ada Tuhan
Selain Allah. Muhammad Rasul Allah. Perlihatkanlah kepadaku suatu tanda
kenabian agar aku lebih yakin.”
“Apa
itu?” Tanya Rasulullah.
“Bukalah
bajumu!” Di antara ketiakmu ada tanda Risalah kenabianmu.” Ujar pendeta.
“Bagus..............
Bagus....... !” lanjutnya setelah Rasul membuka bajunya.
“Tampillah
kau di atas pentas dunia, dan dakwalah manusia. Niscaya kau menang!” sang
pendeta berkata sembari mengusap wajah Rasulullah saw.
“Wahai
perhaisan hari kimat! Wahai pemberi syafaat! Wahai engkau yang tinggi cita-cita
dan harapan! Pembuka jalan kesusahan umat dan duka hayat!.”
Akhirnya
ia masuk Islam dengan sebenarnya.
Dalam
kisah ini ada makna yang tersirat : “Bila seorang endeta yang hanya melihat
tanda kenabian satu kali saja, lantas Allah swt. membuka pintu hatinya untuk
menerima Islam, berarti Dia menyelamatkannya dari api Jahanam, maka seorang
mukmin yang kalbunyadilihat oleh Allah tiga ratus enampuluh kali, dan di dalam
kalbu itu Dia temui Tauhid dan iman yang kuat dan suci dari syirik, penuh
dengan ikhlas dan ihsan, juga rasa sesal bahkan benci terhadap kemaksiatan,
maka apakah Allah tidak akan menyelamatkannya dari azab neraka, dan tidak
mewajibkannya baginya memperoleh surga. Dan bagaimana pula Allah tak akan memberinya
makan dari aneka ragam bebuahan. Dia memuliakan dan memberi kemudahan serta
keistimewaan.
Setelah
dagangannya habis di negeri Syam, maka pergilah Rasul bersama Maisarah melihat
upacara hari raya Yahudi. Beliau masuk ke kalangan mereka secara sembunyi-sembunyi,
guna melihat lebih dekat upacara itu.
Tiba-tiba
lentera yang bergntungan yang dipandanginya jatuh berantakan, membuat
orang-orang yang sedang sibuk girang itu panik kebingungan.
“Kami
membaca dalam taurat, Bila Muhammad, Nabi Akhir Zaman hadir dalam upacara hari
raya Yahudi, maka akan terjadilah hal seperti ini. Barangkali sekarang ia tenga
ada di sini.” Kata ulama mereka.
“Kalau
begitu, mari kita cari dia!” Serentak mereka mencarinya. Melihat keadaan itu,
Maisarah mengajak Rasul pulang ke Makkah. Dan ketika perjalanan tinggal sejarak
tujuh hari lagi dari Makkah, Maisarah menawarkan kepada Nabi untuk pulang lebih
dahulu, untuk menyampaikan berita kepulangan mereka kepada Khadijah. Rasulullah
menyambut tawaran itu dengan senang hati. Sesudah segala dipersiapkan, ia
mempersilahkan Rasul pulang, sereaya menitipkan sepucuk surat berisikan :
“Hai
wanita terkemuka Quraisy! Perdagangan kita tahun ini memperoleh untung yang
luar biasa, yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya.”
Rasulullah
terus melaju bersama untanya. Di tengah perjalanan pulan, Allah menuruh
Malaikat Jibril a.s. memperpendek jarak perjalanan. Israfil mengapit di sebelah
kanannya, sedang Mikail di sebelah kirinya, dan awan tetap memayunginya. Maka
dengan izin-Nya, Rasul tertidur pulas penuh damai, tak terasa beliau sampai ke
Makkah beberapa jam saja.
Sementara
itu, di serambi rumah, Khadijah sedang duduk santai penuh penantian dengan
padangan sekali-sekali ke negeri Syam. Nampak olehnya di kejauhan sosok manusia
menaiki unta menuju ke arahnya.
“Tahukah
kalian, siapakah lelaki yang datang itu?” Khadijah bertanya kepada sekumpulan
budak perempuan yang tenegah mengerumuninya.
“Nampaknya
ia Muhammad, al-Amin,” kata seorang dari mereka.
“Kalau
benar Muhammad, kalian akan kumerdekakan semua.” Tuturnya lagi.
Rasul
yang dinanti-nanti pun sampailah. Khadijah menyambutnya penuh hormat. Lantas
katanya : “Kuhadiahkan unta yang kau kendari itu buatmu.”
Selesai
melapor, beliau pulang ke rumahnya guna mencurahkan rindu dengan paman dan
bibinya.
Beberapa
hari kemudian, rasul datang kembali ke rumah Khadijah.
“Ya
Muhammad, kaakanlah, perlu apa?” sambut Khadijah degan sebuah pertanyaan.
Sambil
menundukkan kepala agak malu, Rasul bertutur : “Paman dan bibiku menyuruhku
mengambil gaji. Mereka ingin menikahkanku.”
“
Wahai Muhammad! Gaji itu terlalu sedikit. Tak mencukupi. Tapi, aku bersedia
menikahkanmu dengan seorang wanita yang paling mulia. IA berpengaruh besar di
masyarakat, lagi seorang hartawan. Banyak pembesar Arab berminat kepadanya,
teetapi ia menolaknya. Aku siap untuk menikahkanmu. Sayang ia sudah janda.
Kalau Anda menerima, ia bersedia menjadi isterimu, dan akan melayanimu penuh
bakti setia.” Kata Khadijah.
Mendengar
ucapan Khadijah tersebut, Rasul pulang tanpa komentar. Beliau menceritakan hal
itu kepada paman dan bibinya.
Pada
suatu hari, Abu Thalib mengadakan acara makan-makan mengundang Waraqah serta
tokoh Arab. Pada saat itu, Abu Thalib mengungkapkan maksudnya kepada Waraqah
melamar Khadijah.
“Tetapi,
akan bermusyawarah dulu dengan Khadijah.” Kata Waraqah.
“Paman,
bagaimana mungkin aku menolak lamaran seorang lelaki paling jujur, berjiwa
pemelihara, dari keturunan baik lagi mulia?” tukas Khadijah saat ditanya
sang paman.
“Betul,
Kahdijah. Tapi bukankah dia seorang miskin?” jawab Waraqah.
“Aku
punya harta melimpah. Tak menghajatkannya lagi. Yang penting keluhuran budinya.
Paman, kuwakilkan engkau untuk menikahkanku dengannya.” Ujar Khadijah.
Pada
waktu yang ditetapkan, berlangsunglah akad nikah di rumah Abu Thalib.
“Ya
Muhammad, semua milikku, baik benda mati maupun yang bergerak, tanah, ladang
dan kebun, rumah dan segala bangunan, barang-barang kebutuhan sehari-hari
ataupun segala isi rumah, budak-budak perempuan serta hamba-hamba sahaya, harta
yang baru maupun pusaka lama, kuserahkan untukmu!.”
Ujar
Khadijah kepada Rasulullah saw.
“Dan
Ia temui dia dalam keadaan miskin, lalu Ia mengkayakannya.” (Qs. 93:8).
Diriwayatkan
bahwa Khadijah mengayuh bahtera rumah tangga bersama Rasulullah selama duapuluh
empat tahun, lima bulan, delapan hari. Lima belas tahun sebelum kenabian dan
sisanya sesudah kenabian. Adapun usia Rasul saat menikah adalah dua puluh lima
tahun. Dari pernikahan ini, lahir tujuh orang anak : tiga orang putera, dan
empat orang puteri : al-Qasim, at-Thahir dan al-Muthahhir, yang semuanya wafat
pada masa kecil.
Puteri-puterinya
adalah : Fatimah (az-Zahra) yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib r.a. :
Zainab, Ummi Kultsum, menikah dengan Utsman bin Affan; Ruqayah, yang juga
menjadi isteri Utsman setelah wafat Ummi Kultsum. Semua pernikahan mereka
berlangsung pada hari Jum’at. Setelah Sayidah Khadijah wafat, Rasulullah saw.
dirundung duka. Untuk meghibur beliau, datanglah Jibril a.s.
6.
PERNIKAHAN IMAM ALI
DENGAN FATHIMAH, PUTERI RASULULLAH
Fathimah
adalah seorang wanita zuhud. Ia dicintai Rasul. Kehadiran Fathimah bagi
Rasullullah merupakan buah kenangan dai isterinya tercinta, Khadijah r.a.
Fathimah mempunyai banyak apnggilan : al-Batul (yang banyak beribadah),
az-Zahra (yang cemerlang), at-Thahirah (yang suci bersih).
Demi,
ia tak memiliki seorang yang mengasuh dan membesarkannya. Tak ada baginya
seorang Ibu yang menuntunnya. Demi nasib Fatimah tersebut, Allah mengutus
Jibril a.s. untuk menegaskan : “Allah amat mencintai puterimu itu. Aku akan
menikahkannya dengan seorang yang Kucintai.” Rasul bersujud sebagai rasa syukur
kepada Allah setelah mendengar penuturan Jibril itu.
Rasul
segera memeberi tahu Ali dan Fathimah. Lalu mengundang para sahabt di Masjid
untuk menghadiri upacara pernikahan mereka. Bersamaan dengan itu, turunlah
Jibril membawa pesan ari Allah bahwa Ali harus membaca khutbah nikahnya
sendiri. Ali pun berkhutbah : “Segala puji bagi Allah, Yang Mahaesa dengan
Kemahaagungan-Nya, yang Tunggal dengan Kemahasempurna-Nya. Pencipa segenap
makhluk yang nampak dan yang tidak, yang berbangsa-bangsa dan berbagai rupa.
Tiada yang menyerupai-Nya. Maka bertasbihlah kalian kepada-Nya, wahai hadirin!
Dialah Allah, tiada Tuhan selain-Nya, yang menitahkan para hamba-Nya menikah,
dan mereka menaatinya.
Alhamdulillah
atas segala nikmat-Nya. Aku bersaksi tiada Tuhan kecuali Allah dengan pesaksian
yang dapat mengantarkan si pengucapnya kepada Allah untuk mendapatkan
ridha-Nya, keselamatan serta perlindungan dari-Nya, pada hari ketika manusia
lari dari saudara, ibu dan bapaknya, dan dari sahabat dan anaknya. Semoga Dia
melimpahkan rahmat dan kesejahteraan kepada junjungan kita, Muhammad Nabi
pilihan, akrena wahyu dan ridha-Nya, dengan shalawat yang dapat menyampaikan si
pengucapnya kepada “selalu dekat dengan-Nya.” Juga, semoga tercurah kepada
kerabat, sahabt dan para pecinta beliau.
“Pernikaha
sesuai dengan takdir Allah. Aku adalah hamba Allah, putera hamba-Nya, yang
mencintai-Nya, yang meminang sebaik-baik wanita dunia. Kuserahkan maskawin
empat ratus dirham tunai untuk Fathimah. Nikahkan aku dengannya, Ya Rasulullah,
di atas jalan para Rasul terdahulu!.”
“Kunikahkan
puteriku, Fathimah, denganmu, Ya Ali! Allah telah emnikahkanmu dan ridha
memilihmu!” sambut rasul saw.
Kuterima
Fathimah dari Allah dan darimu, Ya Rasulullah!” ucap Ali r.a.
Demikian
pernikahan sahabt Ali dan Fathimah r.a. yang terjadi pada hari Jum’at, seperti
juga para Rasul sebelumnya. Itulah sebabnya Allah menyeru Ummat Nabi Muhammad
untuk mengikat silaturahmi pada hari Jum’at. Sbagai contoh : Shalat Jum’at,
yang merupakan bentuk silaturahmi.
“Hai
orang-orang yang beriman, bila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at,
bergegaslah untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli. Demikianitu
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
“Maka
jika shalat sudah ditunaikan, bertebarlah kamu di muka bumi, dan carllah
karunia Allah, dan dzikirlah kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
“Dan
bila mereka melihat perniagaan (perbuatan main-main), maka bubarlah mereka
menuju ke sana, meninggalkan engkau sendirian (berkhutbah), Katakanlah : “Apa
yang di sisi Alalh lebih baik daripada perniagaan, dan Alalh sebaik-baik
pemberi rizki.” (Qs. 62: 9 – 11).
Sebab
musabab turunnya ayat ersebut ialah : “Pada suatu hari Jum’at, Rasulullah saw.
sedang berkhutbah di atas mimbar. Sekonyong-konyong datang al-Kalbi pulang dari
berniaga di negeri Syam. IA memukul-mukul tamburnya memberitahukan
kepulangannya. Demi mendengar suara itu, bubarlah jamaah Jum’at, meinggalkan
Rasul berdiri di atas mimbar bersama dua belas orang hadirin. Lalu Rasulullah
bersabda : “Demi Allah yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Andaikan Masjid tidak
ada orang yang dua belas itu, niscaya akan menjulanglah kobaran api Jahanam.”
“Dan
andai Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang
lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan)
atas semesta alam.” (Qs. 2:251).
Sebagian
ulma mengatakan bahwa Alalh swt. mengaruniakan hari Sabtu kepada Nabi Musa bin
Imran dan lima puluh Nabi Lainnya. Dan Allah menganugerahkan hari Ahad kepada
Nabi Isa dan lima puluh Nabi lainnya. Dan juga mengaruniakan hari Senin kepada
Rasulullah saw. beserta enam puluh tiga Rasul yang lain. Sedangkan kepada Nabi
Sulaiman bin Daud bersama limapuluh Nabi lain, Allah memberikan Hari Selasa;
dan untuk Nabi Ya’qub dan lima puluh Rasul-Nya, Allah mengaruniakan hari Rabu.
Dan kepada Nabi Adam serta limapuluh Rasul-Nya yag lain, Allah memberikan Hari
Kamis.
Rasuulullah
saw. bertanya : “Apakah keistimewaan umatku?”
“Hari
Jum’at. Dan surga sebagai hadiah untuk ummatmu, dengan rahmat-Ku!” sambut Allah
swt.
Jumlah
para Nabi sekitar 124.000. Yang diangkat menjadi Rasul sebanyak 313.
YA
Allah, ampunilah kami. Dan tetapkanlah pikiran, pendirian dan keimanan kami.
Dan matikanlah kami semua dalam al-Islam, Ya Arhamar Rahimin!”
Semoga
Alalh senantiasa melimpahkan salam sejahtera yang abadi kepada panutan kami,
Nabi Muhammad saw., kerabat dan para sahabt sejatinya. Amin ya Rabbal ‘Alamin.!
Walhamdulillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar